48

1.9K 50 6
                                    

Pada akhirnya penerimaan atas jalan hidup adalah keharusan.
Ikhlas bukan pilihan lagi

Kutipan El-zarah

•••

Ruang operasi kini menjadi tanda bisu, tangisan orang-orang sudah beradu padu menjadi satu, detik-detik operasi berakhir namun tak satupun orang disana tenang.

Terlebih seorang pria yang kini tengah duduk di lantai, tak ada suara memang. Namun tampilannya tak lagi menandakan bahwa ia baik-baik saja.

Suara pintu terbuka mengagetkan semua orang.
Semuanya berdiri begitu saja.

"Dok bagaimana keadaan menantu saya." Umi Halima yang mewakili semua orang

"Wali dari pasien mungkin bisa ikuti saya" ucap dokter tersebut

El yang sedari tadi diam pun mengikuti dokter, begitupun umi.

"Kondisi pasien sangat memprihatinkan. Apakah sebelumnya istri anda pernah mengalami kontraksi? Seharusnya kandungan nya di gugurnya waktu masih usia muda."

Tentu saja ucapan dari dokter tersebut membuat El tertunduk lemas. Sedangkan umi Halima menepuk pelan pundak El.

"Lakukan yang terbaik untuk istri saya dok." Ucap El memohon.

"Jika pendarahan nya tidak berhenti, maka terpaksa kami akan melakukan pengangkatan rahim. Dan untuk kondisi bayi. Kami tidak bisa menjanjikan akan baik-baik saja."

Lagi bagai tertikam benda tajam tak kasat mata. Dada El begitu sesak mendengarnya.
Setelah mendengar penjelasan dokter El kembali.

Dulu, ia ingat bahwa Ara pernah berjuang untuk mempertahankan janinnya. Sekarang lalu apa?
El tak sadar memukul tangan nya pada tembok.
Orang-orang yang melihat itu histeris. Terutama Kakak pertama dari El dan juga syafik suami ayu. Keduanya mencoba untuk menghentikan aksi El.

"Istighfar nak, istighfar nyebut ya Allah." Ucap umi Halima.

Umi Halima mengusap pelan dada El dengan bacaan sholawat, sedangkan Ayu sendiri sudah tak ada bedanya.
Memandangi anak di pangkuan nya.
Ayu terisak dalam diam.
Namun dalam lubuk hati terdalam nya. Ia berharap Ara baik-baik saja.

"Ya Allah tunjukkan kanlah mukjizat mu, Ara adalah jembatan aku untuk menemuimu. Jangan biarkan dia patah." Ucap Ayu

Semua orang kini terdiam di lorong ruang operasi itu. Menunggu pintu untuk terbuka. Namun hingga 3 jam lamanya belum ada tanda-tanda ruangan itu akan terbuka.

Sedangkan El sudah bersujud selama 3 jam pula
Tidak ada yang ia harapkan selain dengan keselamatan Ara istrinya.
Ia juga berharap anaknya bisa selamat, hanya itu

Tak memperdulikannya sapaan dari uminya, tidak memperdulikan orang-orang di sekitarnya.
Tidak memperdulikan kakinya yang mulai kebas. Yang ia lakukan adalah bersujud sambil berdoa.
Sedangkan kalimat "Hasbullah wanikmal wakil" tidak pernah lepas dari bibirnya.
Serta air mata yang sudah mengering di matanya.

Sudah lebih 8 jam El masih setia di posisinya. Ia bangun ketika sudah adzan, tidak ada sesuap nasi mulai subuh tadi.
Ia masih setia berdoa untuk keselamatan istrinya.
Yang awalnya ramai, kini hanya tersisa dirinya disini

El-Zarah  [Completed ✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang