6. Botol Kosong

240 34 1
                                    


***

Hidup, tidak hanya berbicara tentang hati. Tentang rasa yang dimiliki, dan seharusnya juga memiliki. Timbal balik antara kedua belah pihak bisa saja tidak terjadi. Kita hanya memilki kuasa untuk memilih. Cukup sampai disini atau tetap melanjutkan rasa bisu, yang mungkin akan berujung sendu.

Dea merasakan itu. Rasa yang ia miliki, belum tentu akan dimiliki Keyhan. Ia hanya meluahkan sebuah rasa, tanpa alur untuk di ungkapkan atau meminta balasan. Rasanya hanya bisu, tak besua. Hanya diam, tanpa suara.

Dea masih duduk manis menunggu dua sahabatnya keluar dari kantin. Hari ini adalah hari dimana Pensi diadakan. SMA Emeerald sangat sibuk mengingat banyak anak sekolah lain juga ikut berkunjung untuk melihat persembahan dari siswa-siswa SMA Emeerald.

"ih, kok lama banget sih. Cape Dea tunggu", decak Dea kesal ketika Naysa dan Kia ketika mereka keluar dari kantin.

"sabar napa buk, didalam penuh", ucap Naysa sambil mengipas-ngipas wajahnya yang mulai mengeluarkan peluh.

"yaudah, duduk depan kelas Dea yuk. Kayaknya disana sepi tu. Karna jauh dari panggung utama", ajak Kia yang sontak mendapat anggukan dari Dea dan Naysa.

selanjutnya tiga cecan itu langsung bergegas menuju kursi yang ada didepan kelas Dea. menghindari keramain. Itulah yang mereka lakukan saat ini. untungnya sekolah ini cukup luas. Sehingga untuk mencari tempat sepi ya mudah saja.

Mereka duduk sambil meminum air yang mereka beli barusan.

"cuaca kok panas gini ya", ucap Naysa gerah.

"iya, Dea kepanasan", sahut Dea sambil mengipas-ngipas wajahnya.

"Nay, Dea, kalian ga daurah ya hari ini, beruntung banget. Lah aku, semalam masih dipentolin kitab ini itu", keluh Kia mengingat malam liburnya harus diisi dengan pembelajaran kitab kuning yang tiada henti.

"ya kan wajar kali Ki, kamu kan mau ikut Musabaqah", ujar Naysa. Kia mendengus, memang benar adanya. Dalam waktu dekat ini ia akan mengikuti MQK, Musabaqah Qiraatil Kutub. kegiatan ini akan melombakan pembacaan kitab Arab tanpa baris dan diiringi Qawaed yang benar dan tepat.

Dea ikut mendengus mendengar dengusan Kia barusan. Tiba-tiba Dea ingat sesuatu, sontak ia melirik kiri dan kanan.

Aman.

Dea mulai mengeluakan Quran kecil dari saku baju outer yang ia gunakan. Ia hendak menambah hafalannya. Namun, kembali mengingat perjanjiannya dengan Althaf pekan lalu. Dea kembali was-was untuk menambah hafalan. Namun ia tetap nekat, mengingat sedari tadi Althaf and the geng belum menampakkan batang hidungnya di daerah sini.

"De, mau nambah ayat?", tanya Naysa melihat Dea mulai komat-kamit melafalkan salah satu ayat.

Dea hanya mengangguk, sambil matanya terus menerawang.

Kia terkekeh melihat gerak gerik mencurigakan Dea, namun ia tak menegur, Kia hanya terkekeh heran. Ada- ada saja kelakuan Dea, pikirnya.

Dea berusaha fokus dengan memenjamkan matanya. Setidaknya, dalam waktu senggang seperti ini ia bisa mendapatkan setidaknya setengah halaman saja. Dea terus menghafal hingga tiba-tiba...

***

"tadi kalo ga salah itu buat gue deh Raf", Daffa bingung melihat minuman yang ia pegang bukanlah miliknya.

"emang iya, ini punya elo", jawab Rafqi santai.

Daffa mendecak,"emang ya, kebiasaan lo nyeromot punya orang ga ngilang-ngilang", kesal Daffa karena minumannya ditukar Rafqi.

PARADOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang