10. Assalamualaikum Calon Imam

253 35 2
                                    

***

Bel istirahat pertama sudah berbunyi, seperti yang dilakukan kemarin. Dea harus menepati janjinya untuk mentraktir Althaf sebagai tembusan hukuman untuknya.

"Dea!", panggil Ara tiba-tiba. Dea berbalik kala dia sudah sampai didepan pintu.

"De, mau kantin ya. Ikut dong", ucap Ara sambil tersenyum.

Dea mengangguk semangat,"kok gak ikut sama Keifa dan Sheiba?", Tanya Dea penasaran. Biasanya mereka sering bertiga ke kantin. Dan Dea kala istirahat akan menjumpai dua sahabatnya.

"katanya mereka nanti ke kantinnya, sedangkan gue buru-buru. Mau jumpain Bu Dina. Yaudah, gue buru sekarang deh", jawab Ara sambil menyengir.

Dea tersenyum, lalu mengangguk. "yaudah, pergi sekarang yuk", ucap Dea.

Selanjutnya mereka mulai berjalan menuju kantin. Sesampainya di pintu kantin, belum apa-apa Dea sudah menghembuskan nafasnya lelah. Althaf lagi.

Namun mengingat pesan Althaf tempo hari, Dea jadi bingung harus bersikap seperti apa. Dea berfikir sesaat, dan akhirnya ia memutuskan untuk tak membahas permasalahan kemarin.

Anggap saja tidak terjadi apa-apa dalam pesan itu.

Althaf menelan salivanya sedikit gugup, ia juga mengingat hal yang ia lakukan kemarin. Melihat Dea yang duduk dengan santainya, Althaf jadi sedikit tenang. Dea sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda akan meminta penjelasan tentang pesan kemarin.

"eh, Ara...", sapa Kia ramah.

Ara tersenyum,"hay, gue gabung ga papa kan?", Tanya Ara sambil tersenyum.

"ga papa kok Ra, lagipula ini tempat umum ya kan", jawab Daffa logis.

Ara mengangguk, lalu langsung mengambil posisi. Sebenarnya Ara agak risih duduk diantara mereka. Diantara empat cewek di meja itu, hanya dia yang tidak menggunakan kerudung.

Keluarganya memang bukan berasal dari kelurga yang kental dengan keislaman. Namun, ia paham, kerudung tidak dilihat dari siapa keluarganya. Seperti Dea, dia bukan berasal dari keluarga Kya'I. Namun, ia bisa menutup auratnya dengan sempurna.

Ara menarik nafasnya, ia tak mau terlalu memikirkan hal itu. lagi pula, sudah mau diterima ramah dan tidak dibedakan dimeja ini sudah sangat cukup baginya.

"Kia...", tiba-tiba terdengar suara Naysa disela-sela makan mereka. Kia menatap Naysa.

"yes, apa?", Tanya Kia.

"kan kamu mau ikut MQK ni abis lebaran nanti. Jadi perlu latihan extra. Tadi pagi abi bilang, kalau guru kamu bakal diganti, untuk memaksimalkan pelajaran kamu", ucap Naysa teratur.

Kia mengecutkan bibirnya, ia pasti akan sedikit kesusahan untuk beradaptasi kembali. tanpa ia sadar, Daffa sedang memperhatikannya bingung.

"emang siapa yang bakal jadi guru penggantinya?", Tanya Kia kemudian.

Naysa melirik Rafqi sesaat, Rafqi mengguk, seperti sedang membicaran sesuatu.

"ustad Jamal, dari DALWA", ucap Naysa.

"WHATTT???"

Bukan, bukan Kia saja yang berteriak. Tapi Daffa juga ikutan.

"Raf, itu ustad gue lho. Kok jadi pelatih dia"

"Nay, masa iya aku diajarin sama guru dari Darul Lughah wa Da'wah". Ahhh Nay, bilangin ke abi dong", rengek Kia panjang mengalahkan rengekan Daffa kepada Rafqi.

Naysa mengusap wajahnya gusar.

Dea dan Althaf tampak menyimak. sedangkan Ara, ia sama sekali tidak dapat memahami apa yang sedang mereka bicarakan.

PARADOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang