17. Nikah Sama Gue Yuk!

259 30 2
                                    

****

Dea terhuyung-huyung turun dari tangga kamar mereka, ia berjalan menuju Mushalla putri hendak menunaikan ibadah Sholat malam. Dikamar hanya tinggal dirinya dan Kia. Kia telah sholat dan langsung masuk kekamar kembali. sadangkan Naysa dan Nabiela, pasti mereka sedang berada di aula untuk mulai menghafal.

"pasti lo tidur kayak orang mati kan?"

Dea terperanjat ketika mendengar suara dibelakangnya. Ia berbalik kebelakang, melihat Althaf yang sudah lengkap dengan peci, koko, dan sarung juga hendak turun.

"maksud kamu?", Tanya Dea sengit. Tentu Dea paham apa yang dimakud Althaf.

Althaf memasukkan dua tangganya dalam saku bajunya, ia sekarang berada di anak tangga yang sama dengan Dea, "jam segini baru bangun buat sholat malam", sindir Althaf.

Dea mengerutkan keningnya,"terus kamu, kan sama aja kayak aku", bantah Dea.

Althaf menaikkan alisnya,"yee, gue dari tadi udah bangun kali", jawab Althaf bangga.

"aku juga udah bangun dari tadi", dusta Dea. Padahal, teman-temannya dengan susah payah telah membangunkan Dea dari satu jam yang lalu. Namun, kasurnya terlalu nyaman untuk ditinggalkan.

Althaf mendekatkan wajahnya sedikit kearah Dea,membuat Dea sontak mundur,"lo kira gue ga denger temen-temen lo teriak waktu ngebangunin elo. Tembus sampe kamar gue ya. Dasar kebo!", akhir Althaf dan langsung berjalan meninggalkan Dea disana.

Dea mendecak, pagi-pagi moodnya sudah hancur saja, bahkan rasa kantuknya tiba-tiba terbang entah kemana. Selanjutnya Dea bergegas turun dan berjalan menuju Mushalla.

***

Kia berjalan memegang kitab dan catatannya, para santri dan satriwati Daurah sedang melaksanakan Qailulah atau istirahat sejenak, setelah mereka menghafal dari setelah sholat malam tadi, hingga sekarang jam 10 pagi.

Sedangkan Kia, ia harus keluar untuk lanjut belajar, Ia akan beristirahat nanti siang. Ia berjalan menuju sebuah meja yang memang disediakan untuknya dan Daffa beserta pelatih mereka ustad Jamal.

Kia menghembuskan nafas lelah, disana tidak ada siapa-siapa. Daffa pasti ikutan tidur, karna Rafqi sekamar dengan Daffa. Apalagi ditambah Althaf yang jarang kembali kekamarnya, ia lebih sering mengungsi ke kamar Rafqi dan Daffa.

Kia duduk membuka catatannya dan mulai membaca-baca. Sesekali Kia menatap orang yang berlalu lalang dihalaman gedung itu. mereka adalah para karyawan yang bekerja di perusahaan Travel milik keluarga Althaf. Gedungnya tepat disamping asrama Daurah putri.

Tak lama kemudian, sampailah Daffa. Kali ini, ia datang dengan tenang tanpa kegaduhan seperti biasa. Kia pikir ia tak akan datang, ternyata ia salah. Tanpa menyapa dan berkata apa-apa, Daffa langsung duduk dihadapan Kia.

Akhirnya Kia baru menyadari akan raut wajah Daffa yang tak seperti biasanya.

"lo gak sahur? Muka lo gitu banget", ucap Kia tanpa menatap wajah Daffa.

Daffa mengangkat pandangannya, Ia diam tak menjawab. Kia tak bertanya lagi, sepertinya suasana hati Daffa benar-benar sedang tak enak.

"lo pernah gak kesepian gitu dirumah. Gak ada bokap-nyokap",tiba-tiba terdengar suara Daffa yang sangat rendah.

Kia mengangkat kepalanya, ia menghembuskan nafasnya sesaat, "terkadang doang sih. Lagipula gue sama kakak gue dirumah. Dan orang tua gue balik setiap dua minggu sekali", jawab Kia jujur. Ia tau kemana akhir dari obrolan ini.

Daffa memainkan jari-jarinya diatas meja, tatapannya tampak lusuh layaknya hidup tanpa semangat.

"gue hampir setahun lebih gak jumpa sama orang tua gue. Mereka kerja di cairo. Dan jarang banget pulang kesini. Dirumah,gue cuma sama pembokat", ucapnya kecil. Kia tak terkejud, ia memang sudah tau mengenai ini.

"lo kangen orang tua lo?", Tanya Kia hati-hati.

Daffa menghembuskan nafasnya,"heum, mereka jarang banget pulang kesini. Terakhir pulang lima tahun yang lalu. Selama ini gue yang terbang kesana"

Daffa diam sesaat,"soal omongan gue di kantin kemaren emang bener, rencananya gue mau nyusul orang tua gue ramadhan ini. Bodo amat deh soal lomba", Daffa masih menunduk.

"delapan tahun yang lalu mereka tugas kesana. Mereka gak bawa gue dengan alasan waktu itu gue hampir ujian kenaikan kelas. Dan penerbangan orang tua gue gak bisa di tunda"

" gue ditinggal sama adik mama gue. Pas gue kelas Sembilan, tante gue nikah. Dan sekarang tinggal sama suaminya"

"akhirnya, gue bener-bener tinggal sendiri. Gue kesepian...", lirih Daffa akhirnya.

Kia mengerti keadaan Daffa, mereka sama-sama ditinggal oleh orang tuanya yang bekerja diluar negeri. Namun, kisah Daffa bisa dikatakan lebih sedih.

"udah deh Daf, kan lo punya Rafqi sama Althaf. Ada gue juga, sama temen temen gue, Naysa sama Dea. Kurang rame apa coba", ucap Kia meyakinkan Daffa.

Daffa mengangkat pandangannya, wajahnya belum berubah. Masih datar seperti tadi, dan sedang menatap Kia yang tersenyum kearahnya.

"nikah sama gue yuk, biar gue gak kesepian lagi", ucap Daffa kemudian.

BOMMM!

"ahhha! Elu Daff! Rusak, rusak suasana ihhh! Gue serius ngomong, ah elu. Emosi gue!", kesal Kia sambil membanting pulpennya keatas meja dan melipat tangannya didada.

Daffa tertawa melihat reaksi kesal Kia.

"hahaha. iya,iya. Daripada mellow-mellow dari tadi", ucap Daffa sambil tertawa.

Kia berdecak, "ckk, ancur! Mood gue ancur Daff!"

Daffa tertawa lagi. "yaudah, maaf", ucapnya sambil tersenyum.

Kia hanya berdehem kecil. "jadi curhat gue kan, untung gue gak mewek", ucap Daffa sambil mengusap wajahnya.

Kia terkekeh,"biasanya lo pasti suka nangis kalau lagi mellow-mellow kayak barusan kann", goda Kia.

Daffa tersenyum simpul,"heum, iya bener", ucapnya jujur.

Kia membulatkan matanya, "wooww, cengeng juga lo Daf", ejek Kia sambil tertawa.

Bukannya marah, Daffa malah ikutan tertawa,"yee,nama juga rindu. Rindu itu obatnya cuma temu", jawab Daffa sambil terkekeh.

"ah, sa ea lu bang"

Mereka tertawa bersama,"udah ah, gak jadi-jadi belajarnya. Buka catatan lo cepet!", perintah Daffa kemudian.

"yee, tadi juga elo yang mulai, kok gue yang salah", bantah Kia.

Daffa mengangguk,"iya deh, cowok emang selalu salah", setelahnya mereka tertawa lagi.

Mereka tertawa seperti tak terkabung sesak dalam hati mereka. Seperti yang Daffa katakan. Obat rindu ialah temu. Terkadang memang ada isyarat yang tak bisa diungkapkan. Walau telah dirangkai dalam bejuta bahasa, namun ungkapan itu belum setara dengan yang dirasa.

Ringan rasanya, namun berat untuk diungkapkan.

Begitulah Rindu.

****

Padahal aku besok pagi-pagi banget ada final. Tapi entah kenapa pengen nge post.
Part ini agak pendek, aku harus belajar buat besok hihi 😁

Jangan lupa like and comment ❤😍

Ig : nandaeka_yusfira

PARADOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang