41

1.4K 37 0
                                    

"jatuh cinta adalah fitrah.
Sedangkan pemenuhannya adalah sebuah pilihan.
Memilih jalan yang salah maka menghadirkan Masalah
Sedangkan memilih jalan yang benar, maka Ridha Allah telah di dapatkan."

•Kutipan El-zarah

•••
Dinar yang baru pulang malam ini di kejutkan dengan keadaan ibunya.
"Bu.." teriaknya
Dinar mendekati Eva yang kini bersimpah darah
"Hiksss, Bu..." Tangisan Dinar semakin pilu
Ia menggenggam pisau yang tergeletak tak jauh darinya.

Sekarang sudah tidak ada lagi yang perlu aku khawatir
Batinnya. Ia mulai mengarah kan pisau itu pada perut nya.
Tatapannya mengarah pada ibunya namun pandangan itu sangat kosong.
Tidak ada ekspresi disana
Yang ada hanya muka datar dengan pandangan kosong serta aliran air mata.
Tepat setelah pisau itu mengenai Perutnya.
Seseorang menyentaknya.
"Dinar kamu bodoh" makinya
Sedangkan Dinar terisak lebih keras dari sebelumnya, tidak lebih tepatnya menangis tersedu sedan.
"Hiksss...kamu liat ibuku hiksss." Dinar memeluk orang itu
"Tapi bunuh diri bukan pilihan Dinar."
"Aku gak punya alasan untuk hidup Daniel. Orang yang aku cintai sudah dimiliki orang lain. Ibuku sudah pergi dengan cara yang seperti ini." Lirihnya
"Maka hidup lah untuk dirimu sendiri. Cintai dirimu sendiri." Tegas Daniel

Dinar mendongak matanya memandang Daniel tapi sedetik kemudian wajah Daniel itu berubah menjadi El.
"Hahahaha, bahkan di saat seperti ini aku selalu mengharapkan mu." Ujar Dinar semakin lemah
dan pingsan di pangkuan Daniel
Daniel pun mengangkat Dinar ke kasur setelah ia menghubungi seseorang
"Hallo tuan, perintah tuan sudah saya laksanakan."
Setelah menutup panggilan
Daniel duduk dengan kedua tangan dengan posisi terangkat mamandangi kedua tangan yang kini menjadi saksi atas perbuatannya.

Beberapa orang sudah memenuhi rumah Dinar.
Dinar yang sudah sadar pun kini mendampingi ibunya.
Setelah pemakaman selesai Dinar pun beranjak pergi
Tentu saja ada Daniel di sisinya
"Daniel bukankah hidup ini lucu.",
"Maksud nona."
"Aku tidak ingin seperti ini, tapi tuhan selalu berkata lain. Bahkan di sepanjang hidupku sekalipun aku tidak tahu keinginan apa yang telah terwujud dalam hidup. Kecuali membantu ibu."
"Saya yakin nona akan bahagia."
"Itu tidak berlaku untukku, karena aku hanyalah antagonis disini. Sedangkan antagonis tidak memiliki tempat."
Daniel yang mendengar itu berhenti kemudian membalikkan tubuh Dinar menghadap dirinya
"Tapi nona masih memiliki harapan kan."
"Tidak, kali ini aku akan hidup ingin seperti robot. Mari menemui bajingan itu." Ucap Dinar datar
Daniel yang mendengar itu pun menghalangi Dinar.
"Tapi nona punya dunia nona sendiri."
"Duniaku sudah hancur ketika melihat ibuku pergi dengan cara yang tidak layak..."

Setelah kepergian Dinar membuat Daniel pun terpaku.
Apa kini ia melakukan kesalahan.
Tapi bukannya dia sudah pernah membunuh ratusan orang. Tapi mengapa melihat pandangan kosong Dinar membuat nya takut.
Daniel segera mengejar Dinar.
Namun beberapa kali Dinar menepis tangan nya.
"Cukup Lo diem. Lo seharusnya gak ngalangin jalan gue." Tekan Dinar.
Sedangkan Daniel terdiam gaya bicara Dinar kembali arogan seperti dulu.
"Nona saya tahu, tapi cara nona tunduk pada bapak itu adalah hal yang salah. Bukannya nona ingin pergi jauh dari jangkauan bapak?"
Kali ini Dinar terkekeh.
"Lo kenapa Daniel. Lo takut gue kena banting lagi. Atau Lo takut gue bunuh diri, seperti di tebing waktu itu atau seperti semalam? Tenang aja kali ini penjahat seperti gue gak akan mati apa lagi dengan alasan konyol."

•••

Sementara di rumah sakit Ara sudah siap untuk pulang.
"Umi seharusnya dirumah aja, Ara gak papa kok." Ujar Ara tersenyum.
"Jangan gitu nduk, bagaimana pun umi ini khawatir."
Umi Halimah memasangkan cadar di muka Ara. Sedangkan Ara hanya manut. Jujur saja ia sudah menganggap umi Halimah ibu kandungnya bukan sekedar mertua semata.
"Sudah siap?" Tanya ayu
Ara pun mengangguk dan berjalan di temani oleh ayu dan umi Halimah
Sedangkan El sendiri sudah menunggu di mobil.
"Nanti kalau tiba tiba sakit perutnya bilang ya."
"Iya umi." Jawab Ara
Padahal perutnya sudah mulai sakit, tapi ia mencoba untuk tidak mengeluarkan ringisan nya. Takut Ayu dan umi nya khawatir padanya.
"Assalamualaikum mas."
"Waalaikumsalam udah."
Mereka berempat pun melaju dengan kecepatan sedang.
Bulir keringan di jidat Ara membuat ayu khawatir
"Dek gak papa kan." Tanya ayu tangannya mengusap perut rata Ara.
"Halo ponakannya onty, jangan nakal ya. Kasian uminya."
Ucapan itu membuat Umi Halimah tersenyum
"Ayu kamu belom isi toh nak."
"Belum umi." Jawaban malu malu ayu membuat Ara terkekeh
"Dulu pernah cerita umi, katanya Kak Ayu takut ngelahirin."
"Ihhh Ara jangan bongkar masalah perusahaan."
"Hahahhaha"

El-Zarah  [Completed ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang