“Cheiko!”
Bocah yang sebelumnya memandang lurus jalanan itu sontak menoleh ke kiri. Dahinya mengernyit kala kakak yang jago bermain PS memanggil dari balik pagarnya. Cheiko berjalan mendekat. “Kenapa, Kak?”
“Aliyah ada di rumah?”
Mendadak Arash mencibiri dirinya. Dia bagai seorang pengecut yang hanya berani bertanya keberadaan perempuan tanpa menemuinya langsung.
Lagi pula, Arash juga tidak berkeinginan menemui gadis itu. Ia hanya perlu tahu apa Aliyah baik-baik saja.
Air muka Cheiko berubah, terlihat menyendu. “Kak Al pergi subuh-subuh, trus nggak pulang sampai sekarang.”
“Nggak pulang?” ulang Arash, “dia ada bilang ke mana, nggak?”
“Nggak ada, Kak. Mama papa sedih Kak Al nggak di rumah.”
Ke mana gadis itu? Setahu Arash, tadi ia melihatnya di sekolah. Hanya sekilas saat Aliyah lewat di koridor kelasnya. Jam pulang pun Arash langsung menjalani hukumannya. Selepas itu, Arash segera ke rumah.
Apa gadis itu butuh waktu sendiri?
Setelah kejadian malam itu, hubungan keduanya jadi merenggang. Aliyah yang sibuk dengan permasalahannya, dan Arash yang masih belum bisa berdamai pada dirinya sendiri.“Kak Ar bisa bawa Kak Al pulang, nggak? Iko kangen soalnya. Kemaren ada paket susu stroberi, tapi Iko nggak berani ngambil. Takut Kak Al marah trus nggak mau pulang-pulang.” Cheiko menatap Arash penuh harap. Tidak bertemu sang kakak belum 24 jam saja sudah membuatnya uring-uringan.
“Iya. Iko tenang aja, Kak Al pasti pulang,” ucap Arash meyakinkannya.
“Ya udah. Iko mau pergi main dulu sama temen-temen.”
Cheiko berbalik, dan Arash juga melakukan hal yang sama. Kepalanya memunculkan banyak tanya. Apa Aliyah kabur dari rumahnya alias tidak meminta izin kedua orang tuanya?
Kenapa gadis itu nekat?
Andai saja tidak ada masalah di antara mereka, Aliyah pasti tidak akan perlu jauh-jauh pergi melarikan diri. Rasa cemas mulai menggedor relung hati Arash. Dia memang pasangan yang payah. Tidak ada di saat gadisnya butuh sandaran.
“Tong! Ini HP lu dangdutan mulu. Angkat, dong!”
Teriakan neneknya membuat Arash berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Nada dering ponselnya diubah Luna menjadi lagu dangdut. Dia memang adik yang kurang adab.
Tertera nama Fairy sebagai panggilan tak terjawab. Arash memutuskan untuk menghubungi balik. Sontak Arash kaget mendengar Fairy menyemprotnya tanpa salam pembuka.
“Heh, makhluk bumi! Lo kira-kira, dong. Cewek lo, tuh, butuh elo. Tapi lo di mana, Nyet? Lo bener-bener, ya! Nggak ada usaha nyari ceweknya yang kabur dari rumah!”
“Fe, lo jangan main marah-marah dulu. Ini gue—”
“Gimana gue nggak marah sama lo?! Kalau lo ada di depan gue sekarang gue nggak akan segan-segan nyiram lo pake air got. Lo lawan ego lo buat peduli sama Aliyah? Eh, Arash. Aliyah itu nggak ada niatan sama sekali buat pergi sama Zami. Keadaan dia lagi kacau. Emang dia gegabah banget, tapi lo sendiri paham, kan, gimana keadaan orang kalau lagi kacau?”
Tak mau ambil pusing, Arash mengabaikan kata-kata Fairy. “Shareloc alamat rumah lo.”
“Oke. Tapi jangan bilang gue nelponin lo, ya! Ini aja gue harus ngumpet di atas genteng biar nggak kedengeran Aliyah yang lagi nonton drakor.”
“Hm. Buruan.”
🍓🍓🍓
Sepasang mata memandang tak habis pikir. Bibirnya sedikit terbuka dan menyungging. Kepalanya menggeleng takjub. Inilah deskripsi air muka Fairy melihat Aliyah menangis terisak-isak karena menonton drama romance.
KAMU SEDANG MEMBACA
With(out) Strawberry (COMPLETED)
Teen FictionJUDUL SEBELUMNYA 'STRAWBERRY MILK' Bagi Aliyah Afifa, susu stroberi adalah hidupnya. Sehari tanpa susu stroberi bagai insan tanpa pasangan, serasa ada yang kurang. Termasuk menerima Arash sebagai pacarnya, disogok dulu dengan iming-iming susu strobe...