#21: Pertunjukan yang Buruk

15.2K 1.4K 195
                                    

Seingatnya, dulu waktu SMA, Yuda pernah mempelajari teori peluang dalam mata pelajaran matematika yang membahas ukuran kemungkinan terjadinya suatu peristiwa dengan menganalisisnya secara numerik. Biasanya, ditandai dengan angka 0 dan 1.

Sekarang Yuda menyesal, kenapa dulu dia tidak serius mempelajari teori itu, sehingga kemungkinan yang didapatkannya ini tidak akan pernah terjadi jika Yuda sudah mengantisipasinya terlebih dahulu. Karena lihatlah sekarang, empat meter dari tempatnya berdiri, Yuda dibuat membeku seperti patung seolah dirinya baru saja dikutuk menjadi batu secara tiba-tiba setelah melihat perempuan itu.

Perempuan itu, yang tak lain adalah Maya sempat menatapnya sekian detik dengan ekspresi datar dan tak menunjukkan keterkejutan seperti yang ditunjukkan Yuda sekarang. Padahal bagi Yuda, entah sudah sepucat apa wajahnya saat ini, terlebih Yuda menyadari kalau jantungnya seolah baru saja merosot ke bawah. Seluruh indranya juga mendadak tegang, dan Yuda kehilangan kemampuannya untuk berbicara meski sekadar membuat bunyi 'A' sekalipun.

Sangat berbanding terbalik dengan Yuda, begitu pintu lift terbuka sepenuhnya, Maya justru menunjukkan gestur santai, dan bersiap melangkah keluar tanpa sedikitpun menampakkan sikap terganggu. Tatapannya tertuju lurus-lurus ke depan, mengabaikan dua orang yang sedang menatapnya laksana sedang melihat setan. Maya melangkah dengan anggun dan tenang. Emosi dan ekspresinya datar dan sama sekali tak bisa dibaca oleh dua orang yang sedang mengekori langkahnya yang mulai melewati mereka.

Tiba-tiba saja, ada entakan yang membuat langkah kaki Maya tertahan seketika. Seseorang baru saja memegang lengannya, dan rupanya itu sudah cukup membuat ekspresi datar Maya berakhir dengan cara yang menakutkan.

Karena secepat kilat, Maya langsung menepis sentuhan itu dengan gerakan kasar. Matanya berkikat-kilat dipenuhi amarah. "Jangan-pernah-menyentuh-saya!" hardik Maya tajam dengan menekankan setiap katanya seolah itu ketegasan yang takkan bisa dibantah oleh siapa pun.

"Saya minta maaf," jawab seseorang itu dengan wajah dipenuhi sesal. "Tapi ada hal yang harus saya bicarakan sama kamu, terlebih setelah saya sudah membuat pernikahan kamu hancur."

Ya, seseorang itu adalah Amanda. Sama seperti Yuda yang dibuat pucat pasi melihat kehadiran Maya di lantai yang sama dengan tempat tinggalnya, Amanda langsung berusaha mengendalikan diri dan berhasil mengambil langkah pertama untuk 'berbicara' dengan Maya.

Maya mengeluarkan tawa ejekan yang terdengar mengerikan di telinga Amanda, disertai dengan ucapan, "Setelah saya tahu kebusukan laki-laki itu, sayangnya saya sama sekali TIDAK PEDULI dengan pernikahan saya yang hancur itu. Dan perlu Anda tahu baik-baik, bahwa saya justru sangat bersyukur pernikahan itu akhirnya hancur!" Maya langsung berbalik untuk melanjutkan langkah. Tapi rupanya Amanda tidak menyerah dan bahkan mengejar Maya hingga berhasil menghadangnya.

"Saya mohon, beri saya kesempatan untuk berbicara sama kamu," pinta Amanda sungguh-sungguh. "Walaupun saya tahu persis bahwa saya sudah melukai kamu, tapi saya perlu untuk menjelaskan semua ini. Terlebih setelah kejadian sekarang, kita secara nggak sengaja dipertemukan di lantai ini pasti ada alasannya, dan juga saya akan menjelaskan kenapa kami berdua ada di sini sekarang."

Kali ini Maya mengeluarkan seringai dingin, kepalanya dimiringkan sedikit saat mulutnya mengeluarkan suara, "Kenapa bicara Anda seolah-olah saya peduli dengan semua itu, hah!?" 

Selepas kalimat itu diucapkan, ekspresi wajah Maya mendadak lebih tegas dan tajam dibanding sebelumnya. "Dengar dan camkan ini baik-baik di kepala Anda," kata Maya dengan tatapan menusuk yang sanggup membuat Amanda langsung menelan ludahnya susah payah. "Saya ... TIDAK PEDULI lagi soal laki-laki bajingan itu maupun Anda. Bahkan jika tadi saya melihat Anda berdua sedang telan-jang sekalipun, saya tetap TIDAK merasa terusik sedikitpun!" Kata-kata Maya yang diucapkan secara lambat-lambat namun penuh penekanan membuat raut wajah Amanda menegang.

Harga Untuk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang