29

1.6K 60 5
                                    

Cerita hari ini, adalah untuk dinikmati hari ini.
dan untuk besok, maka biarkan Tuhan saja
Yang mengetahuinya.

•El-zarah

••••
Seorang perempuan tengah menjingjing tas dan sepatu haknya, suasana masih ramai. Tentu saja karena adzan Maghrib baru saja berkumandang. Hijabnya diterpa angin membuat penglihatan perempuan itu sedikit terganggu.

"Demi bang Zafur, bahkan kerudung ini masih melekat disini." Monolognya

Kenapa semua orang menyalahkan dirinya?, Kenapa sebagian orang memandang dirinya sebagai manusia paling jahat didunia ini?.
Sungguh demi apapun, ia juga tidak mau di posisi ini. Berdiri sendiri, dikakinya. Menahan segala makian dalam dirinya.

Apakah benar bang zafur nya adalah renjana yang begitu menyesakkan, hanya bisa didekap dalam bayangan. Batinnya pongah.

Kenapa buana tidak tertarik padanya?
Apakah dirinya kurang menderita?
Apakah dirinya juga tak pantas merasakan kelayakan hidup?.

Dinar menghela nafas untuk kesekian kalinya
Raut kecewa jelas tergambar diwajahnya. Melangkah mendekati musolla lalu duduk di lantai emperan musolla, kakinya sudah luka. Karena dari kantor jalan tanpa alas kaki. "Tuhan, seyakin apa sama gue." Lirihnya.

Dinar masuk ke musolla, entah kenapa hatinya bergetar. Untuk pertama kalinya kakinya memasuki tempat yang suci ini. Setelah belasan tahun memutuskan untuk menjauh dari penciptanya.

"Setelah sekian lama, apakah Tuhan akan Nerima gue." Lirihnya

Langkahnya nya mulai memasuki tempat wudu, sempat terlupa tata cara wudu, Dinar memperhatikan orang disebelahnya, lalu mulai mengikutinya.

Kemudian mulai mengambil mukena, awalnya ragu namun perkataan Ara terlintas dibenaknya

"Kalau lagi kecewa coba deh ngadunya sama Allah, pasti tenang. Walaupun gak bersuara." Ucap Ara

"Kenapa Lo bisa seyakin itu?"

"Karena manusia itu tercipta, Ilustrasinya pensil ini." Tunjuk Ara pada pensilnya

"Pensil ini dari pohon, padahal pohon besar tapi ternyata ada yang lebih besar dari pohon, contohnya manusia mangkanya ia bisa menciptakan pensil, buku, tisu, alat rumah dan sebagainya, yang pada akhirnya akan kembali kepada tanah, Alias tidak kekal. Begitu pula dengan manusia. Manusia juga akan mati, pada akhirnya akan kembali pada-Nya. Dia yang menciptakan segalanya. Siapa yang menciptakan manusia? Tentu ada dzat yang bersifat segalanya. Tidak memiliki akhir, dan dari itulah kita sebut dengan pencipta dialah Allah."


Dinar mulai memakai mukenanya, mengikuti gerakan orang disampingnya hingga solat mahrib itu selesai. Semua orang sudah meranjak dari tempatnya selain Dinar. "Gue, ngadep Tuhan. Setelah belasan tahun lamanya." Ucapnya. Tangannya terangkat, hatinya mulai mencemooh takdirnya. Air mata mulai membanjiri pipinya. Bahunya bergetar hebat. Katakanlah dirinya manusia yang tidak tahu malu. Mengadu dengan menyalakan Tuhannya, bahkan setelah lama ia meninggalkan kewajibannya. Hidup jauh dari aturan agamanya, memilih untuk mengingkari Tuhannya. Untuk saat ini biarkan saja dirinya bersimpuh di hadapan Tuhannya. "Aku, tidak sekuat itu Tuhan."

Pada akhirnya Dinara Putri Alfiarah hanya seorang perempuan yang ingin seperti perempuan lainnya. Menjadi kuat dihadapan orang lain, menjadi penguat untuk hidup ibunya, ternyata tidak semudah itu. Banyak hal yang ingin Dinar katakan.  Tentang letaknya yang menjadi salah, bahkan lahir kedunia pun sudah kesalahan baginya.

El-Zarah  [Completed ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang