6.Maling yang hakiki

6.6K 496 1
                                    


Kini Eyres, Sansan, Abi, dan Alan menunggu di depan ruang yang di dalamnya ada seseorang yang sedang berjuang. Cukup lama mereka menunggu tapi tidak ada satupun perawat yang keluar sekedar memberikan informasi tentang adik mereka.

" Bi, mobil tadi lo dapetin dari mana?," Tanya Sansan memecahkan keheningan.

"Nyuri."

"Lo nyuri dimana? Bokap lo bangkrut apa gimana bi?."

"Balikin mobilnya sekarang," ujar Alan yang mulai bicara, bisa kacau dunia jika kalo sudah Alan bicara, mau tidak mau dia harus menuruti apa kata Alan.

"Itu mobilnya pak Gugus, tadi gue minjem mobil dia, dan gue udah nyuruh suruhan bokap gue buat ngembaliin mobilnya ke sekolah sekalian ganti mobil pak Gugus, tadi gue udah janji sama dia buat ganti mobilnya sama yang baru."

"Hah? Lo minjem mobil butut pak Gugus terus di ganti sama yang baru? Yang mahal? Otak lo kejepit apaan dah, tinggal ganti bengsinnya aja apa susahnya coba?," Tanya Sansan. Dia begitu kaget saat Abi dengan mudahnya memberikan pak Gugus mobil baru, padahal dia bisa mengganti bengsinnya saja tidak dengan mobil-mobil nya.

"Ya mau gimana lagi, gue udah terlanjur janji, lagian Ayah gue gak masalah."

"Ya--"

Clekk

"Gimana?," Tanya Alan langsung bertanya.

"Gak papa," jawab dokter yang menangani Evan.

"Yang jelas."

"Gimana saya mau jelas, kamu aja ngomongnya setengah-setengah."

"Cepet."

"Iya iya, sekarang kondisinya baik-baik saja, tadi maag nya kambuh, sekarang saya mau pindahin dia ke ruang rawat dulu abis itu kalian boleh menjenguknya."

"VVIP."

"Yah, ouh ya satu lagi saya mau ngucapin makasih banyak sama kalian karena sudah membawa pencopet cilik itu kepada saya."

Ke empat pemuda itu heran dengan ucapan dokter di hadapannya sekarang apa katanya pencopet?.

"Maksudnya dok gimana saya gak ngerti," tanya Abi.

"Kemaren malam dia masuk rumah sakit karena tangannya gak sengaja saya injek sampe terkena pecahan beling yang lagi dia punguti, saya bawalah kesini, pas pagi-pagi saya ada jadwal oprasi jadi saya tinggalkan dia sendirian dulu, tapi saya gak sadar kalo dompet saya ketinggalan di ruangannya, mungkin dia sadar langsung kabur membawa semua uang saya hingga tak tersisa, dan dia juga meninggalkan surat ini," Alden memberikan selembar kertas yang dia dapatkan dari dompetnya.

Dokter, dokter tuh paling baik deh, saya pinjem uangnya sebentar ya, saya lagi gak bawa duit buat ongkos pulang, entar kalo saya udah punya uang saya ganti ya, janji.

Makasih uangnya ya, udah ntar saya ganti kalo inget.

Eyres, Abi dan Sansan sudah menahan tawanya karena tulisan tangan Evan, sedangkan Alan hanya menampakan wajah datarnya, sebenarnya dia mau ketawa tapi dia terlalu gengsi.

"Berapa uang yang dia ambil?," Tanya Alan.

"Gak banyak--"

"Saya ganti."

"Gak gak usah makasih, mending kamu simpen uangnya, saya cuma mau dia yang bertanggung jawab."

"WOYY KENAPA GUE ADA DI SINII!!."

Teriakan yang begitu melengking berhasil membuat mereka semua terlonjak kaget. Alan bahkan sampai langsung masuk ke dalam untuk melihat Evan yang tiba-tiba berteriak.

