tiga puluh satu

2.6K 362 62
                                        

"Kak Chris, temenin Lixie tidur."

"Kak Chris, gendong."

"Kak Chris, mau peluk."

"Kak Chris, Lixie mau susu."

"Kak Chris, ayo main."

"Kak Chris.."

"Kak Chris.."

"Kak Chris.."

Chan berkali-kali memukul kepalanya sendiri. Suara adiknya terus terngiang-ngiang di kepalanya membuat Chan merasa hampir gila.

Ditengah derasnya hujan, Chan terlihat duduk sendirian di pinggir danau yang dulu sering ia kunjungi bersama Felix. Danau itu merupakan tempat favorit Felix bermain.

Chan membiarkan air hujan menerjang tubuhnya dengan bebas. Ia tidak peduli lagi dengan tubuhnya yang mulai menggigil karena kedinginan serta seluruh badannya yang terasa sakit akibat perkelahian tadi.

Pikirannya mulai melayang pada kejadian beberapa jam yang lalu.

"Kak Chris, sakit."

Itu adalah kalimat yang Felix ucapkan sebelum dia kehilangan kesadarannya. Seharusnya kalimat itu bisa menyadarkan Chan. Karena diantara semua orang yang mengenalnya, hanya Felix adiknya lah yang memanggilnya dengan sebutan itu.

Chan sempat tertegun saat mendengarnya. Namun ia terlalu egois karena lebih mendahulukan egonya daripada hatinya.

Sampai akhirnya, Chan mendengar fakta yang cukup mengejutkannya. Felix yang dia kenal selama ini ternyata adalah adiknya, Lixie-nya.

Dan dengan bodohnya Chan justru menidurinya, dia melukai Lixie-nya.

Wajah kesakitan Felix terus membayangi dirinya. Suara tangisannya terus berdengung ditelingannya. Rintihannya yang memintanya untuk berhenti, jeritan kesakitannya, semuanya seperti menghatui Chan.

Chan tidak bisa memaafkan dirinya sendiri. Selama ini Chan selalu berharap agar bisa menatap adiknya lagi, namun saat hal itu terwujud, Chan justru tidak menyadarinya.

Sakit yang ia dapatkan karena pukulan Changbin rasanya tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan rasa sakit yang adiknya alami selama ini.

Tangan Chan terkepal kuat. Ia merasa bodoh karena mempercayai keluarganya yang ternyata justru mengkhianatinya.

Harusnya Chan curiga saat adiknya dikabarkan menghilang. Harusnya Chan curiga saat orang tuanya mengatakan jika adiknya dibunuh. Harusnya Chan tetap memaksa saat orangtuanya tidak mengizinkannya melihat mayat adiknya. Harusnya Chan tidak langsung percaya begitu saja.

Chan baru menyadari sekarang, bagaimana bisa adiknya diculik sedangkan Felix saja tidak pernah keluar rumah jika tidak bersamanya. Dan sejak kecil, Felix memang selalu diperlakukan tidak adil oleh orangtuanya. Harusnya Chan juga menyadari hal itu. Tapi apa yang telah ia lakukan?

"ARRGGHHHHH!!!!"

Chan berteriak dan memukul kepalanya berulang kali. Air matanya tidak bisa ia tahan lagi. Karena kesalahannya, karena kebodohannya, adiknya yang tidak bersalah harus merasakan sakit yang tidak bisa dibayangkan olehnya.

Bukan hanya fisik, tapi juga mental.

Air mata Chan mengalir bersama derasnya hujan. Suara tangisnya pun ikut teredam oleh petir yang mulai bersahutan.

Chan menangis sendirian.

Menyesali segala perbuatan yang telah dilakukannya.

"Lixie... maafin kakak." Tangan Chan mengangkat sebuah gantungan kunci di depan wajahnya.

Hello SweetyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang