Pada akhirnya mereka masuk ke dalam Mansion, suasana di dalam masih tidak berubah-- udara sejuk menyambut kedatangan Dirga pada saat itu.
Phil : Bau banget badan lu, Dir!
Dirga : Eh, haha begitulah.
Asean mendekat mencoba mencium bau badan orang yang ada di hadapan Phil. Wajahnya mendekat kearah tangan kiri yang perlahan maju ke atas hingga leher milik sang merah putih itu--
Malay : P-papah, ngapain?!
Asean menghentikan aktivitasnya tersenyum simpul menatap kearah anak-anaknya yang penasaran dengan apa yang dia lakukan.
Asean : Hanya memastikan ucapan Phil itu benar?
Dirga merinding, sejak tadi tegang yang dia rasakan-- inilah kenapa Dirga juga tidak mau mampir ke Mansion Asean, perlakuan mereka sungguh membuatnya tidak nyaman.
Asean : Nak, kamu bisa menggunakan kamar mandi di ruangan Indonesia.
Ucapnya sambil menatap Dirga datar. Apakah dia berniat untuk membuat Dirga kembali marah? Atau Asean masih marah karena ucapan Dirga waktu itu, yang pasti dia harus bertahan sementara ini.
Asean : Kalian juga pergi mandi, Brunei, dan Viet siapkan makan malam hari ini.
Mereka semua mengangguk dan melakukan tugasnya. Dirga sama sekali belum pernah masuk ke dalam kamar Indo secara resmi, sesampainya disana-- dia sempat ragu untuk membukanya, karena takut akan menyakiti hatinya.
Karena lelah melarikan diri, Dirga membuka pintu kamar Indonesia, dan uh kamarnya terlihat sangat rapih dan bau khas ruangan tidak terpakai.
Sepertinya keluarga Asean sudah jarang mampir kedalam kamar Indonesia lagi, debu sekarang sedikit terlihat di antara lemari coklat susu dengan cermin full cermin itu.
Dia menatap dirinya sendiri ke dalam cermin itu, makin lama dia menatap dirinya sendiri, tiba-tiba muncul perasaan tidak enak. Pada saat dia bertemu dengan bayangan Indonesia, Dirga sempat mengatakan 'aku' kenapa orang yang tentu saja bukan dirinya.
Pria dengan mata hitam, rambut hitam itu-- siapa? Semakin dia berfikir, semakin besar cermin itu menampakkan dirinya. Ilusi? Tapi bagaimana cara dirinya agar bisa keluar dari sini?!
Semakin besar, dan besar cermin itu melahap dirinya dan, di sana dia di suguhi oleh pemandangan yang tidak menyenangkan.
Pemandangan apa itu? Pemandangan ketika Indonesia dikurung dalam dirinya sendiri oleh mata biru itu. Air mata mengalir dari pemuda yang berumur tujuh belas tahunan, dengan dagu di angkat dari belakang oleh sosok hitam yang sangat menyeramkan-- pria merah putih dengan mata hijau emerald itu menatap Dirga meminta tolong kepadanya, bersamaan dengan senyuman horor bayangan besar di belakangnya.
Dirga : I-indonesia--?!
Indo : Tolong ...
Perlahan kalimat itu menghilang diantara cahaya yang menerangi mereka bertiga, sebelum itu mata Indonesia berubah menjadi biru diamond dan langsung di telan oleh bayangan besar di belakangnya.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Dirga, dia akhirnya tersadar dan mengambil nafas buru-buru.
Malay : Dirga, lu udah beres mandinya? Ayo kebawah, kita makan malem.
Dirga : Hah, aku belum memulainya. Baru saja aku masuk ke dalam kamar ini--
Malay : Lu belum mandinya? Ealah ini udah hampir setengah jam berlalu.
Dirga : Eh, selama itu?!
Malay : Kenapa, apa ada masalah?
Dirga : Tidak ada, kau kebawah saja duluan-- aku akan mempercepat mandinya.
Malay : Yaudah, kita tunggu lu di bawah.
Tidak ada lagi jawaban dari Dirga, dia buru-buru masuk kedalam kamar mandi, mulai menyalakan shower yang membuat dirinya basah seketika.
Mengambil sabun, menggosokkan nya ke seluruh tubuh, sabun ini sangat wangi, aroma segar yang membuat tubuh rileks seketika. Ah, dia sangat nyaman berada di kamar mandi, tapi tidak bisa karena Keluarga Asean sedang menunggunya.
Dirga : Ah, bagaimana dengan bajunya?!
Seseorang datang ke kamar Indonesia, sangat tepat waktu Cambodia mengantarkan baju miliknya dan menyimpan baju kaos oblong berwarna putih, satu set dengan celana High Water Pants berwarna hitam.
Cambodia : Dirga, baju lu gua dah taro di kasur!
Dirga : Ah, ya terimakasih.
Safe. Akhirnya dia bisa melanjutkan mandi dengan tenang, selang dua menit berlalu, akhirnya Dirga memutuskan untuk menyelesaikan aktivitas mandinya, dengan handuk yang menempel di bagian bawah tubuhnya, dari pinggang hingga lutut atas, dia berjalan santai mengambil baju yang sudah di sediakan.
Hanya butuh satu menit Dirga sempurna sudah mengenakan pakaiannya, sungguh ternyata baju santai seperti ini juga sangat cocok dengannya, terlihat sangat tampan dan menawan ketika dia melihat kembali dirinya ke depan cermin-- tapi itu buru-buru dia hentikan karena tidak mau lagi masuk ke dalam ilusi mengerikan yang tadi sempat dia lihat.
Dirga berjalan menuruni tangga, Keluarga Asean menghembuskan nafas lega karena Dirga akhirnya keluar juga dari kamar Indonesia.
Asean : Nak, apa yang membuatmu lama seperti itu?
Tanya Asean ketika Dirga duduk di sebelahnya. Kenapa dia duduk di sebelah Asean? Karena hanya itu bangku yang kosong, tidak perlu membahas hal yang tidak penting, mereka akhirnya memulai makan malam yang sejak tadi Vietnam dambakan.
Asean : Sejak kapan kau menunggu kami, Dirga?
Asean mengawali topik pembicaraan di atas meja makan ini dengan kejadian sore tadi.
Dirga : Hm, tidak lama, hanya beberapa menit sebelum kalian datang sampai di sini.
Asean menganggukkan kepalanya, menandakan bahwa dia paham.
Thai : Lu abis pulang kerja?
Dirga : Ya, kebetulan, aku-- hm putuskan untuk mampir.
Laos : Sering-sering Kakak mampir lagi kayak dulu, Laos kangen berat sama Kak Dirga.
Dirga : Akan ku usahakan.
Dirga masih tersenyum menjawab semua pertanyaan ramah dari keluarga Asean, untung tidak seperti yang dia takutkan.
Makan malam diawali dengan perbincangan ringan, hingga semua makanan tadi habis dicerna oleh perut mereka semua.
Laos : Makan malam bersama itu sangat menyenangkan bukankah begitu, Kak Dirga?
Dirga : E-eh, apakah ada bedanya?
Laos : Apa bedanya? Tentu saja itu sangat berbeda.
Dirga : Hm, menurutku sama saja.
Laos : Kak Dirga, Kakak gak suka makan malam sama Laos?
Dirga : Eh bukan begitu, namun saja untukku dulu yang selalu makan bersama keluarga, dan sekarang sendiri itu sudah biasa. Jadi sama saja.
Laos : Em, Laos gak ngerti sama cara pikir Kak Dirga.
Dirga : Hehe, saat kamu sudah besar nanti pasti akan mengetahuinya.
Laos menggembungkan pipinya, dia sedikit nyaman dan sedikit kesal, nyaman ketika Dirga mengusap kepalanya, kesal ketika Laos secara tidak langsung dianggap masih kecil.
Laos : Laos udah gede.
Dirga : Iya, iya.
Lupakan masa-masa Dirga marah dan benci terhadap keluarga Asean, hal lain yang membuatnya marah setiap hari sebenarnya bukan hanya faktor mereka yang menganggap dirinya Indonesia-- tapi dia marah pada dirinya sendiri, karena takut nyaman berada di keluarga ini, dan itu mengundang ambisinya untuk menjadi bagian dari mereka.
Keegoisan itu Dirga tahan, dan lampiaskan kepada Keluarga Asean-- agar mereka membenci Dirga. Sayangnya, bukannya membenci, mereka malah semakin menjadi-jadi.
Tidak baik seperti itu, karena Dirga bukanlah seorang manusia.
TBC
↓
MAAF SAYA GAK LIAT JAM, JADI TELAT NULISNYA 🗿🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
WHO I'M?
Losowe[SEASON DUA DARI CERITA 'TAKDIR'] Dirga Putra Nusantara, seorang pria berumur dua puluh satu tahun yang hidup mandiri setelah kematian kedua orangtuanya. Hidup kesusahan, kebahagiaan, kesedihan, kesepian, hidup dalam bayangan-bayang? Semua Dirga a...