"Kenapa?."

"Alan sialan lo, gue gak mau tau pulang sekalang juga."

"Gak."

"Pulang sekalang!"

"Nggak,"

"Pulang sekalang Alan."

"Sekali nggak ya nggak."

"Pulang, Sekalang. Atau. Gue nangis." Ancam Evan.

"Nangis aja."

Dan benar saja Evan menangis sejadi-jadinya seperti seorang bayi yang kehausan, tapi Evan tidak peduli toh orang di ruang rawatnya ini cuma ada Alan, Eyres, Abi dan Sansan jadi tidak terlalu malu.

"Si Alan ngajak ribut banget nih anak, udah tau si Evan kalo lagi sakit rewel banget malah di bikin tambah rewel, pengen gue tonjok tuh mukanya," Dumel Abi.

"Dek udah dong ya udah jangan nangis terus, malu sama orang-orang ya," ucap Sansan lembut. Yap memang saat Evan sakit mereka harus Extra sabar sekali dalam merawat Evan. Karena dia bisa saja menangis seharian tanpa henti melupakan makan dan hal lainnya.

"G...gue gak peduli ba...bang gue mau pulang! Huaaaa," ucap Evan di sela menangis histerisnya.

"Iya iya nanti kita pulang ya sekarang Adek istirahat dulu ya biar cepet pulang."

"Bentar jangan dulu istirahat," ucap Alden.

"Apaan sih lo dokter gadungan, orang pengen tidur juga  pake di tahan segela lagi," ucap Evan dengan penuh permusuhan.

"Ya istirahatnya entar saya mau nagih utang dulu sama kamu tuyul."

"Utang apaan, gue gak minjem uang sama lo," Evan mengerutkan keningnya, lebih baik dia pura-pura lupa saja lah dari pada di tagih kan Evan belum bayaran.

"Terus uang saya yang di ambil sama kamu itu apaan hah? Katanya kalo ketemu di ganti ini udah ketemu berarti kamu ganti uang saya dong."

"Ngaco nih doktel gadungan, udah jadi doktel gadungan, mau jadi penipu juga nih olang, kalo ia gue ambil uang lo mana buktinya hah?!," Evan menyodorkan tangannya ke arah Alden. Alden senang hati langsung mengambil dompetnya dan memberikan secuir kertas.

Evan meneguk Saliva nya, keringan dingin sebesar biji jagung mulai bercucuran, mukanya merah seperti tomat matang itu langsung di tatap oleh semua para iblis jahat.

Perlahan Evan langsung mengambil kertas itu dan membukanya, bagaimana ini.

"Van."

"A.. apaan, ini bukan tulisan gue," Evan melemparkan kertas itu ke arah kakinya yang tertutup selimut.

"Masa kok gue gak percaya ya?," Eyres mencoba mengejek Evan dulu sampai dia mau mengaku.

"Iya, kalo gak pelcaya lo liat sendiri aja," setelah mengucapkan itu Evan langsung menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

Tapi seketika selimut itu melayang dengan sendirinya dan terjatuh di lantai. Jantung Evan sepertinya sudah tidak aman lagi saat melihat tatapan tajam dari Alan.

Mata Evan mulai berkaca-kaca saat dagunya di cengkram dengan kuat oleh Alan.

"Siapa yang udah ngajarin ini sama lo."

Evan hanya menggeleng ribut.

"Lan Lan Lan udah," Abi melepaskan tangan Alan yang mencengkram kuat dagu Evan hingga meninggalkan warna kebiruan di sana.













___________________***________________

Up lagi nih...
Bentar ya baru pembukaan biasa masih adem ayem kagak ada apa apa tapi mungkin beberapa part yang akan datang nah di situ mulai lah author bakalan nambahin beban hidup Evan wkwk.

-salam kenal 'S'

PANGERAN CADEL [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang