Tidak ada kegiatan unboxing-unboxingan, Jena memilih langsung tidur karena capek. Sengaja? Tidak juga memang dia capek tapi juga belum siap. Dia tidak bodoh, Jena tahu kalau pernikahan manusia berbeda gender pasti akan melakukan "itu" cepat atau lambat.
Sebenarnya Bunda juga telah memberi nasehat privat tentang pernikahan kepada dirinya. Isi nasehatnya adalah jangan menolak suami, layani dengan sepenuh hati toh mendapatkan pahala. Pernikahan memang ladang pahala, plus mau berbuat apapun tidak usah takut untuk digrebek.
Pagi pertama Jena menjadi seorang istri disambut oleh wajah tampan pria yang mengucapkan kabul. Mereka hanya terbatas sebuah guling yang sengaja Jena letakan di antara mereka. Gulingnya masih ada dan mungkin tergeser pasti karena terdorong, masih aman.
Masih tidak menyangka tentu iya, selain status mereka sebagai dosen dan mahasiswa ada hal lain. Hal lain itu adalah jarak usia mereka yang lumayan jauh, 12 tahun jika dihitung. Tahun ini Ardi berusia 32 tahun, sedangkan Jena sendiri berumur 20 tahun. Mungkin lebih cocok menjadi Om dan keponakan ketimbang suami istri.
Jena yang baru saja meninggalkan masa remajanya mendapatkan suami yang sudah matang. Ini antara Ardi yang mengikuti Jena atau sebaliknya Jena yang mengimbangi Ardi. Jika harus berpikir terlalu tinggi dia tidak kuat, otaknya tidak mampu.
"Pak, Pak Ardi bangun" Jena menggoyang-goyangkan lengan kekar Ardi.
"Udah subuh"
"Ya ambil air wudhu dulu kamu, nanti baru saya"
Subuh pertama mereka menjadi pasutri, Jena hanya menurut mengambil wudhu dan segera bersiap dengan mukenanya. Sekarang beda feel, diimami suami bukan Ayah atau Kakaknya lagi. Selesai beribadah Jena menghidupkan ponsel yang sengaja dia matikan dari sore kemarin. Notifikasi sangat banyak dari grub mata kuliah.
"Tugasnya astaga naga bin lady gaga" ucap Jena
Melihat tugas dilayar handphonenya membuat Jena pusing. Tugas dari suaminya, sebal tentu iya jangan ditanya. Seratus soal untuk mengganti perkuliahan minggu ini, tugas ditulis tangan dengan rapi dan tanpa noda tipe-x. Dia hanya bisa mengelus dada, mau menangis tidak ada gunanya.
"Kenapa?" tanya Ardi dengan polosnya.
"Pak kalau ngasih tugas kira-kira dong" masih terlalu pagi tapi Jena sudah berapi-api. Dia menunjukan layar handphonenya yang terlihat banyak soal.
"Sedikit itu, lagi pula dikumpul minggu depan kan"
"Banyak Pak! Tanpa tipe-x yang benar saja, salah tulis auto ganti kertas. Nulis ulang lagi" protes Jena
"Nona Jeana protes?" tanya Ardi yang menatapnya dengan mata tajam.
"Sepertinya butuh tambahan tugas, baik saya carikan dulu" Ardi membuka tabnya yang disimpan di meja kamar, mata tajamnya mencari tambahan soal.
Bruk
Tubuh Jena bersimpuh dihadapan Ardi."Ampun Pak jangan, maaf saya tidak protes lagi. Tolong 100 soal saja sudah cukup" dia memohon agar tidak tugasnya tidak ditambah. Bisa diuber satu kelas kalau karena dia soal tugas ditambah.
"Berdiri Jen!" Perintah Ardi
"Janji dulu cuma 100 soal"
"Jeana berdiri"
"Enggak sampai Pak Ardi janji" Jena terus menolak perintah Ardi.
"Jeana Kanaya Wijaya berdiri" panggilan nama lengkap barunya membuat Jena langsung berdiri.
"Kalau kamu ingin protes dengan cara yang sopan Jen! Saya memberi soal dan ketentuan itu ada alasan, supaya kalian itu teliti dan mengerjakan dengan sungguh-sungguh"
KAMU SEDANG MEMBACA
DOSEN DUDA ITU SUAMIKU (Complete ✔️)
RomanceJena + Kuliah = Ilmu ❌ (Jena kuliah mendapatkan ilmu) Jena + Kuliah = Suami ✔ (Jena kuliah mendapatkan suami) *DILARANG PLAGIAT!* "Aku enggak mau dijodohin Pa, biar Jena sendiri yang menentukan pria itu. Pria yang menjadi teman hidup Jena" ucap Jena...