23

1.7K 57 2
                                    

Aku mengakui nya, masa laluku lebih bertahtah di hati. Namun kenyataannya masa lalu tidak akan pernah terulang kembali. Bukankah masa depanku adalah dirimu.

•Zafur Elfatah

•••

El mengamati para pekerjanya, tangannya sedikit kebas akibat luka itu. Ia dapat merasakan panas yang semakin membakar kulitnya. El memutuskan berteduh di pinggir ladang. Mengamati masyarakat yang tidak terganggu dengan panas matahari itu membuat El begitu tersadar, bahwa hidupnya lebih baik. Ia tidak pernah merasakan apa itu mencangkul, apa itu panas terik matahari ditengah ladang atau sawah, El juga tidak pernah merasakan dahaga yang begitu menyiksa seperti saat ini.
Apakah mereka tidak kepanasan? Begitu pertanyaan El dikepalanya.

Hingga suara Ara membuat El menoleh.
"Permisi pres, ini obat buat presedir. Luka ditangan nya." Ucap Ara

El yang mendengar suara istrinya itupun berbalik, dan seakan waktu berhenti. Ketiga manusia itu mematung. Mengapa bisa?. Batin El

"Hem presedir Ara izin undur diri." Pamit Ara
 Ingin sekali dirinya menghampiri Ara, namun urung tatkala suara perempuan lain terdengar.

"Bang Zafur." Panggil Dinar kembali

"Ada apa?"

"Bisakah inar meminta penepatan janji itu? Tujuh tahun silam, seorang anak dengan seragam putih biru?"

"Itu hanya lelucon inar, bahkan saya sudah tidak berjumpa denganmu lagi setelah mengatakan hal itu."

Tertohok sangat, Dinar sangat tertohok. Namun senyuman yang hanya bisa Dinar tampilkan. "Ya bukankah anak haram ini tidak pantas untuk bahagia." Tawa Dinar pecah, namun siapapun itu yang melihatnya akan sangat simpatik padanya. Derai air matanya sudah membasahi pipinya.

"Itu hanya ucapan bocah laki-laki yang tidak paham apa apa inar, maafkan saya jika kalimat itu membuatmu begitu memimpikannya." Dengan tulus El meminta maaf.

Namun apakah ada jaminan kata maaf menyembuhkan sebuah luka pengharapan ini.
"Bang Zafur, maaf Inar gak bisa berhenti untuk mengharapkan Abang. Berkat Abang Inar bisa melewati segalanya. Abang adalah cahaya di hidup Inar." Pungkas Dinar lalu pergi

Dua perempuan kini tengah terluka, hanya karena harapan semata. Apakah Tuhan begitu cemburu hingga membuat keduanya diterpa badai pengharapan yang tak kunjung menemui ujung. Pengharapan yang paling menyesakkan adalah pengharapanmu kepada makhluk.

"Ra" panggil Dinar

Ara yang masih membelakangi Dinar segera menghapus air matanya.
"Iya apa." Ujar Ara tersenyum

Dinar memeluk Ara tangisnya begitu lirih, namun Ara bisa merasakan. Matanya melihat keatas ia tak mau air mata yang disembunyikan nya jatuh. "Dinara Putri Alfiarah, nama gue indah namun kenapa hidup gue kacau." Dalam posisi yang sama Dinar mulai meracau. "Apakah aku sehina itu?". "Enggak" putus Ara bahkan air matanya pun tidak bisa Ara bendung. "Lalu kenapa tuhan jahat banget sama gue Ra?, Tuhan mempertemukan gue dengan orang baik, tapi sayangnya arah takdir berbelok dari gue hahahaha" tawa Dinar terdengar namun bahunya bergetar. Ara semakin sakit mendengar nya."harapan gue pupus dalam sekejab, tujuh tahun aku hidup dalam harapan semu itu. Ara bukankah Dinar Putri Alfiarah ini tidak akan menyerah begitu saja"

Degg

Badan Ara menegang seketika disaat kata itu terucap. Dinar yang menyadari ketegangan tubuh Ara pun kembali bersuara "Lo tenang aja Ra, gue gak mungkin macem-macem sama atasan Lo. Gue cuman mau memperjuangkan nya." "Meskipun ketika ada orang lain yang menghalanginya?." Pancing Ara meski kini mereka tidak bisa melihat ekspresi masing-masing namun Ara tahu jika Dinar pasti kebingungan."maka dia adalah orang jahat dihidup gue." Saut Dinar.

El-Zarah  [Completed ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang