BAB 45|MOJA

17.6K 2.5K 1K
                                    

"HAHAHA, LO NGEDOT FA?" Bara tertawa terpingkal pingkal, bukan hanya cowok itu yang tertawa. Namun, seluruh penghuni ruang tamu tertawa mendengar penuturan bocah terusia tiga tahun itu.

Bahkan Bunda Rina, dan juga Tante Lisa yang baru saja ingin bergabung dengan mereka, pun tertawa mendengar ucapan polos yang terlontar dari mulut mungil anak laki-laki itu, yang sekarang bingung sendiri. Kenapa semua orang tertawa? Anak laki-laki itu menolehkan kepalanya kekanan, dan kekiri, lantaran heran dengan mereka semua.

"Kenapa cemuana ketawa. Ipen cayah ya? Kan Ipen baik kacih akak adiah. Iya kan akak Apa cuka nda?" bocah polos tiga tahun itu menampilkan cengiran polosnya, di hadapan Zafa yang sudah memasang wajah masam.

"Siapa yang ngajarin?!" cowok itu memelotokan matanya garang. Kepada bocah yang menampilkan wajah tanpa dosa dihadapannya ini.

Bukan Ziven namanya, kalau langsung takut ditatap oleh Zafa dengan tatapan sepert itu. "Matana nda ucah meyotot, nanti kayo copot. Akak mawu diganti cama mata kambing!!?" anak laki-laki itu meletakkan kedua tangan-nya dipinggang. Memelototkan matanya galak, berlagak seperti preman pasar yang sedang memalak orang.

"Ayo, kita ngedot bareng," pekik Alden merebut box berisi dot, yang berada dipangkuan Zafa. Seketika cowok itu terpekik kaget dengan pergerakan Alden yang merebut box tersebut secara tiba-tiba.

"Den, balikin!!"

Alden, tak memperdulikan ucapan Zafa. Cowok itu malah membagikan dot tersebut, kepada mereka Bara, Riyan, dan juga Elang. "Pasukan ngeodot. Ipen ayo sekalian ikut," seru cowok itu, mendudukkan dirinya dikarpet bulu sebelah Bara.

"Ipen ayo ikut, sini," sahut Bara, menarik tangan mungil Ziven untuk bergabung bersama mereka.

Anak laki-laki itu tersenyum lebar, ia mengambil dot miliknya yang sudah berisi susu coklat, berada diatas meja. Ziven ikut bergabung dengan mereka, diantara Alden dan Bara.

"Iliii sisi ciklitt," ujar Bara menirukan Zafa yang sering merengek kepada qilla disaat memintta susu. 

"Pacukan edott." seru Ziven, anak laki-laki itu memasukan puting dot kedalam mulut, diikuti oleh Alden,dan juga Bara.

Sekarang, mereka bertiga kompak mengemut puting dot, duduk bersila dikarpet bulu, dan memiringkan kepalanya, kekanan dan kekiri secara bersamaan. Hal itu, mempu mengundak gelak tawa dari mereka semua, yang menyaksikan pasukan dot itu.

Ziven, berdiri dari duduknya. Melangkahkan kaki menghampiri Zafa. Wajah cowok itu sudah seperti kepiting rebus, lantaran merasa harga dirinya sudah dijatuhkan dengan begitu mudahnya. Oleh bocah tiga tahun. "Atak Apa ayoo kutt," bocah tiga tahun itu, menarik pergelangan tangan Zafa.

Cowok itu menarik tangannya, agar terlepas dari gengaman tangan mungil Ziven. "Hikss, Ilaa," cowok itu, menyembunyikan wajah-nya, dipunggung Qilla. "Zi-ven, hiks jahatt," gumam cowok itu pelan. Namun, masih dapat didengar oleh mereka.

"Hayoloo, Ziven. Kakak Zafa nangis," ucap Bara menakut-nakuti anak laki-laki yang saat ini terlihat kebingungan.

"Akak, akak Apa angis?" anak laki-laki itu memiringkan kepalanya, berusahan menatap wajah Zafa yang disembunyikan di balik punggung Qilla.

Anak laki-laki itu menolehkan kepalanya, ke kanan dan ke kiri. Lantaran tak mendapat jawaban dari Zafa. "Huwaa, Ipen nda belmakcut bikin akak Apa angiss. Hiks Ipen kan aikk kasih akak Apa adiah. Huwaa unda hiks," Ziven menelungkupkan bibirnya kebawah, ia berlari menghampiri Tante Lisa, yang masih berdiri di sebelah Bunda Rina.

"Bar, lo gak sekalian nangis juga?" Alden menyengol lengan Bara.

Bara tersenyum jahil, setelah mendegar ucapan Alden. "HUWAA, BUNDAA," pekik Bara, berlari menghampiri Bunda Rina, cowok itu memeluk kaki Bunda Rina erat.

AZAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang