Fakta memang menyeramkan. Namun, hidup di dalam kebohongan jauh lebih menyeramkan. Sepandai-pandainya kamu menyembunyikan fakta, ia akan tetap muncul ke permukaan juga. Selayaknya peribahasa, sepandai-pandainya tupai melompat, maka ia akan terjatuh juga.
●●●
Sampai sinilah Azkia. Kakinya membawanya ke Rooftop sekolah. Bukan tanpa sebab ia ada si sana, Zenata lah yang membawanya untuk datang ke sini. Napasnya sedikit tersengal-sengal. Jarak kantin ke rooftop sedikit jauh, itulah alasannya mengapa napas Azkia tersengal-sengal."Ngapain lo ngikutin gue?" tanya Zenata yang sekarang sedang membelakangi Azkia.
Yang ditanya masih menormalkan irama jantungnya. Dirasa sudah normal, barulah ia melangkah sedikit mendekat ke arah Nesya. "Gue khawatir sama lo," tutur Azkia. "Makanya gue ngikutin lo sampai ke sini," lanjutnya.
Zenata tertawa pelan. "Lo bukan khawatir, tapi kasihan."
Mendengar ucapan itu, Azkia ikut tertawa. "Bocah gila lo," cibir Zenata yang saat ini masih membelakangi Azkia.
Satu tepukan didapati bahu Zenata. Mendapatkan tepukan itu, membuat ia mengubah posisinya menjadi menghadap Azkia. Tangan Azkia memegang lengan atas Zenata. "Lo gapapa, Nat?"
"Gapapa, gausah peduliin gue," ucapan yang sangat mudah terlontar dari bibir Zenata. Tetapi, Azkia tau itu hanya sebagai bentuk kalimat yang memiliki makna lain.
Hanya diamlah respons dari Azkia. Melihat sudah tidak ada perkataan lagi yang keluar dari Azkia, Zenata hendak pergi. "Gausah kasihanin gue. Hal itu gue gak butuh!"
Setelah mengatakan kalimat tersebut, Zenata benar-benar pergi dari sana. "Lo sahabat gue waktu kecil, Nat. Gue sedih lo jadi bersikap gini ke gue," gumamnya.
Di dekat tangga rooftop, sudah ada Kiran yang sedang bersandar di sana. Awalnya Zenata tidak menyadari kehadiran sahabatnya itu. Ia baru sadar setelah Kiran menghalangi jalannya. "Eh Ran, ngapain lo di sini?" sapa Zenata.
Bukannya menjawab, tamparan keras lah yang diberikan oleh Kiran hingga wajah Zenata menoleh ka samping. Reaksi Zenata tentu saja terkejut sampai bola matanya seperti akan keluar dari sana. "Apa? Sakit?" Kiran bertanya dengan nada santai tetapi tegas.
"Lo kenapa? Udah gila lo?" Zenata hendak menjambak rambut Kiran, namun sudah lebih dulu ditahan oleh gadis itu.
Kiran tertawa lalu memelintir lengan Zenata. "Iya, udah gila gue. Kenapa hah?!"
"Lepas!" dengan satu tarikan, lengan Zenata mampu lepas dari cengkeraman Kiran.
"Lo sadar gak sih yang gila itu diri lo sendiri?!" pekik Kiran dengan frustasi.
Zenata tertawa pelan. "Oh perkara si Neo?"
"Pacar sahabat lo sendiri lo embat! Gila lo! Gak ada cowok lain kah? Atau emang gak ada yang mau sama lo hah?!" bentak Kiran tepat di depan wajah Zenata.
Bentakan itu tidak membuat Nata takut, justru ia malah meletakkan kedua tangannya di depan dada dengan sombong. "Itu juga atas persetujuan Neo, lo gak bisa nyalahin gue gitu aja dong? Dia aja yang mudah kegoda."
Kiran mengangguk seraya tersenyum sinis. "Iyap. Dia mudah kegoda, sedangkan lo penggoda!"
Helaan napas keluar dari mulut Zenata. Itu saja respons darinya.
"Jangan pikir gue gak tau kelakuan kalian berdua," Kiran menggoyang-goyangkan ponsel miliknya. Dirinya sedikit mendekat ke Zenata, mulutnya membisikkan sesuatu. "Asal lo tau, video lo udah kesebar. Dan yang nyebarin itu—gue."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Unexpected
JugendliteraturAzkia Barsha Prameswari, dia anak tunggal. Suatu hari, ia tidak sengaja bertemu dengan Danish. Nama lengkapnya Danish Haidar Sakya. Danish merupakan ketua dari geng CCR. Sang ketua geng ini mulai mencoba mendekati Azkia. Namun, Azkia mencoba untuk t...