"Akhilnya kenyang juga," ucap Evan sambil mengelus perutnya yang rata."Ya gimana gak kenyang orang kamu ngabisin enam bungkus dus roti sama donat sekaligus," ucap Alden sedikit menyindir tentunya. Dia tidak habis pikir dengan kelakuan Evan, ngabisin enam dus donat dan kue sekaligus tanpa mau membagi sedikitpun, tapi perutnya masih rata tidak terlihat buncit sama sekali.
"Eh gak kenyang deh, halusnya yang Evan makan itu ada tujuh dus, Dali Abang satu, Abang dua, Abang tiga, Abang empat, Abang lima, Abang enam, sama Abang tujuh, tuh 'kan benel tujuh, tapi kalena Evan baik jadi Evan sodahokin sama olang yang kelapalan," ucap Evan sambil menunjuk ke tujuh abangnya. Jangan heran kenapa Evan memanggil semua abangnya ini dengan angka karena keluarga ini banyak anggotanya jadi Evan susah mengingat nama satu-satunya, biar gampang Evan memanggil nama abangnya dengan angka, kecuali Alan.
"Dasar rakus."
"Bialin dali pada lo, maen ngambil-ngambil makanan olang aja," ucap Evan menatap Rangga.
"Itu milik gue ya bukan milik lo, jadi ya wajar kalo gue ambil, dasar orang gila."
"Milik lo dali mana? Jelas-jelas itu milik gue."
"Dia Abang siapa? Abang gue, jadi apapun yang dia punya itu milik gue bukan milik lo," ucap Rangga.
"Eh, balang Abang ya balang Abang, gak ada balang Abang balang lo juga."
"Bener juga nih bocil."
"Anjir mulutnya kaya motor GP aja lancar bener kalo soal nista in orang mah."
"Lo tuh ya masih kecil, banyak bacot, gue retakin juga gigi lo," ucap Rangga yang mulai kesal dengan Evan.
"Jangan panggil aku anak kecil paman," ucap Evan menirukan kata-kata kartun yang sering dia tonton di tv.
"Nyenyenyenyeneyenye."
"Huuuu, contoh olang yang kalah ngomong tuh kaya gini, pasti nyesek, aduh nyesek," ucap Evan sambil sedikit ber-drama memegangi dadanya.
"Rangga, baik ke kamar mu, ini sudah malam," panggil ayah Rangga yang berada di ambang pintu.
"Tapi Rangga mau sama Abang Sean ayah," ucap Rangga.
"Sean, temani adikmu tidur," perintah ayah Rangga kepada anak sulungnya. Dan di angguki oleh Sean. Setelah Sean dan Rangga keluar dari kamar Alan Shandy dan sang istri pamit untuk ke kamar mereka, tidak lupa mereka juga mencium kening Evan dan memperingati Evan untuk segera tidur.
"Ey, anterin dokter Alden ke kamar tamu," ucap Alan.
"Lah Napa gue Al? Kan yang punya rumah lo bukan gue."
"Heheh iya-iya gue anterin dokter Alden ke kamar tamu," lanjut Eyres sambil cengengesan karena Alan yang menatapnya dengan tajam.
"Tidur," ucap Alan sambil membaringkan tubuh Evan.
"Masih sole," protes Evan.
"Sore otak kau tinggal seperempat, tuh liat ini udah jam sepuluh, anak perawan gak boleh tidur terlalu malam," ucap Abi sambil menunjuk jam yang ada di nakas samping tempat tidur Alan.
"Kalena Evan anaknya ayah sama bunda ini anak baik jadi Evan mau tidul, Abang juga tidul tapi inget jangan peluk-peluk Evan lagi entar Evan sunat lagi punya abang lima kali," ancam Evan kepada Abi.
"Anjir ngeri, bisa abis sama depan gue kalo di sunat lima kali," ucap Abi melongo SEDIKIT membayangkan bagaimana nasib si Alex kalo sampai di sunat lima kali.
______________Beda suasana lagi juga di kamar Salwa dan Resti, keduanya sedang asik dengan dunianya sendiri. Salwa yang rebahan sambil membaca novel, tapi kata Salwa itu meskipun suka baca novel dia itu bukan kutu buku ingat bukan kutu buku, karena yang kutu buku itu si Resti, tiada malam tanpa belajar, makannya dia pake kaca mata saat belajar.
"Sate sate, sate sate," teriak pedagang dari luar.
"Res beli sate yuk," ajak Salwa saat menyadari ada jajanan di depan rumahnya.
"Ogah ah, gue lagi sibuk, lo aja sana," ucap Resti tanpa melihat ke arah Salwa.
"Ayo dong sebentar," Salwa menarik tangan Resti. Mau tidak mau Resti harus ikut membeli sate di depan rumah itu.
