Kenando Bramasta

14 10 10
                                    


Semua sudah terencana, tanpa settingan dari Tuhan.

•••


Malam terasa sangat dingin, hiruk pikuk kota yang ramai terlihat mengecil dari atas rooftop. Asap kecil menyembul keluar dari gelas kopi yang terasa panas menghangatkan tubuh.

Satu jam semenjak mereka datang, hanya ada keheningan yang meliputi. Laki-laki itu yang sibuk memandangi kota sambil menyesap kopinya, dan seorang gadis yang tidak berhenti menangis sedari tadi.

"Lo selingkuh, re?" Tanya Agil tanpa menoleh. Ya, kedua orang itu adalah Agil dan Rere.

Bugh!

Agil menatap rere tajam, sepertinya pukulan yang baru saja dilayangkan ke arahnya itu mengandung pelampiasan. Pukulannya tidak main-main. "Gak anjing!" Sarkasnya tak terima.

"Lo kan cerdas, gil. Lo bisa tau, foto itu diambil dari sisi yang menguntungkan si cowok itu," lanjut Rere lagi. Ia menghapus jejak air matanya kasar.

Agil terkekeh sinis. "Bisa nangis juga Lo? Selama ngejar-ngejar Xav dari SMP, baru ini gue liat Lo nangis." Rere mendongakkan kepalanya menatap Agil dengan tatapan luka, Agil tau itu dan tau alasan mengapa Rere menatapnya seperti itu.

"Gue gak akan nangis, cuma karena di bentak. Tapi, omongan Xav... Nusuk sampe ke tulang rusuk gue, Gil. Lo tau kan? Gue-gue benci kata-kata itu," ujar Rere lirih. Ia menyenderkan tubuhnya di bahu Agil. Si pemilik pun tidak menolak, laki-laki itu menghembuskan nafasnya kasar.

"Kalo mau nangis, luapin aja sekarang. Gue tau, udah seberapa lama Lo pendam semua itu sendiri," ujar Agil berusaha untuk bersikap lembut. Meskipun Rere adalah gadis kuat, bar-bar, tapi ia juga gadis yang rapuh dan inginkan perlindungan.

"Hiks--gue benci diri gue sendiri! G-gue gak pantes hidup di dunia ini, Gil... Gue kotor."

Agil hanya terdiam mendengarkan segala curahan hati Rere sambil sesekali cowok itu mengusap rambut Rere.

"Kenapa ini terjadi sama gue, Gil? Kenapa bukan orang lain aja? Kenapa harus gue yang ngalamin semuanya? Gue sebagai perempuan, merasa gak ada harganya. Semurah itu mereka ngeliat gue sebagai perempuan, gue pengen mati! Tapi, tapi Tuhan gak izinin gue buat mati... Gue masih hidup cuma buat dapetin luka-luka itu... Tiap malam, tiap hari, bayangan itu selalu muncul, Gil."

Agil tetap diam, ia memilih untuk diam agar Rere dapat meluapkan semua.

"Sekarang, orang yang buat gue hancur dateng Gil. Hiks- dia, dia dateng lagi. Gue gak tau harus pasang ekspresi yang gimana lagi buat nutupin ini semua. Gue takut, malu, rasanya sakit saat gue inget kejadian itu, Gil... Gue harus gimana?"

Runtuh sudah pertahanan Rere, dengan senang hati Agil berbagi pelukan kepada gadis itu. Gadis ini, banyak misteri di dalam sana. Tapi, ia memilih diam karena sudah tau dengan dunia yang minim keadilan.

Agil menunggu agar Rere tenang, dan mulai menceritakan kejadian dimana saat pertama kali ia bertemu dengan Kenan. Tapi, gadis itu tidak menceritakan tentang Anka yang datang menolongnya. Ia menggunakan warga sekitar yang menolongnya.

"Gue bantu, re. Sebisa gue."

•••

Kenando Bramasta

Laki-laki hampir berusia 27 tahun itu menduduki kursi kebesarannya, ruang kerjanya. Tersenyum misterius, seolah menikmati pertunjukkan. "Bagus. Pertama, gue akan buat orang terdekat benci sama lo, dan perlahan... Mudah buat gue untuk bunuh Lo." Ia menatap sebuah video dimana Rere bertengkar dengan Xav di taman sampai seorang cowok yang tiba-tiba hadir dan memukul Xav.

Merah Putih, Alora (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang