Bagaimanapun, Maya tidak pernah membicarakan soal pengkhianatan Yuda pada siapa pun. Mungkin Riska pengecualian karena Maya sudah sangat percaya pada sahabatnya satu itu. Terlebih Maya memberitahukan Riska sebelum dirinya memiliki perjanjian dengan Yuda.
Sekarang, mengetahui Ratih sudah tahu perihal pengkhianatan Yuda, entah kenapa membuat Maya merasa beban di bahunya sedikit terangkat. Meskipun hal itu tidak menghapus luka yang ditinggalkan bajingan itu. Setidaknya, Maya tidak perlu berpura-pura lagi. Dia bisa bebas berekspresi tanpa perlu menyembunyikan kehancuran rumah tangganya.
"Hari ini, akhirnya Mbak tahu apa terjadi antara kamu sama Yuda, dan Mbak sama sekali nggak habis pikir dengan sikap adik Mbak itu yang sudah menceraikan kamu demi cinta di masa lalunya."
"Aku sendiri yang minta diceraikan, Mbak," ralat Maya dengan intonasi tegas.
Ratih akhirnya meregangkan pelukannya untuk menatap Maya. Buliran air mata yang masih tersisa diusapnya lebih dulu sebelum akhirnya berkata, "Tapi Yuda langsung setuju meskipun dia udah tahu kalau kamu lagi hamil."
Maya akhirnya memutuskan untuk kembali duduk di kursi panjang yang disediakan di halte. "Sekalipun dia nggak setuju, aku tetep bakal maksa dia buat nyerein aku." Tiba-tiba Maya tertawa dingin. "Selama ini ... aku udah begitu bodoh karena berpikir dia mencintaiku. Padahal selama ini cuma aku sendirian yang jatuh cinta seperti orang gila."
"May," Ratih akhirnya ikut duduk di samping Maya. "Apa pun yang terjadi, Mbak udah anggep kamu sebagai adik Mbak sendiri. Dan walaupun justru Yuda yang menjadi adik kandung Mbak, tapi sedikit pun Mbak nggak akan pernah ngebela dia. Mbak akan selalu membela kamu dan ada di sisi kamu, May."
Maya tersenyum tipis mendengar kata-kata lembut yang diucapkan Ratih padanya. "Makasih banyak, Mbak," ucap Maya lirih.
***
Hanya perlu waktu sekian jam saja sampai kabar pengkhianatan Yuda sampai ke telinga para orang tua. Yang pertama kali dengar soal itu adalah Bu Dewi. Setelah Ratih bertemu dengan Maya, Ratih kemudian mengajak Maya untuk ikut bersamanya ke rumah. Setelah itu, Ratihlah yang akan menceritakan perihal pengkhianatan Yuda pada mamanya.
Saat kembali ke rumah, Ratih sudah tidak melihat mobil Yuda di halaman rumah mamanya. Kalaupun masih ada, Ratih sendiri yang akan langsung mengusir adiknya itu dari rumah mamanya. Dibanding harus membiarkan Maya bertemu dengan adiknya yang jelas-jelas sudah menyakiti Maya tanpa ampun.
"Kamu dari mana saja sih, Ratih? Mama samperin ke rumah, tapi kata suami kamu, kamu pergi sendirian bawa mobil. Padahal Mama udah sengaja beli bayam sama tauge, katanya kamu pengin masak urap, eh malah ngilang gitu aja." Bu Dewi langsung menyemprot Ratih begitu anak sulungnya itu muncul di dapur seorang diri. Maya memang dibiarkannya untuk duduk menunggu saja di ruang tengah.
Ratih tidak berniat menanggapi omelan mamanya yang memang sedang mencuci bayam saat dirinya datang, karena hal yang akan diberitahukannya ini akan jauh lebih besar efeknya dibanding keinginan Ratih untuk memasak urap.
"Ma, Mama tolong sini dulu," ajak Ratih setelah sempat mematikan kran air dan meletakkan keranjang berisi bayam segar yang dipegang mamanya ke bak cuci piring.
"Lho, lho, kamu ini apa-apaan sih, bukannya bantuin Mama, ini malah narik-narik Mama kayak gini."
Ratih tidak menanggapi. Setelah akhirnya berhasil membuat mamanya duduk di kursi, Ratih yang juga ikut duduk di sebelahnya memegang kedua tangan mamanya dan menatap mamanya dengan sorot mata serius.
"Kamu ini apa-apaan sih, Ratih. Mama ini mau masak, kenapa malah kamu ajakin duduk gini."
Ratih menggeleng pelan. Mengatur deru napasnya senormal mungkin sebelum kata yang sudah mendesak tenggorokannya berhasil dikeluarkannya menjadi suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harga Untuk Luka
RomanceMaya pikir, pernikahannya dengan Yuda yang diawali lewat perjodohan dari orang tuanya telah memberikan kebahagiaan sejati. Karena Maya benar-benar telah mencintai suaminya sepenuh hati. Namun pemikirannya itu langsung terpatahkan saat Maya mendapati...