Saat mereka di luar, mereka melihat pedagang sate itu sedang melayani pembeli sate.
"Mang sate nya dua porsi, tapi yang satu gak usah pake bawang goreng," ucap Salwa, karena dia tau pedagang ini suka memberikan taburan bawang goreng di bumbu kacangnya ini.
"Siap, buat non Salwa mah mamang tau gak usah pake bawang, soalnya non Salwa alergi," ucap pedagang sate itu.
"Iya, itu tau mang hehe."
"Eh Sal, kok rumah dokter Alden sepi gitu ya?" Tanya Resti.
"Iya pada kemana lagi tuh, abis ngerusuh satu malam, sampai kita gak bisa tidur."
"Mana ada suara pecahan barang lagi kaya yang kerampokan."
"Gue bukan selpok ke itu, gue malah selpok ke suara yang aneh tau gak?"
"Aneh gimana?" Tanya Resti yang penasaran.
"Emang lo gak denger?" Tanya balik Salwa, dan hanya di balas gelengan oleh Resti.
"Gue selpok sama yang jerit-jerit nya, aduhhh bikin gue treveling tau gak," ucap Salwa.
"Yahh, kebiasaan lo, cuci dulu sana otak lo biar gak ngeres."
"Non ini satenya udah jadi," ucap pedagang sate itu sambil memberikan kantong kresek.
______________Tepat jam dua malam, Evan terbangun dari tidurnya karena tenggorokannya kering. Tapi saat akan minum dia melihat gelas nya sudah kosong.
Evan melirik ke sampingnya tepat di mana Alan tertidur dengan lelap, lalu dia melihat ke arah sofa, di sana Sansan tertidur dengan tengkurap dan mulutnya terbuka, sedangkan di bawah ada Eyres dan Abi yang tertidur saling berpelukan.
Evan turun dari ranjang pelan-pelan, dia mencoba membangunkan abi dan Eyres yang berpelukan, tapi abi dan Eyres itu kebo sekali jadi rasanya percuma membangunkan mereka. Evan beralih ke Sansan tapi hanya pergerakan kecil saja dan bergumam tidak jelas, biasanya Sansan paling mudah di bangunkan, mungkin hari ini dia kelelahan jadi tertidur pulas.
"Ya udah deh gue ke dapul sendili aja," ucap Evan.
Dia berjalan perlahan keluar dari kamar sambil mendorong tiang infusnya, infusnya belum di buka karena masa hukumannya baru berjalan tiga hari. Saat dia berjalan kepalanya terus melihat ke kiri dan ke kanan. Rumah ini sangat sepi dan sunyi sekali padahal rumah ini cukup besar, di tambah dengan beberapa lampu yang sengaja di matikan dan hanya beberapa ruangan saja yang lampunya si nyalakan.
Kakinya terus melangkah hingga tepat di awal tangga lantai dua, Evan harus membalikan badannya karena ada seseorang yang memanggil namanya.
"Mau kemana lo?" Tanya Rangga sambil melipatkan tangannya di depan dada.
"Kepo," jawab Evan.
"Kenapa ya, bisa-bisanya ayah sama bunda ngangkat anak kaya lo?"
"Mana gue tau tanya aja sama ayah sama bunda jangan sama gue."
"Hem, tenang aja, gue tau kok maksud lo datang ke keluarga gue buat apa, buat ngambil semua harta keluarga gue 'kan? Trik basi lo itu kebaca sama gue tau gak"
"Kalo ngomong itu di jaga, mati muda balu tau rasa lo," ucap Evan.
"Oh, lo mau rasain gimana mati muda? Nih lo rasain," ucap Rangga sambil mendorong pundak Evan. Evan yang belum siap dengan dorongan Rangga pun langsung oleng ke belakang.
"AAAAAK"
____________________________________
Haloooo.....
Part nya panjang ya kali ini, lagi mood banget buat nulis panjang heheh
Yok biar bikin mood Author baik VOTE dan KOMEN ya.Sepesial 10k dalam sebulan AU kasih tau IG pribadi Evan ya, jangan lupa di follow ya kawan, dan doa in juga soalnya dia sekarang lagi ujian kelulusan nih,
MANA DUKUNGANNYA BUAT EVAN YANG LAGI UJIAN GAYSSS....
KAMU SEDANG MEMBACA
PANGERAN CADEL [END]✓
Teen FictionDia milik ku. Dia milik kita. Dia milik kami. Dia untuk kita semua. Si nakal yang tidak tau apa yang namanya aturan, suka membantah, sering ngomong kasar tapi gak bisa nyebut R dan melakukan sesuatu dengan sesuka hatinya. Suka kabur dari rumah, bolo...