54. Destiny

48 11 2
                                    

**sebelumnya maaf untuk typo yang bertebaran!!!

***

Althaf menunduk kuatir, ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Semua sedang kalut saat ini. mereka sedang berada didepan ruang operasi.

Siapa sangka, Dea menjadi salah satu dari 13 korban dari tabrakan beruntun yang terjadi 3 jam lalu. Syukurnya Dea bisa diselamatkan, namun keadaannya kritis hingga membutuhkan operasi langsung.

Dina menangis sesugukan, bukan hanya Dina, Rafqi sibuk menenangkan Naysa yang juga menangis sedari tadi.

Setelah menunggu lama, akhirnya Mursyidah—dokter yang menangani Dea keluar dari ruangan.

Mursyidah langsung memeluk Dina, "anakku gimana? Hiks.. hiks..."

Mursyidah melepas pelukannya, "Dea selamat, bahu kirinya patah karna benturan, dia butuh waktu untuk sembuh"

"tapi, Dea masih koma"

Tangisan Dina kembali pecah, "kapan anakku bakal bangun Mur"

Mursyidah memegang tangan Dina, "Dea pasti bakal bangun, semua prosesnya berjalan lancar, kita cuma perlu waktu", ucap Mursyidah yang sudah ikut menangis.

Hatinya ikut terluka, Dea sudah seperti anaknya sendiri.

Arif memegang tubuh istrinya yang sudah sangat lemah. Ia sangat menyesali apa yang sudah terjadi. Bagaimana dengan anaknya? Dengan mimpi-mimpi anaknya? Ia tidak tau apa yang sedang Allah rencanakan, mengapa harus pada anaknya. Arif menghapus air matanya, bagaimanapun ia harus kuat untuk istirnya dan anaknya yang masih terpejam saat ini.

***

Dea sudah dipindahkan keruang rawat. Dina sedang tidur disofa yang ada disana, ia sudah jatuh pingsan dua kali hari ini. Althaf ada diruangan itu menemani Arif.

"Althaf pulang aja istirahat, biar om yang jaga disini", ucap Arif yang kasihan melihat Althaf terus-terusan menunduk sedari tadi.

Althaf menggeleng, "om pulang aja, temenin tante. Lagipula pasti butuh beberapa perlengkapan yang perlu di ambil kan? Biar Althaf disini"

Arif diam sesaat, barulah kemudian ia mengangguk, "yaudah, tolong jaga Dea ya. Om mohon jangan kemana-mana, disini aja", pinta Arif. Mungkin dari sekarang hingga seterusnya, ia tidak akan membiarkan putrinya sendiri semenit pun.

Althaf mengangguk, Arif membangunkan Dina, mereka akan kembali besok pagi-pagi. Althaf mengantar Arif dan Dina hingga kedepan pintu.

Kia, Daffa, Ara, Naysa dan Rafqi duduk didepan kamar Dea, mereka semua menunduk dan saling diam. Mereka menoleh kearah suara ketika mendengar suara terbuka.

Dina terlihat sangat lemah, wajahnya berantakan tidak karuan.
"titip Dea sebentar ya nak, besok pagi-pagi tante balik, nanti Althaf mau sarapan apa kabarin aja", walau keadaan sekacau ini, Dina masih bisa seperhatian itu kepada teman-teman Dea.

Setelahnya Arif dan Dina langsung melenggang pergi. Althaf menatap teman-temannya.

"kalian balik aja, biar gue disini",ucap Althaf pada mereka.

"gue temenin ya", tawar Daffa.

"gue juga", ikutan Kia.

Althaf menggeleng, "jangan, biar gue aja. Lo pada istirahat, besok kita gantian"

"lo gak papa sendiri?", tanya Rafqi kuatir melihat wajah Althaf yang sangat pucat.

"gak papa, lo pulang aja, bawa pulang Naysa, dia udah lemes banget", pinta Althaf. Rafqi mengangguk.

"gue pesenin makan ya, lo harus makan", ucap Ara kemudian.

Althaf menggeleng, "gue gak laper"

"lo harus makan Thaf, gimana lo mau jaga Dea, lo aja udah lemes gini belum makan seharian", Kia mengucapkan itu dengan mata sembabnya. Cukup satu orang, jangan bertambah lagi orang yang sakit disekitarnya.

PARADOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang