29. Alan berubah

1.4K 97 0
                                    


"Bang, bunda sama ayah kemana kok gak keliatan?" Tanya Evan, dari tadi dia tidak melihat ayah-bunda nya sama sekali.

"Ayah ke kantor, dan bunda katanya tadi ada urusan sama temennya sebentar," jawab Eyres.

"Bang, di kulkas ada es?"

"Ada, tapi buat lo gak ada."

"Ih kok gitu?"

"Bodo, udah kaya tadi aja diem adem ayem, sehari jadi anak baik okey," ucap Eyres sambil tersenyum.

"Kalo mau gue diem, ya ambilin dulu satu es klim yang besal."

"Gak mau, dari pada lo makan eskrim sampe bablas lagi mending kita main Aja yok, lo mau main apa?" Tawar Eyres.

"Ikut sini," ucap Evan begitu antusias saat Eyres mengajaknya bermain.

Evan menyeret tangan Eyres ke arah kamar orang tuanya, mereka langsung masuk saja karena pintunya yang tidak di kunci sama sekali, alis mereka sengaja tidak pernah mengunci kamarnya, entahlah mereka berdua sangat kompak sekali tidak pernah mengunci kamarnya.

"Ngapain ke kamar sih dek? Mainnya di luar aja yuk."

"Ihhh bental," ucap Evan tanpa melihat Eyres sama sekali, tangannya terus memilih-milih ransel yang berjejer di dalam lemari. Sedikit info kalo ayah Eyres itu suka ngoleksi ransel, entah itu ransel remaja SMA atau ransel yang sudah tua sekalipun ada di sana.

"Nah ini deh, kayaknya bagus," ucap Evan meneliti ransel yang dia temukan.

"Buat apaan?" Tanya lagi Eyres.

Tanpa banyak bicara Evan langsung naik ke atas kasur dia memasukkan kakinya ke lubang gendongan. Setelah itu dia meminta Eyres untuk mendekat, membelakanginya. Setelah itu Evan memasukan kedua tangan Eyres jadi seolah menggendong tas.

"Dek jangan banyak ulah deh, kamu baru aja keluar dari rumah sakit."

"KATANYA MAU MAIN?!" Teriak Evan.

"Iya, iya, ya udah kita main apa?"

"Pesawat telbang."
________________

"Wiwwwww wiwwww Abang liat Evan telbang," ucap Evan di atas gendongan Eyres.

"Awas nanti ke jedot lagi tuh kepala."

"Wiwwwww wiwwww wiwwww Abang ke sana," Evan menunjuk ke arah luar rumah, alias teras rumahnya. Eyres hanya mengikuti apa yang Evan mau, Eyres terus melangkah ke luar rumah, namun tiba-tiba.

"ABANGG!!"

"AAAHHHHHKKK"

BRAKKK!!

"ANJING!" Umpat Eyres saat ada seseorang yang mengagetkannya dari samping pintu, ala hasil Evan yang di gendong eyrespun melonjak kaget dan terjengkang ke belakang bersama Eyres.

"Ahahahaha jatoh ya? Sakit? Rasain!"

"Eh anak Dajjal ya lo, orang jatoh bukannya di tolongin malah di ketawaain, gue sumpah in lo mati ke seruduk becak!" Ucap Eyres yang emosi dengan salah satu sepupu Alan, siapa lagi kalo bukan si Rangga.

"Heh gue yakin in sama lo ya, yang mati duluan itu pasti dia, karena hidup dia itu cuma ngerepotin kita aja," ucap Rangga menatap sinis Evan.

"Heh kalo mau ngomong itu ngaca dulu, percuma kalo lo kaya tapi gak pernah beli kaca."

"Yang seharusnya ngaca itu anak sialan bin haram itu, udah tau dia itu cuma sampah di keluarga gue, masih aja caper sama keluarga gue."

"Bisa gak kalo ngomong itu di jaga?! Perlu gue sekolahin dulu mulut lo yang busuk itu hah?!"

"Gue mau di sekolahin? Maaf gue bukan orang miskin yang caper sama orang kaya, biar dia bisa ngambil semua harta keluarga barunya," Rangga terus saja melempar-lemparkan ucapan Eyres ke Evan.

"Jangan pernah salahin gue kalo suatu saat nanti gue lepas kendali buat bunuh lo," ucap Eyres degan penuh penekanan.

"Okey makasih info nya, mulai dari sekarang gue bakalan bikin bumerang buat lo, jadi sebelum lo bunuh gue, gue sendiri yang bakalan bunuh dia," ucap Rangga menunjuk Evan.

"Sekarang lo pergi dari rumah gue, gue gak bakalan nerima tamu yang sok polos di depan keluarganya, tapi munafik di luar."

"Tanpa lo suruh, gue bakalan pergi dari rumah miskin kaya lo ini, tapi setelah gue bawa pulang Abang gue," setelah mengucapkan itu Rangga langsung masuk ke dalam, tapi saat melewati tubuh Evan, tiba-tiba dia terjatuh karena Evan yang menarik kaki Rangga.

Brakk!!

"Huaaaa, abang!!" Teriak Rangga.

"EVAN!!"

Evan tersentak kaget saat tiba-tiba Alan memanggil namanya dengan lantang.

"Abang," lirih Evan.

Alan langsung membantu Rangga untuk bangun, Alan melihat ada memar di lutut Rangga, kenapa Alan tau ada memar di lutut Rangga karena Rangga sekarang menggunakan celana pendek.

"Apa-apaan?" Tanya Alan kepada dua orang yang masih terduduk di lantai.

"Dia duluan lan yang ngagetin kita sampai jatoh gini," ucap Eyres.

"Gimana gue percaya sama kalian, kalo gue sendiri yang liat Adek gue jatoh kaya tadi sama kalian."

"Lah kok Lo jadi gini sih?! Jelas-jelas dia sendiri yang bikin kita jatoh gini."

"Bong bang, si Evan bikin aku jatoh kaya tadi, kaki aku sakit banget."

"Kok gue sih, eh lo sendili yang mulai, Lo liat nih sikut gue beldalah kalena lo, kepala gue jadi kepentok lagi."

"Lo sendiri yang jatoh kok, kenapa lo salahin gue?"

"Tau, gelap bicala sama anak setan kaya lo,"  ucap Evan.

"Adek gue lo em---," ucap Eyres sambil mengacak-acak rambut Evan.

"EVAN!!"

"Gue gak pernah ajari lo sedikit pun kaya gini, seburuk-buruk nya dia, sia tetep saudara gue, dan mau gak mau lo harus Nerimanya."

"Abang kok belubah sih?"

"Gue gak berubah, tapi lo yang udah keterlaluan sama saudara gue."

"Gue kecewa sama lo lan," ucap Eyres.

"Bangun dek," Eyres membangunkan Evan yang ada di sampingnya.

"Terserah lo percaya sama gue tau nggak, tapi kalo lo masih anggap gue sahabat lo dan Evan Adek lo, seharusnya lo percaya kita bukan dia. Sekarang gue minta kalian pergi dari rumah gue, dan lo Alan gue kasih waktu buat lo renungin kesalahan lo."

"Abang gak salah, kenapa harus nurut banget sama bang ey?"

"Cungur lo bikin telinga gue sakit."











____________________________________

HALOOO gesss huhuuu akhirnya ketemu lagi kita...

Si Alan kenapa ya sampai kaya gitu?
Greget banget sama si Rangga ini ya Allah

PANGERAN CADEL [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang