Mungkin kata-kata Ratih memang ada benarnya. Bahwa semuanya memanglah membutuhkan waktu. Luka yang Yuda ciptakan di hati Maya terlalu dalam sampai rasanya luka itu menciptakan lubang yang sudah menembus sampai ke inti bumi. Dan pastilah butuh waktu yang sangat banyak untuk menutup lubang yang sangat dalam itu.
Harus Yuda akui, tindakannya saat menemui Maya selepas kepulangannya dari Inggris, adalah tindakan yang bodoh dan spontan dan sekaligus egois. Mungkin karena perasaannya masih sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada Amanda, sehingga Yuda jadi sangat terburu-buru ingin bertemu dengan Maya, tanpa memikirkan resiko apa yang akan didapatkannya.
Kali ini, saat Yuda sudah berada di kamarnya sendiri—setelah sempat membasuh tubuhnya yang kotor dan penuh luka, kemudian menggantinya dengan pakaian yang bersih—Yuda bisa merenungkan tindakannya dengan lebih bijaksana, karena ucapan Ratih terus menerus terngiang dalam pikirannya.
Benar, semuanya memang butuh waktu. Dan Yuda tidak bisa seenaknya saja merasa menyesal, kemudian berharap Maya akan semudah itu memaafkannya. Karena itu hanya akan menjadi tidak adil untuk Maya—untuk semua luka yang telanjur didapatkan perempuan yang pernah dengan sangat tulus mencintainya.
'...Semuanya butuh waktu. Kamu bisa menebus penyesalan kamu itu dengan tindakan-tindakan yang lain, tanpa perlu melakukan hal bodoh...'
Yuda benar-benar memikirkan kalimat kakak sulungnya itu dengan sungguh-sungguh. Jika dia masih memerlukan waktu untuk mendapat maaf dari Maya, maka sesuai perkataan Ratih, Yuda bisa menebus penyesalannya dengan tindakan-tindakan yang lain.
Tindakan. Ya, Yuda mulai mengerti maksud dibalik arti kata itu. Jika dirinya memang masih tidak bisa muncul begitu saja di depan Maya, maka mungkin Yuda harus menunjukkan kesungguhannya lewat sesuatu yang lain, sesuatu yang dilakukan tanpa melibatkan sosok Yuda yang masih sangat dibenci oleh Maya.
***
Maya kini tahu dengan pasti. Alasan kenapa Ratih mulai senang menanyakan sesuatu yang sedang dia inginkan atau dia butuhkan namun masih belum terwujud. Awalnya Maya senang-senang saja menceritakan berbagai keinginan konyol maupun serius sebagai bentuk percakapannya dengan Ratih. Namun, Maya jadi ingat betul saat akhirnya dia bertemu dengan Ratih di hari libur, kemudian kakak iparnya itu mengajak Maya untuk mencoba dessert mangga yang sempat hits.
"Kenapa Arfan nggak diajak sekalian, Mbak?" tanya Maya berbasa-basi, karena Ratih hanya datang sendirian tanpa membawa serta anaknya.
"Iya, Arfan sama Dino lagi ikut sama papanya ke tempat omanya di Bekasi."
Maya mengangguk-angguk kecil. Kemudian matanya langsung bersinar-sinar cerah saat melihat pelayan menyajikan dua gelas besar dessert ke meja mereka. Dessert itu berisi jus mangga, whipped cream, es serut mangga yang diberi potongan buah mangga di atasnya. Maya langsung tak sabar untuk mencicipi jus mangga dingin yang dipadukan dengan penambahan whipped cream yang membuat rasa manisnya berbeda dengan jus mangga pada umumnya.
"Yakin nih, kamu pesen segelas aja? Nggak mau nambah segelas lagi?" komentar Ratih yang melihat adik iparnya langsung menikmati dessert dengan penuh kelahapan.
"Boleh deh, Mbak, aku pesen segelas lagi," balas Maya ringan. Tangannya tetap asyik mengaduk dan menyuapkan potongan mangga ke mulutnya.
Ratih langsung tertawa, tapi kemudian melambai pada pelayan untuk disajikan satu gelas dessert mangga lagi.
"Kayaknya sebelum hamil, nafsu makan kamu nggak sebesar ini kan, May? Mbak inget banget soalnya, pas kamu masih belum hamil terus kita makan bersama di rumah mama, biasanya kamu selalu makan dengan nasi yang sedikit kan?"
Maya meresapi rasa manis yang masuk ke dalam mulutnya, kemudian menatap Ratih untuk menjawab pertanyaan tadi. "Iya bener banget, Mbak. Aku juga heran sama nafsu makanku sendiri yang berubah drastis semenjak hamil. Makanya sekarang Ibu juga suka masak nasinya dilebihin karena porsi makanku jadi dua kali lipat lebih banyak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Harga Untuk Luka
RomanceMaya pikir, pernikahannya dengan Yuda yang diawali lewat perjodohan dari orang tuanya telah memberikan kebahagiaan sejati. Karena Maya benar-benar telah mencintai suaminya sepenuh hati. Namun pemikirannya itu langsung terpatahkan saat Maya mendapati...