Percakapan akhir sewaktu di warung Bu Mimin
Sontak Aliyah kaget mendengarnya. Kamel? Ternyata Kamel yang membuat dua orang yang berteman menjadi bermusuhan? Akan tetapi, hubungan antara Kamel dan Arash tetap baik walaupun sudah berakhir.
“Kamel keliatannya baik sama Arash.”
Angga mengedikkan bahunya, “Itu dia ke Arash, bukan ke gue.”
Aliyah menoleh ke sebelahnya, melirik Adel. Apa itu maksudnya Angga dan Kamel berperang dingin?
“Jadi, sebenernya tujuan lo nyari masalah sama Arash dan temen-temennya itu apa?” tanya Aliyah, yang disetujui dengan anggukan oleh Adel.
“Nggak ada, cuma pengen main-main aja,” jawab Angga enteng. “Kurang aja rasanya kalau nggak nyari musuh.”
“Kurang kerjaan lo, tau, nggak? Jantung gue jedag-jedug kalau denger pacar gue berantem,” sahut Adel sedikit emosi.
“Ah, elah. Laki nggak berantem kurang macho,” balas Angga dengan wajah tanpa dosanya.
Setelah bercakap-cakap, Angga pamit sebab pesanannya sudah siap. Sekalian pemuda itu membayarkan makanan Adel dan Aliyah. Sepihak tanpa persetujuan, tahu-tahu Bu Mimin berkata sudah dibayar oleh Angga.
Waktu itu, Aliyah dan Adel jadi tahu. Bahwa Angga masih punya hati nurani dibalik sifatnya yang gemar mencari gara-gara dengan geng Arash. Entah apa tujuannya, suka-suka Angga saja.
“Trus lo percaya sama Angga?”
Ya, Aliyah menceritakannya pada Arash. Menjawab teka-teki Aliyah yang kesurupan saat itu. Arash mendengarkannya, terkadang sambil menghela napas.
“Ya, percaya,” kata Aliyah dengan polos.
“Ada yang kurang,” ungkap Arash.
“Apa?”
“Bukan maksud gue buat nikung, tapi Kamel yang lebih milih gue. Gue nggak tau sebelumnya Angga suka Kamel,” aku Arash. Angga tidak salah mengatakan ia menikung, memang mungkin begitu bahasa kasarnya.
Aliyah mengangguk paham. “Baikan sana sama Angga. Masalah kayak gitu doang diperbesarin.”
“Nggak bisa, pacar. Angga yang nggak mau temenan sama gue lagi,” ucap Arash gemas.
“Ya, udahlah, terserah,” ketus Aliyah.
“Mon maap, Pak, Buk. Ini kursi saya, bisa minggat ke Papua, nggak?”
Keduanya sama-sama menoleh pada Fairy yang menyilangkan tangan di dada. Gadis tomboi berseragam dengan topi yang dimiringkan itu menatap datar pasangan yang berpacaran pagi-pagi di tempat duduknya.
“Petarung dateng,” celetuk Arash dan langsung berdiri. Lalu, ia menoleh pada sang pacar. “Pacar, gue ke kelas dulu, ya. Lo baek-baek di sini, jangan selingkuh.”
“Apaan, sih, Rash,” ketus Aliyah lagi. Cowok itu membuat Aliyah malu saja.
Arash terkekeh, ia mengacak-acak pucuk kepala gadis itu sebelum kembali ke kelasnya. Lalu, Arash melirik Fairy, “Jagain pacar gue, ya, Fe. Kalau ngelirik cowok lain, patahin aja tangan cowok itu.”
“Iya, alay lo!” tukas Fairy diakhiri cibiran.
Fairy menghempaskan badannya di kursi kayu miliknya, bersamaan dengan Arash yang keluar dari kelas mereka. Namun, dari arah pintu entah angin apa yang lewat, Melati si mantan bule Arash menggandeng lengan Arash tanpa berdosanya.
Aliyah hanya bisa menghela napas. Orang seperti Melati tidak akan berpengaruh jika dilawan, lebih baik ia biarkan saja atau malah Melati sendiri yang mengamuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
With(out) Strawberry (COMPLETED)
Teen FictionJUDUL SEBELUMNYA 'STRAWBERRY MILK' Bagi Aliyah Afifa, susu stroberi adalah hidupnya. Sehari tanpa susu stroberi bagai insan tanpa pasangan, serasa ada yang kurang. Termasuk menerima Arash sebagai pacarnya, disogok dulu dengan iming-iming susu strobe...