Gelap. Senyap. Itu mendeskripsikan keadaan ruang Aliyah saat ini. Berbekal lampu kamar yang sengaja tidak dihidupkan, sementara Aliyah sendiri berbaring di atas ranjang dengan menyamping. Pikirannya kosong.
Setelah dibawa pulang oleh Arash, gadis itu langsung ke kamarnya. Mama dan papanya tidak ada, sedangkan Cheiko masih bermain di luar. Aliyah masih menyimpan kunci cadangan agar bisa masuk ke rumahnya.
Sejenak Aliyah merasa miris pada dirinya sendiri. Terlihat seperti manusia yang ingin dijemput Tuhan tak lama lagi. Tidak punya semangat hidup, bahkan tidak mau melakukan apa-apa.
Ceklek!
“Pacar, lo mau minum susu?”
Aliyah sampai lupa pada makhluk ganteng satu itu. Dia membuka pintu kamar Aliyah dan menawarkan sesuatu. Memang Arash belum balik ke rumahnya lantaran masih ingin bersama Aliyah.
Gadis itu mengangguk lesu. Ia berjingkat saat Arash mencondongkan badannya untuk membantu Aliyah bangun dari tiduran. Sebuah susu dengan kemasan tak biasa meliputi indra penglihatan Aliyah. Matanya mengerjap tak percaya, brand minuman berlogo negara luar? Korea?
Walau keadaannya lesu, tetapi tidak menghilangkan senyum di wajahnya. “Makasih, Arash. Kamu selalu nepatin ucapan kamu.”
Lama Arash hanya menatap kedua iris mata sayu gadis itu. Jari-jarinya bertengger di pipi Aliyah sembari mengelusnya. Sebuah kecupan singkat mendarat di kening Aliyah. “Diminum susunya, ya. Gue sedih, loh, pemberian gue dianggurin berjam-jam.”
“Iya,” jawab Aliyah diiringi senyum simpul. “Kamu nggak ke tempat Kamel?”
Arash menggaruk tengkuknya yang terasa gatal. Simbol dia sendiri ragu untuk memberitahu. Keduanya mengalihkan atensi pada nada dering ponsel yang berasal dari saku celana Arash.
Pemuda itu mengeluarkan ponselnya, lalu menghela napas kala melihat si penelepon. “Kamel nelfon. Gue angkat nggak apa-apa, kan?”
“Angkat aja.”
Dengan sengaja Arash menghidupkan pengeras suara ponselnya. “Ya, Mel?”
“Lo terus aja ngaret. Kali ini lo ngaret dua jam! Gimana, sih, Rash? Niat punya nilai bagus, nggak? Ngaret mulu kerjaan lo. Mending gue ke rumah lo aja!”
Arash sontak melirik Aliyah. Mereka sekilas berkontak mata dan Arash kembali membalas ucapan Kamel. “Ya, maap. Gue ada urusan tadi. Gue lupa bilang sama lo.”
“Tuh, kan. Ini yang gue males dari lo. Kapan jadinya? Gue cuman bilang gue nggak bisa malem, gue nemenin nyokap jalan.”
“Bentar. Nanti gue kabarin lagi.”
Tut.
Arash mematikan panggilan secara sepihak. Dipastikan Kamel meracau-racau di seberang sana.
“Pergi aja. Aku nggak pa-pa.”
“Serius?” tanya Arash. Memastikan keadaan Aliyah dengan mengecek matanya.
“Iya.”
Bahu Arash merosot lesu. Sudah dua hari dia meniadakan latihan bersama Kamel. Arash juga sudah menyetujui Kamel tadi di sekolah. Tidak mungkin ia absen lagi untuk kali ini. Kamel yang jelas-jelas anaknya ambis, membuat Arash tidak enak hati merencanakan cabut dengan mudahnya.
Aliyah menyesap susu stroberinya. Membiarkan Arash bersih-bersih dahulu sebelum beranjak. Pemuda itu menghidupkan lampu kamarnya. Menghadirkan debu dan sampah kecil yang berhasil ditangkap mata. Ini sudah jelas, Aliyah tidak mengurusi kamarnya sejak punya banyak pikiran. Arash geleng-geleng kepala. Bisa-bisa pacarnya nanti terkena penyakit karena mempunyai ruang tidur yang jauh dari kata rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
With(out) Strawberry (COMPLETED)
Fiksi RemajaJUDUL SEBELUMNYA 'STRAWBERRY MILK' Bagi Aliyah Afifa, susu stroberi adalah hidupnya. Sehari tanpa susu stroberi bagai insan tanpa pasangan, serasa ada yang kurang. Termasuk menerima Arash sebagai pacarnya, disogok dulu dengan iming-iming susu strobe...