27

1.6K 48 0
                                    

Ikhtiar itu jalan kita.
Sedangkan keputusan akhir, adalah milik Allah

Zarah

•••
Suara handphone membuat Ara menghentikan muroja'ahnya sejenak. Ia melihat El, seperti meminta izin dan ketika mendapat anggukan kepala dari El Ara mengambil handphone nya.
Tangannya bergetar ketika melihat nama yang tertera di layarnya.

"Lo lama tau gak"

"Assalamualaikum, maaf Din barusan lagi muroja'ah." Meskipun Ara sedikit bingung ada apa dengan sahabatnya ini ia tetap menjawab se halus mungkin.

"Gue mau bilang, kalau mulai besok gue udah kerja di perusahaan yang sama kayak Lo, jadi bareng gue. Gue jemput besok ke apartemen Lo itu. And gak ada penolakan."

Nafas Ara tercekat, tatapannya beralih pada El suaminya. Satu tempat kerja dengan Dinar, apa yang akan terjadi.

"Halo...halo.. Din" tidak ada sautan dari sana, Ara melihat hpnya dan mati artinya Dinar tidak menerima penolakan nya.

"Mas, tadi kamu bilang ada karyawan baru kan?" Tanya Ara memastikan. Sungguh dirinya takut. Bagaimana jika Dinar mengetahui?

"Iya, tapi orangnya sedikit memaksa."

Ara hanya mampu menundukkan pandangannya. "Mas itu Dinar." Cicit Ara matanya sudah berembun. Jika berkedip mungkin sudah meleleh dari pelupuk matanya.
"Tenanglah Humairah, mas gak akan menghiantimu. Meskipun mas mengakui sempat mencintai sahabatmu." Ujar El menengkan Ara.

"Bukan itu mas, Ara hanya takut. Takut Dinar kecewa. Takut kehilangannya. Jujur Ara gak siap mas."

El mengangguk kemudian mengecup kening Ara, El juga tidak punya hak untuk mencampuri nya.
"Apapun yang terjadi kedepannya, kita harus terbuka satu sama lain Ara jangan menutupi apapun dari mas."

Ara mengangguk karena komunikasi itu penting kan, dalam berumah tangga sangat diharuskan. Karena kepercayaan bukanlah bermula dari keterbukaan. "Besok Dinar sudah mulai kerja kan mas, bisa gak kalau Dinar mas taro di posisi yang jauh dari Ara, atau mas?"

"Kita tidak bisa bersembunyi dari kebohongan Humairah, bukannya mas tidak mendukung niat baikmu. Tapi mas tidak ingin kamu terjerumus dalam keburukan."

El mulai menasehati Ara, namun Ara tetap keras kepala "plis mas, Ara mohon. Gak bohong kok mas kita hanya menunda."

"Resikonya kamu yang nanggung."

Ara mengangguk walaupun ragu. "Padahal tidak ada salahnya memberitahu yang sebenarnya. Tapi jika belum siap mas akan menunggu."

Ara semakin tertunduk, begitu tulusnya El. "Makasih mas." El mengangguk lalu mulai merapikan tempat solatnya. Begitupun dengan Ara. Memilih untuk mempersiapkan makan malam. "Mas mau dimasakin apa?" Tanya Ara

"Apapun yang kamu masak, mas akan makan."

Nasi goreng jeruk purut pun tersaji sebagai hidangan malam ini. "Bau jeruk." Ujar El.
"He'em. Dulu kalau Ara sakit pasti nasi goreng ini yang Uma buatin, cobain deh mas pasti bakal suka." El mulai mencicipi masakan Ara. "Bohong nih, pasti beli di restoran kan. Soalnya enak banget, meskipun sederhana gini tampilan nya." Canda El. "Ihh enggak ya Ara yang masak barusan, mas kan liat." Rengek Ara

Tak tahan melihat raut wajah istrinya El memeluk Ara, lalu menyuapi Ara. "Ehh Ara ada mas." El tidak mengindahkan penolakan Ara. "Nabi menganjurkan kalau sama istri harus romantis."

Tolong selamat Ara, pipinya sudah memanas. Jika saja ia mengikuti sebuah drama seperti di tv mungkin pipinya sudah bergambar bunga dan segala macamnya. "Mas gombal belajar dimana?" Tanya Ara.

El-Zarah  [Completed ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang