6. Ulet

728 41 6
                                    

“Negaaan...”

“Neganteng.”

“Negan ganteengg!”

“Negaaan, main, yuk!”

Subjek yang dipanggil berulang kali itu keluar dari rumahnya. Mata sembabnya terlihat seperti baru bangun tidur dan rambutnya yang acak-acakan. Dua manusia yang berisik di depan pagarnya ialah Fadhil dan Yoga. Sementara Arash dan Putra hanya duduk manja di atas motor mereka.

“Buset, Gan! Kita udah bilang mau main ke rumah lo, ngapain lo tidur?” ucap Arash sambil menatap Negan yang menggeser pagarnya.

Otak teman-temannya memang terletak di dengkul semua. Sudah jelas pagarnya tidak digembok, tapi tidak mau masuk sebelum Negan yang membukakannya untuk mereka. Definisi tamu adalah raja, harus dilayani dan dimanja.

Pertanyaan tidak tahu waktu itu, dijawab Negan dengan melirik jam tangannya. “Janji jam dua, dateng jam lima.”

“Hehehe ...” cengiran itu berasal dari Fadhil, tentu pasti dia yang menjadi dalang dari keterlambatan ini. Makhluk super tidak disiplin dalam kegiatan apapun.

“Si Fadhil pake ngerokin babehnya segala,” ucap Yoga.

“Kan, biar dapet ijin, Ga,” balas Fadhil.

Pagar terbuka lebar, Arash dan Putra memasukkan motor masing-masing. Selebihnya menumpang, hemat bensin dan tidak keluar modal katanya. Langsung menyelonong duduk di sofa, tanpa menunggu Negan yang masih di teras rumah.

“Gue minumnya jus jambu, Gan,” sambut Arash.

“Kalo gue frappuccino ya,” timpa Yoga.

“Gue vodka, deh,” sambung Fadhil.

“Lo kata ini bar, vodka-vodka segala?” tanya Putra dan menghadiahi toyoran di kepala Fadhil. “Gue amer aja, Gan.”

“Yee ... si muncikari!” serbuan bantal melayang bertubi-tubi ke wajah Putra.
Belum sampai lima menit empat manusia itu berada di rumah Negan, ruang tamu sudah berantakan. Bantal-bantal berserakan, suasana menjadi hidup karena adanya mereka. Orang tua Negan jarang pulang, Negan yang anak tunggal harus tinggal di kediaman megah seorang diri. Tidak ada asisten rumah tangga, Negan yang memintanya.

“Gue pesenin pizza sama minumnya sekalian, gimana?” tanya Negan menawarkan. Pastinya tidak akan ada yang menolak.

“Nggak usah nanya-nanya, Gan, langsung pesen!” seru Yoga tak tahu diri.

Di rumah Negan tempat yang paling bebas untuk berkumpul. Tidak ada rasa tidak enak untuk berisik. Di sebelahnya terdapat rumah kontrakan tingkat dua yang diisi beberapa mahasiswa. Salah satu usaha orang tua Negan yang jatuh ke tangan Negan.

“Eh, Putra. Tumben lo nggak nge-like postingan mbak selebgram itu- siapa, sih, namanya?” heboh Fadhil membuka topik pembicaraan.

“Ya kali gue pantengin postingannya lagi. Pendek umur gue dicekik Adel,” jawab Putra.

Fadhil terbahak, “Usulan lo mantep juga, bikin gue lemes malem-malem.”

Sebuah bantal melayang ke arah Fadhil. “Lemah lu!” sosor Arash.

Yoga menggeleng bangga, “Keluar di dalem, dong. Lo pada lemah di luar mulu!”

“Lo pernah di dalem? Dalem mana?” tanya Putra penasaran.

“Dalem mimpi.”

“Si babi!” tak hanya bantal, beberapa bungkus rokok kosong milik Negan sama-sama mereka lemparkan ke Yoga.

Sambil menunggu makanan yang dipesan dari ponsel Negan, banyak kehebohan dan sorakan mengisi rumahnya. Negan tersenyum tipis, mengingat hanya empat laki-laki itulah yang memberi keramaian dan suasana yang berbeda di hidupnya. Tempat tinggal seluas ini, punya sunyi yang sangat kental, apalagi jika sendirian.

With(out) Strawberry (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang