#50: Hukuman Berat

16.6K 1.1K 162
                                    

Tak ada tanda apa pun sebelumnya. Yuda selalu baik-baik saja dan tak pernah menunjukkan gejala sakit apa pun. Hingga siang itu, tiba-tiba saja Bu Dewi mendapat telepon dari Bu Rini yang mengabarkan bahwa anaknya masuk rumah sakit. Seketika saja Bu Dewi hampir kehilangan kesadaran kalau saja dia tidak memaksakan tubuhnya untuk tetap kuat.

Bu Dewi langsung memberitahukan kabar itu pada Ratih, meskipun pada akhirnya kondisi Bu Dewi jadi makin lemah—hingga Ratih sempat meminta mamanya beristirahat sebentar sebelum pergi ke rumah sakit. Mungkin sekitar lima belas menit kemudian, kondisi Bu Dewi sudah lebih baik dari sebelumnya. Napasnya sudah mulai teratur. Ratih pun bergegas menitipkan Arfan pada Gita yang sedang berada di rumah. Lantas mereka berdua langsung melesat menuju rumah sakit.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Yuda bisa sampai masuk rumah sakit?" Adalah pertanyaan yang langsung keluar dari mulut Bu Dewi begitu bertemu dengan Bu Rini yang sedang duduk sendirian di ruang tunggu IGD.

Meskipun Bu Dewi sudah jauh lebih tenang saat dalam perjalanan menuju rumah sakit. Namun nyatanya, saat akhirnya Ratih berhasil memarkirkan mobil dan menuju ke ruang IGD yang telah diberitahu oleh Bu Rini sebelumnya, tetap saja pertanyaan bernada cemas itu meluncur begitu saja.

"Yuda sudah pingsan saat saya datang berkunjung. Hingga akhirnya saya langsung membawanya ke sini," jelas Bu Rini—tanpa memberitahukan seberapa lamanya Yuda pingsan, karena itu artinya Bu Rini juga harus memberitahukan sikap tak peduli anaknya yang justru langsung kabur saat mengetahui Yuda sakit, bukan malah menelepon siapa pun untuk menjagai Yuda yang sakit itu sebelum akhirnya jatuh pingsan.

"Di mana Yuda pingsan?" tanya Bu Dewi lagi menginginkan penjelasan tambahan.

"Di rumah, masih di sekitaran ruang tamu. Yuda jatuh tertelungkup saat saya sama Alisha mengetuk pintu rumah yang ternyata tidak dikunci."

"Alisha?" Bu Dewi seolah baru teringat pada cucunya. "Di mana Alisha sekarang?"

"Alisha menunggu di depan bersama opanya, karena anak kecil dilarang masuk area rumah sakit."

"Lalu Maya? Apa Maya juga sudah diberitahu soal ini?"

Bu Rini menggeleng. "Maya masih bekerja, dan saya belum memberitahu kabar soal ini."

Bu Dewi terdiam, tidak tahu lagi harus menanyakan apa. Sebenarnya hal yang paling ingin dia tanyakan adalah hal yang sejak tadi mengganggu pikirannya, yakni: kenapa anaknya itu bisa pingsan? Sakit apa yang sebenarnya diderita anaknya? Tapi dari penjelasan Bu Rini barusan—yang menyebutkan bahwa Yuda sudah dalam keadaan pingsan saat ditemukan—seketika menjelaskan kalau Bu Rini juga tidak mengetahui apa pun.

***

Maya masih merasa syok saat mengingat kembali semua perkataan yang diucapkan putrinya sambil menangis tersengal-sengal. Bukan hanya membuat Maya kehilangan kata-kata, tapi jantungnya seolah telah berpindah ke bawah atau mungkin serasa berhenti berdetak, dan Maya mendadak linglung untuk melakukan apa pun.

"Maya..." panggil seseorang lembut, menyadarkan Maya dalam kebungkaman akan pikirannya yang kian tak menentu.

Seseorang itu adalah ibunya. Mereka berdua kini sedang duduk di kafe yang letaknya tak jauh dari gedung rumah sakit—hanya perlu melangkahkan kaki untuk sampai ke sana.

Saat sebelumnya Alisha mengatakan semua kata-kata yang tak pernah dipikirkannya itu dengan derai air mata membanjir, sekaligus Maya yang tampak begitu syok sampai kehilangan kata-kata, rupanya Pak Satria—yang mungkin merasa iba mendengar permintaan cucunya—memutuskan untuk membawa cucunya menjauh dari hadapan Maya. Hingga meninggalkan Maya berdiri mematung dengan air mata yang tahu-tahu sudah merembes keluar.

Harga Untuk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang