4. Les't Start The Game

274 39 4
                                    


***
Masih subuh memang, althaf membuka tirai jendelanya. Hari ini minggu, seperti biasa, ia akan mengikuti kegiatan Daurah. Minggu depan adalah Minggu yang paling ditunggu Althaf. Tepat ketika acara Pensi dilaksanakan. Otomatis althaf tidak dapat mengikuti Daurah.

Ia melihat gedung besar yang menjulang megah terletak beberapa meter disamping rumahnya. Itulah gedung SAPPHIRE HOSPITAL. Rumah sakit yang didirikan oleh keluarga besarnya, dan tak lama lagi akan segera menjadi miliknya. Tapi...

"kalau gue gak khatam, jelas gak boleh kuliah. Terus gimana caranya gue milikin tu rumah sakit. Mimpi,mimpi!", Althaf membisik frustasi. Itulah kendala hidupnya.

Disisi lain, gadis itu berdiri lesu didepan gerbang besar. Ia melirik arlojinya, jam 06.45. untuk hari minggu, jam segini menjadi surge tidur bagi seluruh anak seumurannya. Tapi tidak bagi Dea, karna ketahuan belum menghafal seayatpun minggu ini. Ia terpaksa diusir lebih awal oleh mamanya.

Ia menatap rumah megah dihadapannya. Disamping rumah itu berdiri gedung Daurah lima lantai, Daurah Ma'had Asy-Syafi'i. Dea menghembus lelah. Ia melangkah masuk kehalaman rumah itu. Mungkin Naysa baru akan sampai sekitaran jam 9 nanti.

"Dea?", orang yang dipanggil berbalik terkejut.

"bunda, selamat pagi", sapa Dea ramah kepada ibu Althaf, sang pemilik Daurah.

Bunda mengangguk ramah, "Dea, pagi-pagi banget udah sampai"

Dea tersenyum,tak niat menjawab.

"Dea udah sarapan?", Tanya bunda memastikan.

Dea langsung mengangguk,"udah kok bunda"

"yaudah, masuk kerumah aja yuk. Bantuin bunda nyiapin srapan. Lagipula ustazah Aisyah juga belum sampai", pinta bunda pada Dea.

Dea mengangguk," Dea mau bun, sekalian Dea mau belajar masak", jawabnya semangat. Selanjutnya Dea dan pemilik rumah langsung berjalan masuk kedalam rumah.

Tanpa mereka tau, cowok itu masih berdiri di jendela kamarnya sambil memperhatikan ibu dan gadis itu yang baru masuk kadalam rumah.

"subuh banget tu cewek nyampek."

"Dea bisa buat apa, kupas bawang bisa gak?", Bunda mulai mengeluarkan bahan-bahan dari dalam kulkas.

"bisa dong bun", jawab Dea sumringah. Bunda hanya tersenyum melihat anak sahabatnya itu.

"tadi diantar siapa?"

"diantar papa",jawab Dea seadanya.

Bunda mengangguk, lalu kembali melanjutkan obrolan. Mulai dari kabar keluarga, sekolah, niat kuliah, sampai mengapa Dea pergi ke Daurah sepagi ini. Bunda tertawa mendengar alasan Dea.

"jadi dea belum hafal seayatpun", ucap bunda tak percaya.

Dea mengangguk lesu,"iya bun, semalam papa nanyain. Terus Dea jujur deh, eh malah diomelin", curhatnya. Bunda kembali tertawa.

Sebenarnya, dua orang itu tak sadar bahwa sedari tadi Althaf berdiri diberanda dapur memperhatikan Dea dan bundanya. Ia berfikir, mengapa Dea sangat akrab dengan ibunya.

"lo bisa masak juga", sindir Althaf kala Dea hendak melewatinya.

"gue kira lu anak manja yang Cuma bisa nyusahin orang tua aja!"

Dea melotot kesal, namun ia berusaha untuk sabar. Ia tak mau buat rebut dirumah orang.

"gak baik ngina orang", jawab Dea balas menyindir.

Althaf mengernyit, tumben gak ngegas ni cewek, pikirnya.

"Althaf ngapain disini?", Tanya Dea.

"serah gue, rumah siapa coba", wajab Althaf judes.

PARADOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang