#7: Berhenti Menjadi Egois

16.7K 843 14
                                    

Meski sudah membangun rumah sendiri, tapi Yuda tidak lantas menempati rumah itu untuk ditinggalinya. Yuda hanya membiarkan rumah itu kosong. Hanya terkadang, Yuda sesekali datang mengunjungi rumahnya untuk membersihkan dan merawat tanaman yang ada. 

Ajaibnya, tidak ada yang bertanya perihal rumah yang dibangun Yuda begitu rumahnya sudah benar-benar jadi. Di saat kedua kakaknya datang untuk melihat-lihat, pun dengan mamanya yang ikut serta, tidak ada yang menyinggung sedikitpun soal konsep rumah yang dibangun Yuda itu. Seolah semuanya sepakat untuk tidak mengungkit soal Amanda. Walaupun sesungguhnya mereka langsung tahu hanya dengan sekali lihat, kalau Yuda tidak akan mungkin membangun rumah dengan konsep desain feminin seperti itu, jika bukan karena Amanda yang juga sudah dikenal baik oleh keluarga Yuda. 

Semenjak ayahnya meninggal, Yuda secara otomatis tidak pernah terang-terangan mencari Amanda lagi. Semua anggota keluarganya juga tahu, bahwa hal itu sudah menjadi bagian dari hukuman untuk Yuda karena di saat ayahnya masih hidup, dia terlalu fokus pada Amanda seorang.

Namun, di luar itu, Yuda sebenarnya tidak sepenuhnya kehilangan harapan untuk menemukan Amanda, hanya saja tidak terlalu menggebu-gebu seperti dulu. Yuda memang sudah sepenuhnya fokus untuk mengembangkan bisnisnya, hanya saja di sela-sela kewajibannya dalam memenuhi permintaan customer terkait jasanya, Yuda selalu menyelipkan soal iklan yang menyertakan scrapbook milik Amanda. 

Untuk alasan itu pulalah Yuda memantapkan segenap kerja kerasnya untuk mendirikan kantor yang bergerak dibidang periklanan. Semata-mata untuk memberitahukan kepada khalayak ramai barangkali sosok Amanda bisa ditemukan. Yuda berharap kalau di mana pun Amanda berada, saat dia melihat iklan yang menyertakan scrapbook milik Amanda itu, maka Amanda akan langsung menghubunginya.

Namun, harapan hanyalah tinggal harapan. Ketika usahanya semakin sukses dan dikenal luas oleh para relasi bisnisnya, iklan scrapbook yang sengaja dipasangnya untuk menarik kemunculan Amanda tidak pernah terwujud. Hingga tahun-tahun pun berganti. Yuda mulai dihadapkan dengan permasalahan baru. Yakni permasalahan terkait ibunya.

Semenjak ayahnya meninggal, kebahagiaan seolah telah hilang dari raut wajah ibunya. Sehingga saat Yuda pulang ke rumah setelah bekerja keras seharian, dia seringkali mendapati ibunya tampak murung dan tak memiliki gairah hidup. Apalagi saat dirinya mendapat kabar bahwa ibunya dilarikan ke rumah sakit karena sesak napas.

"Ibu Anda menderita penyakit hipoksia."

Kata-kata dari dokter itu membuat seluruh persendian tubuhnya menegang. Meski Yuda tidak tahu jenis penyakit apa itu, tapi firasat buruknya mengatakan bahwa penyakit yang disebutkan dokter tadi adalah penyakit yang berbahaya.

"Penyakit hipoksia ini terjadi sebagai akibat dari hipoksemia. Dengan kata lain, sebelum pasien menderita hipoksia, sebelumnya pasien sudah terkena hipoksemia terlebih dahulu."

Bukan hanya Yuda yang merasa jantungnya seolah melorot, di sampingnya, Ratih, juga ikut mendengarkan diagnosa dokter dengan mulut dibungkam karena kaget.

"Hipoksemia sendiri terjadi ketika kadar oksigen di dalam darah kurang dari batas normal, sehingga dapat mengganggu organ tubuh untuk berfungsi dengan baik. Biasanya gejalanya ditandai dengan gangguan pernapasan, anemia, kelainan jantung, obat-obatan tertentu atau karena berada di lingkungan dengan kadar oksigen rendah."

Meski belum sepenuhnya paham, tapi penjelasan dokter tadi setidaknya sudah bisa dipahami oleh Yuda maupun Ratih. Kemungkinan besar penyebabnya adalah anemia, karena memang ibunya memiliki riwayat anemia.

"Lalu apa yang harus kami lakukan, dok?" Ratih bertanya dengan nada cemas.

"Kami akan melakukan beberapa tes untuk mengetahui penyebab pastinya. Oleh karena itu, pasien diharuskan untuk rawat inap demi bisa dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh."

Harga Untuk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang