Maya tak bisa berkonsentrasi pada apa pun, pikirannya selalu tertuju pada putrinya yang masih tidak bersedia untuk bertemu dengannya. Bahkan pagi tadi, saat Maya sengaja datang ke rumah Yuda untuk menjemput putrinya berangkat sekolah, tapi justru yang keluar dari balik pintu adalah ibunya.
Memang, sejak kemarin ayahnya menelepon Maya, rupanya ibu Maya jadi memutuskan untuk pergi ke sana. Pergi ke rumah Yuda untuk bertemu Alisha dan mencoba 'berbicara' dengan Alisha. Namun hasilnya tetap sama, Alisha tetap tak mau bertemu dengan Maya. Meski begitu, Bu Rini memutuskan untuk ikut menginap di sana, untuk mengurus Alisha selama berada di rumah Yuda.
"Tadinya, Alisha udah sama Ibu buat siap-siap berangkat, May, tapi begitu denger suara kamu pas ngetuk-ngetuk pintu, Alisha langsung lari dan masuk ke kamar," kata Bu Rini menjelaskan setelah membukakan pintu untuk Maya.
Tentu saja mendengar itu hati Maya serasa tertikam. Bahkan meski hari telah berganti, putrinya masih tidak bersedia menemuinya, justru langsung kabur hanya dengan mendengar suaranya saja. Bagaimana mungkin hati Maya tidak terluka mengetahui hal itu?
"Apa yang harus aku lakuin sekarang, Bu?" keluh Maya dengan nada frustasi. Sepertinya semalaman Maya tidak bisa tidur dan hanya menangis saja, sehingga Bu Rini bisa melihatnya dengan jelas raut wajah Maya yang begitu pucat, dengan kantong hitam di sekitar matanya yang sekaligus tampak bengkak.
"Ibu juga udah coba bicara sama Alisha, May, tapi malah Alisha terus menggeleng-gelengkan kepalanya saat Ibu membujuknya agar bersedia menemui kamu. Bahkan saat Ibu tanya ke dia kenapa dia nggak mau ketemu sama kamu..." Bu Rini menatap Maya prihatin. "...jawabannya kurang lebih sama seperti yang dia katakan saat di rumah sakit kemarin."
Maya langsung menutup mulutnya, dan matanya mendadak berkaca-kaca. Bu Rini jadi merasa tak tega melihat anaknya yang tampak begitu rapuh itu, hingga dia meraih kepala Maya untuk didekap dan ditenangkannya dengan penuh kasih.
Selama beberapa menit ke depan, kedua orang itu masih tetap berdiri di sekitar pintu sambil berpelukan. Hingga kemudian, Maya mengusap wajahnya dan menarik tubuhnya dari dekapan ibunya. "Aku mau coba bicara sama Alisha dulu ya, Bu."
Bu Rini mengangguk, lantas membiarkan Maya memasuki ruangan. Mungkin ini pertama kalinya bagi Maya masuk ke rumah Yuda, karena selama ini Maya selalu menjemput atau mengantar Alisha paling dekat hanya sampai pintu masuk saja, tidak pernah sampai masuk ke dalam. Dan saat hari ini Maya melangkahkan kakinya ke dalam, Maya merasa seperti berada di tempat yang sangat asing.
Ruang tamu yang baru saja dilewati Maya itu lebarnya separuh dari lebar keseluruhan rumah ini, namun selain seperangkat sofa dan mejanya sebagai tempat menerima tamu, tidak ada aksesoris apa pun di ruang tamu itu. Hanya melihatnya sekilas saja, Maya bisa merasakan suasana dingin dan sepinya ruang tamu ini. Kemudian, ingatannya mendadak tertuju ke masa bertahun-tahun lalu saat Maya pernah menempati rumah yang ditinggali olehnya bersama Yuda dulu.
Dibandingkan dengan ruang tamu ini, rasanya seperti saling bertolak belakang karena ruang tamu di rumah laki-laki itu dulu begitu penuh dengan barang-barang yang tergantung, tertempel maupun tertata sebagai hiasan ruangan. Sementara ruangan ini justru sangat mencerminkan kepribadian laki-laki itu yang serius dan tak suka berbelit-belit.
Mengingat soal itu, Maya cepat-cepat menghapus bayangan soal masa lalunya yang tidak pernah sekalipun muncul dalam ingatannya lagi, dan memutuskan untuk melewati ruang tamu dan menuju ke ruangan lainnya.
Saat berhasil melewati ruang tamu, kini Maya berada di ruang tengah, dan ternyata auranya sangat jauh berbeda dengan ruang tamu yang dilewatinya tadi, karena suasana di ruang tengah ini justru tampak begitu hidup. Lebarnya masih separuh lebar rumah ini, dan kebanyakan dindingnya telah penuh dengan pigura berisi foto-foto Alisha—beberapa di antaranya juga foto Alisha bersama laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harga Untuk Luka
RomanceMaya pikir, pernikahannya dengan Yuda yang diawali lewat perjodohan dari orang tuanya telah memberikan kebahagiaan sejati. Karena Maya benar-benar telah mencintai suaminya sepenuh hati. Namun pemikirannya itu langsung terpatahkan saat Maya mendapati...