#24: Sudah Menjadi Bodoh

13.9K 1.3K 134
                                    

Yuda tidak tahu kenapa semuanya mulai berjalan ke arah yang rumit.

Pada awalnya, Yuda yakin kalau Amanda benar-benar sudah bersedia untuk bersamanya, menunggu semua masalah teratasi dan pada akhirnya mereka berdua akan menikah dan hidup bahagia. Namun rasanya, hal itu mulai menjauh dari kenyataan yang dia harapkan.

Meski pada hari selasa lalu Amanda akhirnya bersedia bertemu dengan Yuda lagi, tapi hal itu tak menjadikan perasaan Yuda tenang. Karena Amanda tidak mau membicarakan apa pun terkait ucapannya pada Maya waktu itu. Amanda jadi lebih banyak diam, dan hanya sebatas menanggapi perkataan Yuda dengan ekspresi datar saja.

Yuda tahu, ada sesuatu yang sedang dipikirkan Amanda dalam-dalam, tapi Amanda sama sekali tak ingin membaginya pada Yuda. Hanya saja Yuda tak henti-hentinya mengingatkan bahwa dirinya takkan pernah melepaskan Amanda entah dengan alasan apa pun.

Dan kejadian hari jumat kemarin, saat mamanya memarahinya gara-gara tak ikut liburan bersama Maya, membuat Yuda jadi semakin kelabakan untuk memutuskan apa yang seharusnya dia lakukan.

Maya memang sudah berakting dengan sangat baik, sampai akhirnya orang tua mereka pulang ke rumah masing-masing, barulah Maya menampilkan aura kebenciannya dan memutuskan untuk langsung bergegas keluar dari rumah Yuda, setelah sebelumnya sempat berkata, "Jika kejadian seperti itu sampai terulang lagi, mungkin saya akan memilih untuk membongkar semuanya dibanding harus menyentuh tangan Anda lagi!"

Yuda bisa melihatnya sendiri betapa tidak relanya Maya telah mencium punggung tangan Yuda meski hanya untuk berpura-pura. Mungkin tangan Yuda sudah diibaratkan gerombolan belatung yang hanya dengan melihatnya saja sudah membuat Maya teramat jijik.

Hari ini, Yuda berencana untuk menemui Amanda. Meski mungkin suasananya masih akan sama seperti kemarin-kemarin, tapi itu lebih baik dibanding dia tidak bisa bertemu dengan Amanda sama sekali.

Tepat pukul sembilan pagi, Yuda sudah bersiap untuk keluar rumah, tapi ponselnya lebih dulu berbunyi, dan ada nama kakak pertamanya yang muncul di layar ponsel. Yuda memutuskan untuk mengangkatnya, tanpa memiliki kecurigaan atau firasat apa pun.

"Iya, Mbak?" sapa Yuda langsung begitu telepon tersambung.

"Cepat datang ke rumah sekarang juga!"

Hanya satu kalimat itu saja, tak lebih. Telepon langsung ditutup sepihak. Hanya saja Yuda sempat menangkap nada marah dalam suara kakaknya. Membuat Yuda jadi bertanya-tanya heran.

Akhirnya, tujuan Yuda yang pada awalnya akan menuju ke tempat Amanda, berganti menjadi pergi ke rumah mamanya. Meski sepanjang perjalanan menuju rumah mamanya itu, Yuda dibuat kebingungan dengan apa yang sebenarnya ingin kakaknya sampaikan.

***

Maya tidak menduga, rasa capek dari hasil liburannya tiga hari kemarin akan berefek separah ini. Maya kesulitan bangun karena kakinya pegal, dan mendadak perutnya terasa mual. Hingga akhirnya Maya memutuskan untuk istirahat saja, dan tak berniat untuk pergi kemana pun.

Kalau saja kehancuran pernikahannya sudah diketahui oleh orang tuanya, Maya pasti tidak akan tinggal seorang diri di sini. Ayah-ibunya pasti akan menyuruhnya untuk pulang ke rumah.

Maya jadi berharap kebusukan mantan suaminya itu bisa segera terbongkar, meski bukan melalui mulutnya.

***

Yuda terperangah.

Bukan, rasanya seperti ada cambuk yang baru saja dilucutkan dengan keras ke tubuhnya. Bukan juga, rasanya seperti serangan petir yang menyambar tubuhnya hingga gosong. Masih bukan, perasaan syok yang memenuhi dadanya rasanya memang tak bisa digambarkan oleh kata apa pun.

Harga Untuk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang