#22: Kenangan yang Muncul

14.5K 1.1K 112
                                    

Yuda perlu bicara dengan Amanda. Harus!

Ucapan merendahkan Maya yang mengatainya sebagai sampah busuk, sebenarnya tidak begitu mengusik Yuda. Karena dirinya sadar kalau Maya memang membencinya sedalam itu. Tapi yang ingin Yuda tegaskan di sini adalah kata-kata Amanda.

Ya, Amanda. Kenapa Amanda bisa selantang itu menafsirkan perasaan Yuda seolah perasaannya adalah gambaran film yang bisa disaksikan dengan mata telanjang? Lantas, apa artinya tangisan Amanda sebelum ini, yang mengatakan kalau dia siap melawan seluruh dunia untuk memperjuangkan cintanya pada Yuda? Tidak mungkin semua itu omong kosong belaka, bukan?

Tapi, saat Yuda bersiap untuk meminta pertanggungjawaban atas perkataan Amanda, perempuan itu rupanya sudah lebih dulu berdiri. Kemudian berjalan cepat-cepat menuju kamarnya. Meninggalkan Yuda yang terlambat melakukan pengejaran hingga akhirnya Yuda tertahan di balik pintu apartemen Amanda yang langsung dikuncinya rapat-rapat.

"Manda, tolong buka pintunya. Kita harus bicara," pinta Yuda sembari mengetuk-ngetuk pintu apartemen Amanda.

Namun tak ada jawaban apa pun. Yuda tak mendengar sahutan dari Amanda atau pun suara keberadaan Amanda. Hening. Benar-benar langsung membuat Yuda frustrasi. Sampai menit-menit berlalu Yuda berusaha mengetuk-ngetuknya berharap Amanda akan goyah, dan bersedia membukakan pintu, lantas menjelaskan alasannya. Namun harapan itu tak terwujud sampai Yuda tidak memiliki pilihan lain, selain berjalan pergi meninggalkan Amanda dengan seribu tanya yang menggantung di alam pikirannya.

***

Amanda membekap mulutnya sendiri agar suara tangisannya tidak mengalir keluar. Sejujurnya, ini terlalu menyakitkan baginya. Mencoba merelakan laki-laki yang sangat dicintainya untuk perempuan lain. Meskipun perempuan itu tadinya adalah istri sah dari Yuda. Namun tetap saja keputusan yang diambilnya untuk mengembalikan Yuda begitu menusuk-nusuk perasaannya.

Tentu saja, Amanda mendengar dengan jelas suara-suara yang diucapkan Yuda dari balik pintu sana. Dan dia berkeras hati untuk tidak akan membukanya.

Keputusan yang baru saja diambilnya bersifat spontan. Sama sekali tidak Amanda rencanakan. Tapi saat dia melihat sendiri raut wajah Maya yang memasang ekspresi acuh tak acuh, tiba-tiba saja berbagai ucapan Yuda saat menceritakan soal Maya langsung campur aduk di dalam pikirannya.

Amanda sudah mengatakan pada Yuda sebelumnya, jika pada akhirnya nanti perjuangannya harus berhenti, setidaknya dia tidak mau kalau itu berhenti secara sia-sia. Dan Amanda tidak mau masa bodoh dengan petunjuk-petunjuk yang diutarakan Yuda. Jika dia tetap bersikeras untuk memiliki Yuda, pada akhirnya tidak ada kebahagiaan apa pun yang bisa direngkuhnya. Karena Yuda akan terus-terusan dibayangi oleh sosok Maya, dan lambat laut perasaan itu akan tumbuh semakin besar, hingga akhirnya Yuda menyadari bahwa Maya adalah perempuan yang dicintainya saat ini.

Bukankah seseorang baru menyadari betapa berharganya orang lain saat seseorang itu pergi dari sisi kita?

Meski hatinya begitu kesakitan, tapi jika Amanda sudah bisa melihat endingnya, lebih baik dia memutuskan hal ini secepat mungkin. Jika masih ada sedikit saja harapan untuk Yuda kembali pada Maya, maka Amanda akan merelakannya. Karena cintanya pada Yuda memberinya kekuatan untuk melihat orang yang dicintainya bahagia meskipun bukan dengannya.

***

Maya sama sekali tidak merasa terusik sedikitpun, meskipun dirinya tahu kalau perempuan itu tinggal di lantai yang sama dengannya. Karena baginya, baik laki-laki bajingan itu maupun perempuan yang bersamanya sudah tidak memiliki arti sedikitpun bagi Maya. Jadi hal terbaik yang bisa dilakukannya adalah bersikap masa bodoh.

Seperti halnya hari ini, Maya sudah siap menyambut hari senin dengan melakukan rutinitas pekerjaannya seperti biasa. Maya keluar dari kamar apartemennya kemudian mengendarai ojek online untuk sampai ke kantor.

Harga Untuk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang