#3: Kabar Bahagia

15.1K 933 10
                                    

"Gimana tadi kerjanya, Mas?" tanya Maya saat dia sudah berada di sebelah Yuda yang fokus menyetir.

"Lancar. Klien puas sama kinerja agensi kami," jawab Yuda tanpa mengalihkan tatapannya dari jalan.

"Syukurlah kalau gitu. Semoga aja nanti klien Mas tadi bakal pakai jasa agensi Mas lagi ya."

Yuda mengangguk sembari tersenyum kecil. Fokusnya tetap pada jalanan di depan sana.

"Oh ya, Mas, tadi kan aku cerita sama Riska, soal aku yang dateng bulannya masih lancar-lancar aja. Terus Riska bilang kalau doanya mungkin yang masih kurang. Jadi katanya jangan cuma usaha aja, tapi harus dibarengi sama doa juga."

Yuda mengangguk-angguk kecil, namun tidak memberikan komentar apa pun.

"Mungkin weekend nanti kita coba berkunjung ke Mama yuk, Mas. Aku mau coba nanya soal ramuan tradisional penyubur kandungan gitu. Soalnya denger-denger Mbak Ratih waktu awal-awal nikah juga dikasih ramuan sama Mama, terus nggak lama kemudian langsung hamil."

Yuda melirik Maya dengan kernyitan kecil di keningnya. "Mbak Ratih pernah cerita kayak gitu?"

"Iya, Mas. Waktu kita baru semingguan nikah. Waktu itu aku juga nggak terlalu merhatiin sih apa yang Mbak Ratih bilang. Makanya sekarang pas pernikahan kita udah jalan tiga bulan, kayaknya emang aku mesti nanyain soal ramuan itu deh."

"Ya sudah, hari sabtu lusa kita coba mampir ke Mbak Ratih saja."

Maya tersenyum cerah. "Makasih banyak, Mas. Aku bener-bener pengin kita cepet punya momongan, Mas. Biar rumah kita makin ramai."

Yuda tersenyum kecil, namun tidak berkata apa-apa lagi. Hingga sepanjang perjalanan menuju rumah, hanya Maya saja yang terus bercerita ini-itu, sementara Yuda akan menanggapinya dengan anggukan, maupun senyuman tipis.

***

Maya langsung menghubungi Mbak Ratih begitu sampai di rumah, dan mengatakan kalau hari sabtu ini dia akan datang berkunjung bersama Yuda. Sehingga saat hari sabtu tiba, Maya langsung bersiap dan sengaja mengemas pakaiannya untuk sekalian menginap di rumah mama mertuanya. Karena rumah Mbak Ratih dan rumah mama mertuanya memang bersebelahan.

Orang pertama yang menyambutnya adalah Arfan, anak kedua Ratih yang berusia enam tahun. Seusai bersalaman dengan Maya dan Yuda, Arfan langsung mengambil alih satu kresek makanan ringan yang dipegang Maya. Sebelum sampai ke sini, Maya memang meminta Yuda untuk mampir ke mini market dulu. Karena selama tiga bulan menjadi onty-nya Arfan, Maya langsung paham dengan kesukaan keponakannya yang akan langsung menagihnya untuk membawakan cemilan.

"Arfan! Jangan langsung lari. Bilang apa dulu?" tegur Ratih pada anaknya.

Arfan menghentikan langkah, berbalik kemudian berteriak dengan nyaring. "Makasih Ongkel Uda sama Onty Maya." Setelah mengatakan itu, Arfan kembali berlarian masuk ke dalam.

Maya tersenyum kecil mendengar ucapan terima kasih Arfan yang begitu imut di telinganya.

"Ya sudah yuk, May, langsung ke rumah Mbak aja," ajak Ratih sembari menggamit lengan Maya. "Mumpung jam segini Mama masih ikut senam, jadi kita bisa ngobrol dulu berdua."

Maya melirik suaminya, yang diikuti anggukan kecil dari Yuda. Setelah itu, Maya mengikuti langkah kaki kakak iparnya itu untuk masuk ke dalam rumah mama mertuanya, dan berbelok ke kiri saat pintu samping yang menghubungkan dengan rumah Ratih sudah terlihat. Sementara di sisi kanan sana menghubungkan dengan rumah Wahyu.

Sebenarnya bukan tanpa alasan rumah mama mertuanya memiliki pintu samping di kanan kirinya. Itu sengaja dibuat setelah mamanya diketahui menderita hipoksia, dan kedua anaknya yang sudah menikah itu merasa khawatir jika sewaktu-waktu gejala penyakit mamanya kambuh.

Harga Untuk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang