26

1.7K 49 3
                                    

Kenapa tuhan? Aku hanya ingin kehidupan yang lebih baik. Tidakkah engkau mendengar?

Dinar

•••
Dinar sudah berada di dalam kamarnya. Setelah pulang dari apartemen yang ia kira adalah milik zafur. Langkah kakinya semakin gamang mendekati bingkai kecil di atas nakas itu.

"Tuhan.. seyakin apa engkau terhadap hamba yang kotor ini?"

Matanya kembali memancarkan kesedihan.
Dinar sama seperti perempuan yang lain, ia akan lemah dengan perasaannya. Hatinya juga rapuh. Hanya saja Dinar pandai memoles ekspresi nya.

"Tuhan apa gue sehina itu. Tapi bukankah kau juga yang buat gue seperti ini." Dinar menjambak rambutnya frustasi.

Perlahan-lahan Dinar mendekati meja rias, disaana ia menatap dirinya dengan penuh comooh.

"Lihat, Lo cantik. Badan Lo juga cantik. Rambut Lo, mata Lo, kulit putih Lo semuanya udah sempurnah." Tunjuk Dinar pada dirinya di cermin.

"Tapi karena ayah Lo, karena kelahiran Lo yang hina itu. Lo harus Nerima ini semua. Dan Lo juga harus kehilangan mahkota Lo nar, bahkan masih duduk dibangku SD. Hahahaha." Tawa Dinar menggelegar

"Bahkan tuhan gak memberi Lo jeda sedikit pun untuk bahagia, nyatanya umur 14 tahun Lo udah pernah aborsi."

Amarah, kesedihan, dendam semuanya tergambar Dimata Dinar. Ia benci dengan hidupnya. Hidupnya yang begitu menjijikkan.
"Kalau Lo mau berubah yang tuntas, jangan setengah." Setelah nya Dinar meraih gunting dan memotong rambutnya.

"Seharusnya  Lo lebih pinter bukan. Lo udah hina seenggak nya Lo harus pinter jaga penampilan."

Tak memusingkan potongan rambutnya, Dinar lantas meraih kunci motornya. "Nak kamu mau kemana?" Tak menjawab ibunya Dinar melangkahkan kakinya. Sampai di tempat tujuan, toko baju ia memilih baju. Tak banyak karena ini hanya Dinar kenakan ketika bertemu El.

Setelah urusan nya selesai Dinar kembali.
"Bu.."

"Dinar, kamu dari mana?"

"Langkah awal menipu orang, apa lagi." Ucap Dinar

"Nak, astaghfirullah nyebut nak."

Dinar tak menghiraukan itu, ia tetap menuju kamarnya. Setelahnya ia bergegas menggunakan pakaian baru itu. Sekali lagi Dinar berdiri di depan kaca. Matanya masih menyiratkan kebencian, dendam, dan kekecewaan.

Tangannya menggenggam ujung jilbabnya.
"Sekali lagi ayo berjuang Dinar." Monolog nya. Berkutat dengan kertas dan setelahnya Dinar pergi ke kantor yang Ara maksud itu.
Melewati pintu pertama dengan pandangan yang tidak pernah goyah itu.

"Permisi ruang HRD dimana?"

"Mohon maaf dek, tapi sudah buat janji?"

"Saya ingin melamar kerja, apapun posisinya saya terima."

"Mohon maaf dek, tapi kantor kami tidak membuka loker?"

"Posisi apapun itu saya terima bak, asal kerja disini." Dinar tetap pada pertahanan nya. Kali ini ia tidak akan membiarkan siapapun menghalanginya.

El-Zarah  [Completed ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang