#11: Sesuatu yang Mengejutkan

20.3K 1.1K 66
                                    

"Biarkan saja," cegah Yuda saat melihat Amanda berniat mengejar Maya. 

Amanda menatap Yuda heran dan bertanya, "yang tadi itu istri kamu kan?"

Yuda mengangguk.

"Kalau gitu aku bakal jelasin ke istri kamu itu, biar dia nggak salah paham."

Yuda menggeleng. "Nggak perlu. Itu justru akan mempermudah buat saya menceraikan Maya."

Amanda menatap Yuda tak percaya. "Kamu tadi lihat sendiri kan? Wajah terluka istri kamu itu?" Ada jeda sebentar. "Seharusnya kita nggak perlu ngelakuin apa pun, selagi kamu masih berstatus sebagai suami orang." 

"Saya hanya ingin mencegah kamu pergi," kata Yuda membela diri. "Saya tahu saya sudah menyakiti Maya, tapi keputusan saya untuk menceraikan dia sudah bulat. Jika pada akhirnya Maya harus tahu lebih awal soal hubungan saya sama kamu, itu akan jauh lebih mudah bagi saya untuk menceraikan dia."

"Tapi aku juga perempuan, Yud. Aku bisa ngerasain apa yang istri kamu rasain sekarang. Dia pasti sama terlukanya seperti aku dulu, saat aku dengar kamu menikah sama perempuan lain."

Yuda menghela napas panjang. Meski kelihatannya tenang, tapi sebenarnya Yuda juga sama cemasnya seperti Amanda. Dirinya benar-benar tak menyangka kalau Maya akan pulang ke rumah, dan melihat dirinya sedang berciuman dengan Amanda. Tapi jika Yuda sampai harus mengejar Maya, itu artinya Yuda harus siap kehilangan Amanda, dan dia tidak mau itu. Jika memang harus memilih antara Maya dan Amanda, Yuda pasti akan langsung memilih Amanda tanpa ragu. Yang membuatnya ragu sekarang adalah bagaimana cara Yuda menjelaskan pada keluarganya kalau dia akan menceraikan Maya demi bisa menikahi Amanda. 

Apa berterus terang saja tidak cukup untuk membuat Yuda terbebas dari masalah? Terlebih Yuda tahu betul, bagaimana mamanya sangat menyayangi Maya sebagai menantunya. Juga Mbak Ratih yang sangat dekat dengan Maya yang sudah seperti adik kandungnya sendiri.

"Saya akan coba berbicara baik-baik sama Maya, hanya saja tidak sekarang," ucap Yuda setelah terdiam cukup lama. 

Satu tangan Amanda memegang kepalanya seolah bingung bagaimana harus menyikapi ini. Di tengah rasa bingungnya itu, tiba-tiba saja Amanda merasakan nyeri di kakinya karena sejak tadi terus berdiri tanpa alat bantu apa pun. Tongkatnya masih tergeletak di lantai gara-gara pelukan tiba-tiba Yuda beberapa saat sebelumnya.

"Aww.." Amanda mengerang kesakitan, dan tubuhnya mulai merosot ke bawah. 

Yuda langsung sigap memegangi Amanda, lantas bertanya dengan nada cemas. "Kamu kenapa?"

"Kakiku tiba-tiba aja kram. Kayaknya aku perlu istirahat sebentar."

Mendapat jawaban seperti itu, Yuda langsung mengangkat tubuh Amanda untuk dibawanya ke atas ranjang. 

"Tolong bawa aku keluar dari kamar ini aja, aku nggak mau bikin kesalahan yang sama seperti tadi," protes Amanda saat Yuda baru akan membaringkan Amanda ke atas kasurnya.

Yuda tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya kembali membopong Amanda untuk dibawanya ke luar kamar. Lantas setelah matanya menangkap sofa yang ada di ruang santai, Yuda langsung menurunkan tubuh Amanda ke atas sofa. 

"Makasih," ucap Amanda kemudian. 

Yuda mengangguk pelan, namun tetap berada di samping Amanda dengan posisi berlutut. 

"Kamu sering ngalamin kayak gini ya?" tanya Yuda merasa khawatir. Tatapan matanya tertuju pada kaki Amanda yang sedang dipijatnya dengan lembut. 

"Sekarang udah nggak terlalu." Amanda mengalihkan tatapannya yang tadinya melihat gerakan tangan Yuda yang memijat kakinya menjadi menatap wajah laki-laki di sampingnya. "Dibanding soal kakiku, aku masih nggak bisa tenang mikirin soal istri kamu tadi."

Harga Untuk LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang