#32: Tak Punya Kekuatan

19.7K 1.4K 52
                                    

Yuda sudah keluar dari rumah sakit, mengurus semua biaya administrasinya sendiri dan tetap tidak diijinkan untuk menjenguk mamanya. Hanya saja, Yuda diam-diam melihat dari kejauhan di luar ruang perawatan mamanya.

Yuda melihat sendiri saat Ratih, Wahyu, Gita, bahkan Maya ada di sana. Namun Yuda hanya bisa menelan kekecewaan karena hanya dirinya saja yang tidak diijinkan menjenguk. Namun, Yuda merasa bersyukur karena keadaan mamanya membaik. Yuda bisa melihat sendiri raut wajah kakaknya yang tampak cerah. Jika tidak dalam kondisi baik, pastilah kakaknya memasang wajah sedih tak berkesudahan.

Hingga hari-hari berganti. Bekas pukulan yang diakibatkan Wahyu sudah mulai sembuh dan membuat lebam di wajahnya menghilang. Selama hari-hari itu pula, sekalipun Yuda tidak pernah lagi memikirkan Amanda, fokus Yuda sepenuhnya hanya tertuju pada mamanya.

Apalagi saat akhirnya Yuda melihat sendiri ketika mamanya sudah diperbolehkan pulang. Untuk pertama kalinya sejak Yuda didera perasaan bersalah karena sudah membuat mamanya masuk rumah sakit, dia tersenyum begitu lebarnya sampai membuat matanya berair. Mamanya tampak riang dan sedang bercakap-cakap dengan Maya yang ikut berjalan menyejajari kursi roda yang dipakai mamanya, dengan Ratih yang bertugas mendorong, sementara di belakangnya, ada Wahyu yang membawa tas besar. Yuda melihat semuanya dari tempat persembunyiannya. Kemudian tak lama, Wahyu meminta ijin untuk berjalan lebih dulu dan meninggalkan mereka bertiga.

Yuda melihat semua dari kejauhan dan merasa bersyukur dirinya masih diijinkan untuk melihat senyuman di wajah mamanya. Mungkin karena terlalu senang, Yuda jadi berpikir untuk muncul di depan mamanya untuk meminta maaf. Yuda yakin inilah saat yang tepat karena kondisi mamanya sudah sangat baik.

Akhirnya, setelah yakin bahwa Wahyu sudah pergi lebih dulu membawa tas besar itu, Yuda pun berusaha untuk menebus kesalahannya.

***

Delapan hari akhirnya terlewat sampai Bu Dewi dinyatakan sehat dan diperbolehkan untuk keluar dari rumah sakit.

Kabar bahagia itu tentu saja langsung disambut meriah oleh Ratih dan Wahyu, sehingga dengan segera Ratih langsung menelepon Maya dan mengatakan kalau jam tiga sore ini mamanya akan diperbolehkan pulang.

Ratih sampai lupa kalau hari ini adalah hari kerja, dan tentu saja Maya sedang bekerja. Namun saat jam baru menunjukkan pukul dua siang, Ratih justru dikejutkan oleh kemunculan Maya dengan wajah berseri-seri.

"Lho, kamu bukannya lagi kerja, May, harusnya kamu datang sepulang kerja aja," kata Ratih saat melihat Maya masuk menghampirinya.

Maya tersenyum. "Nggak apa-apa kok, Mbak, malah pas aku bilang sama Bos kalau sore ini Mama mau pulang dari rumah sakit, beliau langsung nyaranin aku buat pulang cepet, lho." Maya sudah sampai ke samping ranjang mama mertuanya dan langsung mencium tangan Mama Dewi.

"Gimana keadaan Mama sekarang?" tanya Maya dengan tetap memegangi tangan Mama Dewi.

Bu Dewi mengembangkan senyuman lebar, kemudian menggenggan jemari Maya dengan tangan satunya sembari berucap. "Sangat baik, apalagi setelah melhat kamu repot-repot bolos kerja buat ikut nganterin Mama pulang."

Maya tertawa. "Aku nggak bolos, Ma, aku udah dapet ijin dari Bos, jadi Mama jangan salah paham, oke?"

Bu Dewi mengangguk dramatis sembari menyunggingkan tawa. Tidak ada yang lebih membahagiakan saat dirinya sadar bahwa ada Maya yang menungguinya. Maya yang sudah dilukai dengan teramat dalam oleh anaknya sendiri. Maya yang harus menanggung semua luka itu sendirian karena tidak mau mereka semua tahu. Maya yang sudah dianggapnya seperti anak kandungnya sendiri.

"Oya, May, mumpung sekarang lagi di rumah sakit, kamu mau sekalian cek kandungan?" tanya Bu Dewi pada Maya.

"Jadwal cek kandunganku masih minggu depan, Ma. Mama nggak perlu khawatir karna aku selalu jaga kandunganku baik-baik kok."

Harga Untuk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang