Tak ada manusia yang ingin menjadi tokoh
Antagonis di cerita orang lain, namun sebagian cerita
Orang lain terkadang memaksa kita untuk menjadi
Tokoh antagonis tersebut.-kutipan El-Zarah
•••••
Senja mulai menampakkan dirinya, matahari sebentar lagi akan tenggelam. Bukti bahwa hari akan berganti malam.
Ara melihat langit jingga itu dari balik jendela, sudah 1 jam yang lalu sejak dokter melepas infusnya dan mengizinkannya pulang setelah jam 7 nanti. Netranya menatap keindahan langit sore."Besok aku harus jujur sama Dinar. Ya Allah bantu hamba" monolog Ara. El yang baru saja menyelesaikan administrasi langsung kembali ke ruangan Ara. Namun yang El lihat Ara tengah termenung. "Kenapa Hem." Tanya El di belakang Ara
"Astaghfirullah, ngagetin aja."
"Makanya jangan kebanyakan ngelamun. Mas beresin barang dulu ya. Kembali ke brangkar udah hampir mahrib."Ara menuruti perintah El, namun sebelum itu ia menutup jendela rumah saki. "Mas gimana tadi rapatnya berjalan dengan lancar kan" tanya Ara
"Lancar, mas ada projek tentang penyaluran beasiswa untuk anak terlantar dijalan. Insya Allah nanti perusahaan akan menanggung biaya sekolah mereka. Tapi ada sedikit kendala, anak-anak jalanan masih enggan untuk menempuh bidang pendidikan. Mereka bilang katanya lebih enak nyari duit." El bercerita dengan tangan yang sibuk membereskan barang AraAra hanya mendengar cerita El, tidak merespon lagi
Setelah El menyelesaikan beres-beres Ara kembali bersuara "terkadang hidup itu memang berporos di duit kan? Apa lagi dijaman yang serba duit ini. Pasti anak-anak atau orang dewasa ketika disuru belajar Lebih milih nyari duit. Kita hidup di sistem kapitalis dimana materi adalah tujuan pokoknya. Jika bermanfaat dianggap berguna jika tidak ya ditinggalkan. Padahal ilmu itu penting untuk menambah sakofah/pemahaman diri. Memang belajar tidak harus di bangku sekolah/kuliah. Tapi bukankah sekolah/kuliah itu adalah kendaraan yang insya Allah nantinya terarah dalam menambah pemahaman kita" Ara mulai memberi pendapat nya.El yang melihat itu tersenyum, istrinya memang jenius. Jawaban dari Ara membuat dirinya kagum. Entah bagaimana generasinya kelak jika Ara yang menjadi madrasah utama untuk anak-anaknya. Ara melihat El yang tersenyum padanya. "Apa kok senyum" bingung Ara
"Ustadza Fahira berhasil mendidik anaknya." Ujar El
Ara yang mendengar itu tersipu malu. Umanya adalah panutan nya. Sejak kecil Ara sudah diajarkan sikap-sikap spritual. Umanya selalu memintanya mengaji, belajar, dan yang pasti umanya selalu memberikan ultimatum nya. Masih jelas diingatan bagaimana ketika Ara akan tertidur umanya akan berkata 'sebelum tidur jangan lupa bersyukur dan meminta maaf atas segalanya untuk hari ini.' Mengingat hal itu membuat Ara juga tersenyum bahagia.Tepat pukul tuju Ara sudah siap untuk pulang. Tentunya ada El disisinya. "sudah siap." Ara hanya mengangguk keduanya memasuki mobil dan mobil El pun membelah jalan.
Sesampainya di parkiran apartment. El dan Ara disambut oleh Ayu dan Syafik. "Alhamdulillah akhirnya kamu balik dek, lain kali jangan sakit lagi." Ujar Ayu
"Insya Allah mbk," keempat orang itu kini berjalan beriringan menuju kamar El dan Ara.
"Jadi gimana pembahasan tadi pagi? Ayu mau kan membantu jalannya dakwa ini?" El mulai membahas tentang rencana uminya.
"Ara ikut ya." Suara Ara membuat ketiga orang itu berhenti sejenak. "Kan emang ikut, ngapain ijin lagi." Bingung Ayu"Hihi" Ara jadi malu sendiri, ia pun bersembunyi dibalik punggung El. Sedangkan Ayu terkekeh. Mereka berempat pun mulai mendiskusikan tentang acara syiar dakwa tersebut. Sesekali Ara akan menyanggah pendapat dari El, ataupun sebaliknya. Sedangkan Ayu terlihat mengotak Atik laptop tanda bahan diskusi mereka. "Duhh haus banget." Keluh Ayu
KAMU SEDANG MEMBACA
El-Zarah [Completed ✓]
Romance[ SPRITUAL-ROMANCE ] Bermula dari kematian Umanya. Gadis cantik bernama Zarah Fatimatus syadah harus rela menerima jungkir balik takdirnya. Satu persatu fakta tentang hidupnya terungkap begitu saja. Kehidupan yang dianggap sempurna juga hilang sirn...