Hari ini Pak Sutejo, guru yang merangkap semua bidang melakukan inspeksi keliling. Beliau berjalan sambil membawa gunting di tangan kiri dan rol panjang di tangan kanannya. Matanya seolah menjadi bunglon yang bisa melihat ke segala arah. Memeriksa serinci mungkin siswa yang tampak olehnya.
“Arash, itu baju tolong masukin. Mau saya coret baju kamu?”
“Iya, Pak.”
“Yoga mana Yoga? Itu rambut kamu kenapa diwarna-warna? Emang kamu pikir kamu keturunan Eropa?”
“Rambut saya yang pengen diwarnain, Pak.”
“Saya nggak mau tau, besok rambut kamu harus hitam lagi!”
“Oke, Pak.”
“Fairy, astaga! Kenapa bawa topi yang bukan dari sekolah? Simpan topinya jangan dipake.”
“Baik, Pak.”
“Brunooo! Apa itu di telinga kamu, Bruno? Nggak usah gegayaan kamu ditindik-tindik segala itu telinga!”
“Iya, Pak, ini saya lepas.”
“Fadhil, mana ikat pinggang? Pergi sekolah ikat pinggang dipake!”
“Saya nggak punya ikat pinggang, Pak. Punyanya ikat pinggul.”
Suara bagai petasan Pak Sutejo semakin menghilang. Murid-murid akhirnya bernapas lega. Setiap kesalahan tidak lepas dari mata Pak Tejo. Bagi yang berada di dalam kelas, dia selamat dari teguran guru seni budaya itu. Pasalnya Pak Sutejo hanya berkeliling di sepanjang koridor saja.
Namun, yang namanya guru, Pak Sutejo tahu kapan waktu yang pas untuk diadakan razia dadakan. Keberuntungan yang memihak padanya, semua murid hari ini banyak yang berkeliaran di luar kelas sebelum bel masuk berbunyi.
Ada yang duduk di kursi depan kelas. Ada yang bergosip ria di depan pintu. Ada yang pacaran melalui jendela kelas, berbicara lewat jendela yang kepala cowok masuk ke celahnya. Bahkan ada juga berselfie yang dilakukan oleh kaum cewek di koridor.
Arash membalikkan tubuhnya, tadinya dia sedang mengobrol dengan Yoga dan Fadhil di pembatas dinding depan kelasnya.
“Mau ke mana lo, Rash?” interupsi Yoga.
“Ke kelas cewek gue dulu,” jawab Arash tetap melangkah.
Sontak Yoga menoleh pada Fadhil. “Ayo, kita susul ketua balap kita!”
“Ayo!”
“Let’s go!”
“Let’s gooo! Araash, tungguin akikaa!!”
Dua pemuda dengan kapasitas otak yang sama itu terhenti di depan pintu kelas Aliyah. Arash sudah masuk, tetapi tidak dihambat oleh Adel dan Putra yang berpacaran di depan kelas.
Pasangan itu malah membucin di depan pintu. Seperti tidak ada tempat lain saja.
Anehnya, Adel malah menutup akses masuk mereka dengan tangan yang direntangkan ke sisi tengah pintu. Wajahnya tampak menantang melihat manusia yang ingin ke kelasnya adalah Yoga dan Fadhil.
“Ini masuknya pake password?” bingung Fadhil. “Kopi nggak perih di lambung,” celetuknya.
Adel melepas satu tangannya, membolehkan Fadhil masuk. Padahal bukan maksud memakai kata sandi dahulu sebelum ke kelasnya.
Tangan Adel memegang erat tepi pintu. Tidak mengizinkan Yoga masuk.
“Gue password-nya apa, ya?” tanya Yoga ke dirinya sendiri. “Yoga ganteng anaknya Zayn Malik.”
Adel menggeleng keras, “Legenda dilarang masuk!”
Yoga otomatis bingung, “Legenda apaan?”
“Lelaki gendaman janda.”
KAMU SEDANG MEMBACA
With(out) Strawberry (COMPLETED)
Fiksi RemajaJUDUL SEBELUMNYA 'STRAWBERRY MILK' Bagi Aliyah Afifa, susu stroberi adalah hidupnya. Sehari tanpa susu stroberi bagai insan tanpa pasangan, serasa ada yang kurang. Termasuk menerima Arash sebagai pacarnya, disogok dulu dengan iming-iming susu strobe...