Hari ini Dirga lewati dengan rasa lelah. Bekerja seharian menjadi pelayan saja bisa mengeluarkan banyak helaan nafas, akan tetapi dia senang, karena akhirnya-- rasa lelah dibayar dengan uang.
Palestina : Lu-- kau pulang kemana?
Dirga : Haha, tidak perlu formal begitu. Kau bebas berbicara senyaman mu, kalo aku memang seperti ini dari lahir.
Palestina : Maaf, gua ya gitu deh.
Dirga : Tidak apa. Aku pulang ke rumah dekat komplek perumahan bunga bangkai.
Palestina : --Ah itu cukup jauh.
Dirga : Begitulah. Terimakasih telah mengajariku tentang macam-macam kopi, mungkin nanti aku akan mencobanya lain kali, aku tertarik dengan Irish coffee menarik sekali kopi yang ditambah dengan irish whiskey, gula dan whipped cream diatasnya--
Palestina : Coba aja, gua jamin lu suka. Nanti gua traktir deh.
Dirga menatap teman barunya itu, baru pertama kali bertemu dia sudah mau mentraktir-nya, baik sekali.
Dirga : Aku tunggu itu.
Sepanjang perjalanan mereka hanya berbincang-bincang tentang jenis-jenis kopi, entah itu dari warna, rasa, tempat, kepekatannya dan isinya. Yang pasti Dirga sangat menikmati semua cerita dari Palestina.
Akan tetapi dibalik canda tawanya, Palestina sebenarnya menahan tangis melihat Dirga tertawa puas-- sial dia sangat mirip sekali dengan Indonesia. Entah apa yang harus dia lakukan, tidak sopan juga menganggap orang lain sebagai Indonesia.
Tepat di zebra cross, Palestina melambaikan tangannya pamit karena bus di depan sekolah Country ini sudah datang.
Dirga tersenyum, menurunkan lambaian tangannya, menatap kearah sekolahan Arab. Apakah dia sudah pulang? Pikirnya. Sekarang sudah hampir larut malam, gerbang sekolah juga sudah ditutup tidak ada gunanya berharap dia masih belum pulang.
Dia memutuskan untuk menunggu angkutan umum di depan sekolah itu. Masih belum ada angkot yang datang, mungkin mereka sedang mencari info hajatan--- maksudnya penumpang di daerah lain. Dirga tak karuan menatap ponselnya, dia ingin sekali mandi, keringat muncul di dahinya.
"Kenapa baru sekarang munculnya?"
"Tapi tak apa, gawat juga kalau lagi bekerja bau badan."
"Kerja bagus ketek."
Lima belas menit kemudian, ternyata angkot memang sudah tidak ada, apa maksudnya ini? Kenapa mereka tidak muncul-- akan ku bayar sepuluh kali lipat siapapun yang datang entah itu angkot, taksi, joget atau siapapun itu. Dirga bisa-bisa berubah menjadi monyet di sana karena gatal akibat keringat.
Mobil 'pun jarang berlalu lalang di sini, hanya ada lima sampai delapan yang berlalu lalang, ditambah satu lagi mobil berwarna biru tua yang sekarang melewat setelah lima menit kemudian. Memang tempat ini bukanlah jalan raya, akan tetapi bukankah jalan pintas selalu ramai? Wah sial apakah ada kutukan di sini sehingga tidak ada yang berani keluar ketika matahari tenggelam?!
Dirga membuka ponselnya, mencoba menghubungi Arab-- ah bego. Yang minta nomornya itu Arab bukan Dirga, mana ada nomornya sekarang. Dia juga masih belum menghubunginya, sekarang apa lagi? Tentu saja pulang jalan kaki.
Dia memutuskan pulang dengan berjalan kaki, berharap setelah keluar dari zona jalan pintas ini akan ada angkutan umum yang beroperasi. Lumayan jauh, jalanan pintas ini adalah bagian dari angkot kedua yang mereka tumpangi tadi pagi, lumayan jauh bukan?
Sudah setengah jalan Dirga lewati, hari semakin larut. Ditambah lelah, letih, lesuh, dan lapar yang dia rasakan semakin berteriak ingin merendam dirinya dengan air dingin.
Mobil kembali lewat, akan tetapi mobil itu malah mendekati Dirga.
"--Hah, apa?!"
Dirga menghentikan langkahnya, mencoba untuk mundur perlahan. Pintu mobil terbuka, siap-siap Dirga dalam posisi garis start untuk berlari, detik-detik ketika Dirga akan berlari, ah ternyata dia yang datang.
