Keringat sudah muncul di peluh dahi mereka. Senyuman tidak henti-hentinya mengembang, sejak tadi Palestina menatap ke arah Dirga yang berlalu lalang ke sana kemari tidak sempat beristirahat.
Dan akhirnya sore 'pun datang. Cafe cukup sepi, itu cukup untuk membuat Dirga berdiri tenang sambil mencuci piring dan cangkir yang kotor.
Palestina : Dir, gimana kita istirahat dulu?
Dirga : Hm, ya. Sebentar lagi aku beres.
Palestina : Ah ya, aku berhutang secangkir irish coffee kepadamu ya-- mari aku belikan.
Dirga hanya mengangguk lalu tersenyum. Palestina membuat dua irish coffee untuk mereka, kemudian membawanya ke salah satu meja yang ada di pojok ruangan sekaligus dekat jendela.
Setelah selesai membereskan semua piring dan cangkir itu, Dirga berbicara sebentar kepada karyawan perempuan disana bahwa mereka berdua akan istirahat terlebih dahulu.
??? : Tentu saja, nikmatilah.
Dirga berjalan mendekati meja Palestina, dari jauh dua cangkir yang tersimpan di meja itu terlihat asap yang keluar membuat aroma coffee khas terhirup di indra penciumannya.
Matahari sedikit demi sedikit turun, cahaya orange itu menembus kaca jendela transparannya, membuat seluruh tubuh Palestina dan kedua cangkir yang ada disana tersapu indah oleh cahaya sunset.
Palestina : Jarang sekali ya, kita duduk berdua menikmati secangkir kopi, padahal selama ini kita selalu bersama.
Palestina mengawali pembicaraan hari ini sambil menatap bayangan yang tercipta dari cangkirnya, kemudian menatap Dirga.
Palestina : Lu gak apa-apa, Dirga?
Dirga juga menatap Palestina, kontak mata 'pun terjadi. Raut wajah sang teman terlihat sangat khawatir, dan itu sungguh murni dari hatinya.
Dirga hanya mengangguk kemudian tersenyum.
Dirga : Aku baik-baik saja, Palestina. Terimakasih, dan maaf aku selalu membuatmu khawatir.
Palestina : Tidak masalah.
Oke. Mereka masih belum menemukan topik pembicaraan apa yang harus dijadikan objek untuk bisa membuat nyaman kedua belah pihak.
Dirga mulai menyicipi irish coffee buatan temannya itu, ah-- ternyata rasanya sangat enak, bisa-bisa coffee ini menjadi menu favoritnya nanti.
Sekejap Dirga menghembuskan nafas panjang setelah meneguk coffee nya. Tekadnya sudah kuat untuk membicarakan apa yang sejak tadi mengganjal di dalam pikirannya.
Dirga : Hm Palestina, bagaimana hubunganmu dengan Indonesia?"
Palestina kembali menatap Dirga, yang ditatap balik dengan raut wajah penuh keseriusan.
Palestina : --Huh, dia adalah temen terbaik gua, sekalipun dia bohong sama gua-- gua gak pernah kesel ataupun benci sama dia.
Palestina menatap keluar jendela, mobil berlalu lalang diantara angin yang berhembus cukup keras, membuat beberapa kain di sana bergerak pelan karena angin yang masuk ke dalam ruangan.
Dirga : --Em, bagaimana perasaanmu ketika Indo mati?
Palestina : Ah- haha itu adalah sesuatu yang tidak bisa di utarakan oleh kata-kata.
Dirga : Maaf.
Palestina : Hm, ada apa, kok tiba-tiba lu nanyain Indonesia?"
Palestina : Apakah para anggota Asean dan yang lainnya mendesak lu jadi Indonesia?"

KAMU SEDANG MEMBACA
WHO I'M?
Diversos[SEASON DUA DARI CERITA 'TAKDIR'] Dirga Putra Nusantara, seorang pria berumur dua puluh satu tahun yang hidup mandiri setelah kematian kedua orangtuanya. Hidup kesusahan, kebahagiaan, kesedihan, kesepian, hidup dalam bayangan-bayang? Semua Dirga a...