Kembali dengan keadaan Mansion Asean, disana WHO dan Nato sudah datang untuk membantu Asean yang terluka.
Organisasi lain 'pun sudah diberi tahu tentang keadaan Asean sekarang. Sekarang tinggal menunggu salah satu anaknya yang masih belum pulang.
Thailand setelah pulang dari rumah Dirga, tidak berbicara apapun, dia lebih banyak diam menatap ponselnya. Sialan itu menjatuhkan semua makanan yang ada di dalam tupperware pemberian Norwegia.
Asean : Thailand, kamu semalam kemana?
Thailand menoleh, kemudian menatap saudaranya yang lain.
Thai : Dirumah Dirga.
Asean : Eh-- kenapa kau tidak memberitahu Papah?!
Thai : Maaf, aku kira mereka memberi tahu mu. Lagian, hehe itu waktunya Thailand sama Dirga.
Asean : Thailand. Satu bulan penuh ini kamu yang cuci piring!
Thai : Ta-tapi, Pah?!
Asean : Dua bulan.
Keputusan Asean sudah bulat. Jika Thailand membantahnya lagi, bersiaplah untuk kemungkinan terburuknya. Dia hanya bisa pasrah menerima, sudah seharusnya juga dia tidak boleh egois saat seperti ini.
WHO : Bagaimana dia bisa masuk kedalam Mansion mu, Asean?!
Asean : Aku membiarkannya. Ku kira dia akan berubah, akan tetapi nyatanya tidak.
Nato : Lalu, bagaimana dengan lukamu sekarang?
Asean : Sudah mendingan.
Mereka melupakan pembicaraan tentang Dirga. Myanmar masih belum pulang dari sekolahnya, dia berangkat paling pagi karena ada kegiatan ekskul jadi wajar saja dia tidak mengetahui apa yang sedang terjadi kepada keluarganya.
Malam sudah larut, sedangkan cafe semakin penuh. Tidak ada celah untuk mereka pulang, semakin larut malam, semakin ramai pengunjung, karena sekarang hari akhir pekan. Jalan pintas ini 'pun di buka untuk umum.
Palestina : Haha, ini sudah biasa. Bagimu mungkin pertama kali, jadi bersabarlah bung.
Dirga : Yeah, ini sangat menyenangkan.
Dirga kembali mengambil cangkir-cangkir kopi kedalam tray, membawanya kepada pelanggan yang sudah menunggu untuk dinikmati.
Dinding cafe yang terbuat dari kaca tebus pandang, sengaja dibuat agar para pembeli bisa menikmati indahnya kota pada saat malam hari, apa lagi ditambah kopi panas, dingin, dan beragam aroma kopi di dalam, membuat mereka semua yang lelah dan menginginkan tempat untuk melarikan diri, disinilah tempatnya. Cafe coffee klasik sederhana namun sangat istimewa.
Hampir tidak ada bangku yang kosong, mereka semua tertawa, berbicara, dan sesekali anak-anak muda menggoda Dirga kembali bahkan ditarik untuk menemani mereka minum kopi.
Dirga : Maaf, saya sudah mempunyai istri.
??? : Ah, aku kira kau perjaka. Sayang sekali, padahal kau benar-benar tipeku, bahkan umur kita hampir sama.
??? : Berapa umurmu?
Dirga : Dua puluh satu tahun, mbak.
??? : E-ehh, kau sudah tua?! Ku kira umurmu delapan belas tahun!
??? : Ah begitu, perempuan yang mendapatkan mu pasti dia sangat beruntung.
Dirga : Haha, mbak bisa aj---
??? (1) : Indies!
Dirga refleks menoleh kearah orang yang memotong pembicaraannya. Palestina tidak melihat kedatangan sang pemilik perusahaan Organisasi EU yang sedang menatap penuh arti temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHO I'M?
Random[SEASON DUA DARI CERITA 'TAKDIR'] Dirga Putra Nusantara, seorang pria berumur dua puluh satu tahun yang hidup mandiri setelah kematian kedua orangtuanya. Hidup kesusahan, kebahagiaan, kesedihan, kesepian, hidup dalam bayangan-bayang? Semua Dirga a...