Thai : In-- Anj-ing lupa siapa namanya!
Thai : Agus!
Dirga menoleh kearah orang yang berteriak memanggil nama Ayah-nya, tertawa? Tentu saja, Dirga saat itu 'pun tertawa terbahak-bahak mendengar orang Asean itu benar-benar memanggilnya seperti itu.
Thailand bingung, dia tidak tahu apa yang terjadi, yang pasti Indo-nya sudah terdiam dan tertawa lepas. Tidak butuh waktu lama, Thai memanfaatkan kesempatan itu untuk mendekati Dirga.
Thai : A-agus ...
Dirga : Woi!
Dirga terus terbahak-bahak, tidak peduli lagi dengan Thailand yang sudah ada di depannya, sialan itu telah membuat Dirga tidak bisa berhenti tertawa.
Thai : Agu--
Dirga memegang bahu Thailand mencoba untuk berhenti mengucapkan nama itu, karena sungguh tidak sopan, dan masalah lain itu memang nama ayahnya.
Setelah beberapa lama dia tertawa, akhirnya reda juga. Thailand dengan sabar menunggu pria di hadapannya berhenti tertawa.
Dirga : Ah, maaf. Jadi?
Thai : Kenapa lu ada disini?
Dirga : Hm, hampir setengah jam yang lalu aku pulang kerja, ketika menunggu kendaraan umum yang datang-- ternyata tidak ada sama sekali.
Thai : Ya, pantes. Jalan ini memang di tutup setiap hari-hari biasa untuk umum, kecuali akhir minggu seperti sabtu atau minggu baru jalanan dibuka untuk umum.
Dirga : Lalu kenapa kamu ada disini?
Thai : Karena gua orang dalem.
Dirga : Ah--- ok.
Setelah itu, suasana seketika menjadi hening. Udara semakin dingin, Dirga malah berkeringat diantara angin yang melewat ke sana kemari. Thailand yang melihat Dirga terlihat kacau, langsung respect kepadanya.
Thai : Gua anter lu pulang.
Dirga : --Huh?!
Dirga menatap Thailand tidak percaya, sementara Thailand mengigit bibir bawahnya tidak kuat melihat perilaku pria di hadapannya ini seperti Indonesia.
Akan tetapi Dirga harus menolak tawaran itu, karena bisa saja ini taktik untuk membawanya ke mansion Asean lagi. Ketika dia akan menolaknya, Thailand langsung bertindak.
Thai : Gak usah nolak, gua gak minta bayaran lebih.
Seakan tahu apa yang Dirga pikirkan, Thailand langsung menarik lengan Dirga dan membawanya kedalam mobil. Gak kakak, gak adik kelakuannya sama saja, pikir Dirga.
Dirga : Bisakah kau tidak menarik lenganku seperti itu?
Thai : Bodo amat. Lagian lu curigaan-- ngeri denger lu ngomong aku kamu.
Dirga : Kalau begitu kau tidak perlu berbicara kepadaku.
Thailand menoleh kearah Dirga, apa maksudnya berbicara seperti itu, jangan membuat Thailand ambigu malam-malam. Sangat tidak sehat.
Dirga menatap ke sana kemari, sesekali menunjuk arah jalan rumahnya kepada Thailand. Pemandangan pada malam hari sangatlah indah, berbagai macam lampu menyala menerangi setiap jalan, masih banyak toko yang buka, orang-orang lebih ramai berlalu-lalang menikmati suasana indahnya dunia dengan berjalan, menghirup udara malam yang segar, tempat-tempat yang romantis, musik klasik dimainkan di salah satu restoran dekat dengan taman air mancur berwarna-warni, ah Dirga terlalu menikmati pekerjaan sampai tidak tahu bahwa tempat yang dia tempati sekarang sangatlah indah.
Thailand menoleh kearah Dirga sekali lagi, di depannya ada pengkolan, entah kemana arah rumah Dirga, dia tidak ingin mengganggunya yang sedang asyik menatap sekitar.
TBC
↓Halo, apa kabar hehe. Saya kembali sudah dalam keadaan yang sangat luar biasa 🗿👍

KAMU SEDANG MEMBACA
WHO I'M?
Random[SEASON DUA DARI CERITA 'TAKDIR'] Dirga Putra Nusantara, seorang pria berumur dua puluh satu tahun yang hidup mandiri setelah kematian kedua orangtuanya. Hidup kesusahan, kebahagiaan, kesedihan, kesepian, hidup dalam bayangan-bayang? Semua Dirga a...