#10: Keputusan

19.7K 1K 59
                                    

Amanda bersiap untuk berdiri. "Kalau begitu, ini akan menjadi salam perpisahan untuk kita. Karena malam ini, aku akan kembali ke Inggris. Jadi aku harap ... tidak akan ada apa pun lagi yang tertinggal setelah perpisahan kita ini." 

"Scrapbook," kata Yuda tiba-tiba, membuat Amanda jadi mengurungkan niatnya untuk berdiri.

"Seperti yang kamu bilang tadi ... jangan ada yang tertinggal lagi setelah ini. Jadi saya mau mengembalikan scrapbook yang dulu kamu titipkan pada saya," lanjut Yuda dengan tatapan mata yang sepenuhnya tertuju pada Amanda.

Mendengar soal scrapbook, Amanda jadi kembali diingatkan oleh masa lalunya saat dia menitipkan scrapbook itu pada Yuda. Entah kenapa perasaannya mendadak ngilu. Impiannya untuk membangun rumah di negara ini telah musnah. Tidak ada lagi yang tersisa untuknya di sini. 

"Baiklah, akan aku ambil lagi apa yang udah aku titipin ke kamu itu," balas Amanda akhirnya. 

Entah hanya imajinasinya saja atau bukan, tapi Amanda baru saja melihat Yuda mengembangkan senyuman aneh. Yuda tiba-tiba melihat jam tangannya, kemudian berkata, "Sekarang masih jam setengah tiga, masih ada waktu beberapa jam lagi sebelum penerbangan kamu berangkat."

Amanda mengangguk setuju. 

"Kalau begitu, bisa kamu ikut saya dulu untuk mengambil scrapbook yang saya simpan di rumah?" tanya Yuda membuat Amanda termenung. 

Jika rumah yang baru saja Yuda maksud adalah rumah orang tuanya, Amanda tentu tidak akan berani muncul. Bagaimanapun, dia sudah menghilang tanpa jejak. Sementara semua anggota keluarga Yuda sudah sangat mengenal Amanda. Jadi bagaimana mungkin Amanda menyanggupi permintaan Yuda untuk muncul di rumah itu dan mengejutkan anggota keluarga Yuda?

"Aku tunggu di sini aja, kamu bisa ambil itu dan balik lagi ke sini," kata Amanda akhirnya.

"Sekarang saya udah nggak tinggal bareng sama Mama. Saya udah punya rumah yang saya tempati sendiri. Jadi kamu nggak perlu kuatir kalau nanti kamu takut bertemu dengan keluarga saya."

Amanda sedikit terkejut mendapati Yuda seolah bisa membaca kegelisahannya. Tapi meskipun Yuda sudah mengatakan demikian, Amanda tetap merasa gelisah karena satu hal lagi.

"Istri saya juga sedang tidak berada di rumah. Saat ini dia sedang bekerja. Jadi kamu juga tidak akan bertemu dengan dia."

Lagi-lagi, Amanda dibuat kaget dengan ketepatan Yuda dalam memprediksi kebungkamannya. 

"Bukannya kamu sendiri yang bilang ini perpisahan terakhir kita. Jadi, apa kamu tidak masalah membiarkan scrapbook itu terus ada pada saya?" kata Yuda seolah memancing Amanda agar tidak bisa menolaknya lagi.

"Baiklah, aku akan ikut ke rumah kamu. Tapi hanya untuk mengambil scrapbook itu saja."

Yuda kembali menampilkan senyuman aneh. "Memangnya untuk apa lagi?"

Amanda tahu itu. Yang tadi hanya untuk meyakinkan dirinya sendiri kalau dia tidak akan mengganggu kehidupan Yuda. Jadi meskipun nanti Amanda akan berkunjung ke rumah baru Yuda yang ditempati bersama istrinya, hal itu sama sekali tidak akan mengganggu perasaannya. Dia sudah memutuskan untuk mengikhlaskan Yuda, dan melanjutkan hidupnya sendiri tanpa laki-laki itu.

"Aku perlu menghubungi seseorang dulu," kata Amanda saat Yuda sudah mulai berdiri.

"Siapa?" Yuda bertanya heran. 

"Dokter pribadiku. Aku ke sini bersama dengan dia. Meski kelihatannya aku sudah sembuh, tapi sebenernya aku nggak bisa lepas dari pengawasan dokter. Kemarin saja, aku bener-bener harus melakukan cek up untuk memastikan kalau kondisiku setibanya di sini tetap baik-baik saja."

Harga Untuk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang