#33: Mendadak Hampa

19.6K 1.4K 92
                                    

Maya merasa lega, meski sempat bertemu dengan laki-laki bajingan yang sudah membuat kemarahan menguasainya dalam sekejap mata, tapi begitu Maya sampai ke parkiran untuk menyusul Mama Dewi, rupanya kekhawatirannya itu sama sekali tidak terbukti.

Maya sempat merasa takut kalau Mama Dewi akan langsung berubah murung dan diliputi perasaan terluka, namun saat Maya membuka pintu mobil, senyum cerah justru menghiasi wajah Mama Dewi yang langsung meminta Maya untuk duduk bersebelahan dengan mama mertuanya itu.

Rupanya, tidak ada yang menceritakan soal kemunculan Yuda saat Maya sudah berada di dalam mobil. Bahkan Wahyu saja langsung menghidupkan mesin mobil—begitu memastikan Maya masuk—seolah ketertinggalan Maya tadi dikarenakan Maya baru saja ke kamar kecil, sama sekali bukan karena baru saja menahan Yuda. Entah apa yang Ratih katakan pada Wahyu saat Maya menghilang, Maya sendiri tak tahu, tapi Maya bersyukur tidak ada yang membahas si laki-laki bajingan itu karena memang itu adalah bahasan paling tidak penting sedunia.

***

Ratih sedang duduk bersama Maya di sebuah kafe yang ramai oleh pengunjung. Kemarin, Ratih sempat menelepon Maya dan mengajak Maya untuk menemaninya belanja di supermarket, dan rupanya Maya setuju. Sehingga setelah satu jam setengah dihabiskan untuk membeli kebutuhan harian, semua belanjaan itu ditaruhnya ke dalam bagasi. Lantas setelah itu, Ratih mengajak Maya untuk mampir ke kafe yang tidak begitu jauh dari area supermarket untuk mengobrol ini-itu. Dan jadilah keduanya duduk sembari menyeruput minuman dingin yang sedang hits dibicarakan orang-orang.

Dari situ, Ratih memberitahu Maya apa yang terjadi pada mamanya setelah satu minggu keluar dari rumah sakit. Ratih bilang, mamanya itu benar-benar mengabaikan semua bahasan tentang Yuda. Bahkan foto Yuda yang terpajang di rumah mamanya pun sudah dilepasnya dan dibuangnya ke gudang.

Ratih pernah sekali bercerita pada mamanya, betapa adiknya itu memang sangat bodoh, karena sudah melepas Maya yang cantik dan baik hati sebagai istrinya—semata-mata untuk memancing mamanya agar ikut mengkritik ataupun menghujat Yuda sekalian—namun yang terjadi justru di luar dugaan, mamanya langsung mengalihkan topik pembicaraan lain, seolah apa pun yang berkaitan dengan Yuda benar-benar tidak ingin didengarnya lagi.

"Aku tahu apa yang Mama rasain itu, Mbak, juga alasan kenapa Mama sampai bersikap seperti itu," kata Maya memberikan komentarnya setelah Ratih selesai bercerita.

Ratih tidak serta merta bersuara, karena saat mendengar komentar Maya tadi, seketika itu pula Ratih paham, kalau bahasan soal Yuda ini memang terlalu sensitif—terlebih untuk Maya. Sehingga suara Maya yang biasanya riang pun mendadak berubah tegas.

"Itu karena pembahasan soal laki-laki baji—" Kalimat Maya tertahan di tenggorokan. Dia berdehem pelan, sadar kalau lawan bicaranya sekarang adalah kakak dari laki-laki yang akan ia sebut sebagai bajingan. Meskipun Maya tahu Ratih mendukungnya, tetap saja darah lebih kental daripada air.

"Itu karena pembahasan apa pun yang terkait laki-laki itu, meski seburuk apa pun yang akan kita bahas, hanya akan berbalik seperti sedang menyakiti diri sendiri." Maya menatap kakak iparnya itu dengan pandangan lurus-lurus, sorot matanya tampak dipenuhi keseriusan.

"Itulah kenapa Mama berpikir untuk mengabaikan semua hal yang berkaitan dengan anak yang sudah mengecewakannya. Semata-mata sebagai perlindungan diri dari Mama agar tidak perlu terluka semakin dalam. Sekalipun Mbak Ratih memancing Mama untuk memberikan hujatan pada laki-laki itu, semuanya hanya akan dipandang Mama seperti sedang bermain-main dengan luka itu sendiri, selayaknya pisau yang ditancapkan berkali-kali ke jantung. Karena jika seseorang benar-benar sudah dilukai dengan teramat dalam oleh seseorang yang lain, bahkan membicarakan keburukannya saja sudah tak memberikan minat apa pun. Dalam situasi seperti itu, mengabaikan dan menganggap semua hal akan jauh lebih baik jika tidak dibicarakan adalah pilihan terbaik yang bisa seseorang itu ambil."

Harga Untuk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang