"Saya sudah bercerai dengan Maya," kata Yuda memberitahu.
Amanda yang baru saja membukakan pintu saat ada yang mengetuknya, langsung membelalakkan mata tak percaya mendengar kata sapaan Yuda yang teramat mengejutkannya itu.
"Apa maksud kamu?" tanya Amanda meminta penjelasan.
"Kemarin Maya menemui saya, dan dia menyuruh saya untuk menceraikannya, meskipun kami masih belum bercerai secara resmi, tapi saya sudah menceraikannya secara lisan."
"Dan kamu setuju begitu saja? Meskipun tahu kalau dia sedang mengandung anak kamu?" Amanda menatap Yuda penuh raut tak habis pikir.
"Itu permintaan Maya sendiri. Saya nggak punya pilihan. Bagaimana pun saya sudah bersalah, saya bahkan dilarang untuk bertemu dengan anak saya nantinya."
Amanda membuang napasnya agak keras. "Dari kemarin, aku udah memikirkan semuanya dengan lebih tenang, dan kupikir, kita memang seharusnya tidak perlu lagi bersama."
"Tapi saya sudah bukan suami Maya lagi."
"Lantas kenapa? Apa dengan begitu masalah jadi selesai?" Amanda menggelengkan kepalanya pelan. "Terlalu banyak pengorbanan yang harus kita lalui jika kita tetap bersikeras untuk bersama, Yud, dan aku merasa ... akan ada begitu banyak luka yang nantinya akan kita terima entah itu dari kita berdua, atau dari orang lain yang tersakiti karena kebersamaan kita."
Yuda mengusap matanya frustasi. "Setidaknya ... tolong ijinkan saya masuk ke dalam. Kita bisa membicarakannya lebih tenang jika kita berbicara sambil duduk di sofa sana," kata Yuda mengisyaratkan tatapan matanya ke arah sofa yang langsung tampak dari ambang pintu tempat Yuda masih berdiri.
Tipe kamar hotel yang dipesan Joe untuk ditempati Amanda selama berada di Indonesia ini memanglah bertipe junior suite room. Jenis kamar horel yang sengaja dipilih karena adanya ruang tamu yang bisa dijadikan tempat duduk Joe untuk bercakap-cakap santai dengan Amanda, tanpa harus keluar dari kamar.
Menyadari Yuda baru saja memberi godaan lain pada Amanda, tentu saja membuat Amanda enggan mempersilakan laki-laki yang berdiri di depannya untuk masuk ke dalam. Ada begitu banyak pertentangan dalam benaknya yang sejatinya masih belum benar-benar Amanda taklukkan. Semua perkataan Amanda tadi, bukanlah kepastian dari perasaannya sendiri, melainkan sebuah cara baginya untuk meyakinkan dirinya sendiri, bahwa memang itulah yang seharusnya ia lakukan.
"Apa pun keputusannya, tolong kita bicarakan lagi baik-baik. Saya sudah merasa bersalah pada Maya karena keputusan yang sudah saya ambil ini," kata Yuda seolah ingin meyakinkan Amanda yang masih tampak ragu apakah lebih baik mengijinkannya masuk atau tetap saja berdiri di ambang pintu seperti ini.
Sejak Maya datang kemarin pagi, yang juga menyuruhnya untuk menuruti dua permintaan Maya, Yuda benar-benar merasa kalau semuanya sudah kepalang basah, sehingga jalan satu-satunya adalah dengan menceburkan dirinya semakin ke dalam saja. Yuda sudah tidak mungkin mendapatkan permintaan maafnya diterima oleh Maya, karena siraman pupuk yang membuat Yuda harus mandi lima kali, sampai harus berendam dengan wewangian, tetap saja membuat hidungnya masih mencium aroma busuk pupuk itu.
Yuda juga mengurung diri sehari semalam untuk memikirkan betapa perkataannya itu sudah pasti melukai Maya. Bahkan saat akhirnya Yuda masuk ke dalam kamarnya, semua barang milik Maya sudah menghilang, hanya menyisakan barang-barang Maya yang dibelikan oleh Yuda yang sengaja ditinggalkan, seolah menjadi bukti bahwa Maya tidak butuh pemberian apa pun dari laki-laki yang sudah mengkhianatinya. Bahkan, Maya bukan hanya dikhianati, tapi juga dibohongi olehnya, sehingga Yuda harus rela mendapatkan kebencian Maya meski harus menanggung waktu seumur hidup lamanya.
Kini, setelah Yuda menyadari kesalahan fatalnya yang tidak akan pernah termaafkan, yang tersisa darinya adalah memperjuangkan perasaannya pada Amanda. Karena pangkal dari semua permasalahannya memang bermuara dari rasa cintanya yang tak juga hilang pada perempuan yang bernama Amanda ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harga Untuk Luka
RomanceMaya pikir, pernikahannya dengan Yuda yang diawali lewat perjodohan dari orang tuanya telah memberikan kebahagiaan sejati. Karena Maya benar-benar telah mencintai suaminya sepenuh hati. Namun pemikirannya itu langsung terpatahkan saat Maya mendapati...