#15: Meninggalkan Semua Luka

23.9K 1.2K 46
                                    

Maya akhirnya berhasil sampai ke tempat ini, meskipun harus ia lalui dengan susah payah. Menahan semuanya selama hampir dua jam perjalanan. Setelah itu harus menyeret koper yang dibawanya sampai roda di koper itu macet akibat pasir yang mulai menjadi pijakannya masuk ke celah-celah roda. 

Maya akhirnya menyerah. Membiarkan kopernya tergeletak di atas pasir, lantas memutuskan untuk berjalan tergesa demi bisa beradu dengan gulungan ombak besar yang sudah siap menerjangnya. 

Seketika saja rasa asin yang berhasil masuk ke dalam mulutnya, juga rasa perih akibat hantaman ombak yang seolah menampar matanya, sekaligus menelusup ke celah hidungnya, membuat Maya kesusahan bernapas. Tubuhnya sudah ia dudukkan dan gulungan ombak yang lebih kecil menyapanya berkali-kali. Namun rasa sesaknya seperti Maya baru saja ditarik jauh ke dasar samudra, membuat napasnya kian tersengal. 

Jemari tangan Maya yang menggenggam pasir di bawahnya mengepal kuat, berusaha melawan rasa sesak yang seolah sedang mencekiknya tanpa ampun. Dengan segenap perasaan yang sejak tadi ditahannya kuat-kuat, Maya akhirnya berhasil mengeluarkan suara itu.

Dan jelas itu bukan suara cicitan kecil. Sama sekali bukan. Itu suara jeritan panjang yang seolah sedang menantang ombak. Setiap kali Maya menjerit keras-keras, ombak besar akan langsung menghantam wajahnya. Namun tak lantas membuat Maya takut, karena ia kembali mengeluarkan suara yang tersisa di tenggorakan. Menegaskan pada alam yang tak henti-hentinya menerjang tubuh ringkihnya, bahwa dia tidak akan pernah tumbang hanya karena hal semacam ini. Tidak sama sekali.

Setelah setengah jam lamanya Maya bertarung dengan deburan ombak, akhirnya Maya dinyatakan kalah. Suaranya tak bisa keluar lagi. Serak dan panas. Maya lantas terisak-isak. Air matanya sudah bercampur dengan air laut, sehingga Maya tak bisa membedakan rasa asin yang masuk ke mulutnya entah berasal dari air laut atau dari air matanya sendiri. 

Setelah Maya keluar dari rumah laki-laki brengsek itu, dia langsung menyetop taksi. Kemudian memikirkan satu tempat di mana ia akan meluapkan semuanya sekaligus. Sempat terpikir Maya akan pergi ke puncak gunung, kemudian berteriak sekeras mungkin untuk melampiaskan semua rasa sesak di dadanya. Namun, Maya tak sanggup untuk melalui perjalanan untuk sampai ke sana. Maya takut kalau pertahanannya akan runtuh lebih dulu. Sehingga pilihannya jatuh pada laut yang pernah dikunjunginya saat ia mendapat tugas untuk menemui customer di wilayah ini.

Maya sempat dibuat takjub saat pertama kali datang ke tempat ini. Alamnya masih tampak alami karena lokasinya cukup tersembunyi dari tempat wisata. Hanya warga lokal saja yang tahu tentang area ini. Terlebih ombak yang datang juga sangat besar sehingga area ini tidak diperuntukkan untuk dijadikan rekreasi keluarga.

Maya tidak pernah menduga kalau kedatangannya kali ini justru terlihat begitu menyedihkan. Selama berhadapan dengan laki-laki brengsek itu, Maya sudah berusaha sekuat mungkin untuk terus-terusan bersikap dingin, memiliki sorot mata setajam mungkin, juga raut wajah yang sengaja dikeraskan agar semua luka yang menancap hatinya bisa ia sembunyikan dengan baik. 

Berhasil. Maya memang berhasil melaluinya dengan sempurna. Bahkan terlalu sempurna sampai akhirnya penjelasan dari laki-laki brengsek itu mengacaukan semuanya. Benteng yang Maya bangun untuk tidak menunjukkan kelemahannya runtuh. Ucapan demi ucapan yang diterimanya seolah belati tajam yang ditancapkan ke setiap inci bagian tubuhnya. Rasa sakit dan luka yang didapatkan Maya terlampau banyak sehingga Maya tidak bisa terus-terusan berakting bahwa dia baik-baik saja. 

Sekujur tubuh Maya begitu kesakitan. Rasa sakit yang bukan hanya meremas hatinya saja, tapi seolah mempermainkan jantungnya hingga membuat dentuman kacau yang memaksa untuk meledak. Maya berteriak sekeras mungkin untuk melawan semua rasa sakit yang membelenggu jiwa raganya. Dirinya sadar, jika tidak seperti ini, ia pasti akan ditelan oleh rasa sakit atas luka yang mungkin akan diterimanya seumur hidup. Dan Maya tidak mau itu terjadi.

Harga Untuk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang