13. Sama-Sama Kehilangan

594 41 18
                                    

Selesai salat subuh, Citra sudah berdiri di halaman belakang rumah dengan setelan rutinitas minggu paginya. Polo shirt berwarna hitam, jogger pants abu-abu, dan sepatu sport merah. Setelan dari atas sampai bawah berharga mahal yang saling melengkapi.

Wanita setengah baya itu menggerakkan tubuhnya secara teratur, mengatur napasnya, dan kembali lagi melakukan bentuk pengulangan. Keringat telah bermunculan di pori-pori wajahnya. Suhu tubuhnya sudah mulai meningkat, udara dingin tidak lagi menerpa kulitnya.

Pagi-pagi begini memang waktu yang tepat untuk berolahraga, agar badan semakin sehat dan awet muda. Tidak seperti cucunya yang selesai salat malah menggelepar kembali di atas ranjang.

Citra masuk ke dalam rumahnya, waktu olahraga sudah habis dan ia akan membuat teh dengan kadar gula yang rendah. Usai menyeduhnya, Citra membawa gelas itu ke meja ruang tengah.

Namun, langkah Citra berhenti lantaran ada sesuatu yang tak terduga tampak di depan matanya. Sebuah buket bunga terkapar indah di meja. Citra menaruh teh panasnya, tangannya beralih memegang benda cantik dan wangi itu.

“Ini punya siapa?”

Citra mengernyit. Tadi malam, dia tidak menemukan adanya buket bunga itu di ruang tengah. Apa ini punya Mbak Tina yang bekerja paruh waktu di rumahnya? Rasanya mustahil, suami Mbak Tina tidak mungkin salah alamat mengirim kejutan.

Apa buket bunga itu punya Arash? Si cucu kesayangan lahir dan batinnya?

“Nggak mungkin punya Arash. Dia, kan, nggak punya pacar. Kalau punya pun, emang ada yang mau sama dia?”

Puas bertanya pada dirinya sendiri, Citra memandang lagi buket bunga di tangannya.

“Pasti kesurupan dulu, makanya mau sama Arash.”

Setelahnya Citra tersenyum senang, seperti mendapat undian mendadak. “Nenek muda mantannya Shawn Mendes ini kayaknya tau bunga ini mau dikemanain.”

🍓🍓🍓

Usai sarapan dan duduk sebentar memberi ketenangan perutnya yang baru diisi nutrisi, Aliyah ingin melanjutkan rencananya. Hari ini ia akan membuat strawberry cupcakes. Aliyah sangat senang, mood-nya naik berkali lipat.

Apalagi susu stroberi, semangat Aliyah menjadi spesies primata semakin menggebu-gebu.

Aliyah membuka kemasan transparan yang membungkus stroberinya. Setelah itu, ia mengeluarkan alat dan bahan untuk membuat kuenya. Jika makanan dari hasil kerjanya sendiri terasa enak, Aliyah akan membaginya juga pada Arash, pacarnya.

“Kak Al mau buat apa?”

Bocah berusia sepuluh tahun itu mendekati dapur lantaran melihat kakaknya sudah berdandan seperti koki dengan topi tabung putih menjulang tinggi di kepalanya. Tidak biasanya sang kakak bergaya demikian saat memasak.

“Kakak mau bikin kue stroberi,” jawab Aliyah seadanya. Dijelaskan dengan menyebut jenis kuenya pun, Cheiko tidak akan ingat ke depannya.

Mata bulat Cheiko mengerjap-ngerjap, “Iko boleh bantu, kan, Kak?”

Aliyah berjalan ke arah adiknya, tersenyum lebar. “Iko beneran bisa bantu kakak?”

“Bisa dong, Kak. Kan, cita-cita Iko mau jadi chef, trus ketemu sama Chef Juna,” ujar Cheiko dengan bangga.

Ya, Cheiko menjadi peminat berat Chef Juna karena menjadi korban mamanya yang sering menonton ajang kompetisi memasak terbesar se-Indonesia di layar kaca televisi.

Aliyah bergumam, berpikir perihal tugas yang akan diberinya untuk sang adik. “Kamu duduk. Bantu kakak pisahin stroberi dari daunnya.”

“Oke. Siap, komandan!”

With(out) Strawberry (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang