Sisi lain dari lora

16 7 0
                                    

(Note: semua yang ada disini itu fiksi)
Happy Reading


Disebuah gedung tua yang sudah kosong selama bertahun-tahun, terletak di perbatasan kota jakarta-bandung. Terdapat puluhan pria dengan stelan serba hitam dan senjata di tangan masing-masing. Di dalam gedung pun ada beberapa yang berjaga di berbagai sisi, sedangkan bos mereka kini tengah sibuk dengan mainan barunya.

"Kok gak nangis sih, cil? Padahal gue suka denger tangisan penderitaan." Orang itu menekan pisau yang menempel di pipi mulus seorang gadis remaja berusia sekitar 15 tahun yang hanya diam dengan tatapan tajamnya.

"Ck! Om siapa sih? Todep aja, gak usah basa-basi!" Gadis itu mendengus kesal, ia memang merasakan pedih di pipi kanannya, tapi itu tidak membuatnya takut. Ayahnya adalah seorang jenderal di kemiliteran, dan abangnya merupakan ketua geng motor yang ditakuti! Maka, tidak boleh baginya untuk menangis manja seperti gadis-gadis lemah di film ataupun novel.

Laki-laki yang dipanggil om itu menyeringai dengan tatapan meremehkan lawannya, yang ia anggap hanya seorang gadis kecil dan lemah.

"Urusan gue bukan sama Lo sebenarnya, tapi sama Rere. Cuma ya, susah banget buat dapetin tuh jalang. Jadi, sementara Lo jadi tawanan gue dulu." Lora memicingkan matanya, ia ingat sekali bahwa laki-laki yang berjongkok dihadapannya kini, sama dengan laki-laki yang ingin membawa Rere secara paksa waktu itu.

"Om gak laku ya? Segitunya suka sama perempuan sampai harus diculik? Udah berapa kali ditolak, om?"

Kenan, laki-laki itu mengepalkan tangannya kuat. Dan--

Plak!

Satu tamparan mendarat di pipi sebelah kiri lora, rasanya sakit. Tapi, lora beruntung karena bukan pipi kanannya yang terkena tamparan, karena rasa perihnya akan berkali-kali lipat.

Kenan terkekeh ketika mendengar suara ringisan dari lora. Tapi, senyumannya langsung luntur saat mata tajam lora kembali menghunus matanya. "Cuma segitu doang? Cih! Tamparan om gak ada apa-apanya!" Lora tersenyum senang saat wajah Kenan memerah menahan amarah.

Para bodyguard disana hanya diam tidak berani ikut campur sebelum diperintah.

"Sialan Lo, bocah!" Kenan mengapit kedua pipi lora dengan tangan kirinya membuat sedikit ringisan keluar dari bibir gadis itu. "Sshh-"

For u information, Kenan itu kidal ya:)

Kenan menatap lora penih kebencian, awalnya ia hanya akan menakut-nakuti gadis ini, tapi respon yang ia dapat sungguh diluar ekspektasi. Gadis ini lumayan melawan, dan juga kata-kata yang keluar dari bibir mungilnya itu bisa membuat amarah kenan meledak.

Mungkin itulah kata pepatah, lidahmu adalah harimaumu. Kau hancur karena perkataan mu.

Kenan menghempaskan lora dengan kasar hingga gadis itu terjatuh di lantai kotor gedung tua ini. Lora merasakan sakit, tentu saja! Tapi, tanpa sepengetahuan siapapun termasuk Kenan. Lora mencoba untuk membuka ikatan yang melilit ditubuhnya dengan pecahan botol kaca yang sebelumnya dilempar oleh Kenan saat ia memberontak ketika di bawa kesini. Serpihan kaca itu sempat mengenai dahinya yang sekarang darah sudah mengucur, hanya sedikit perih bagi lora.

Dengan tatapan menuju Kenan, gadis itu tetap waspada. Musuh dihadapannya ini tidak bisa dianggap enteng, apalagi ketika lora melihat para bodyguard yang dilengkapi dengan senjata api. Sedangkan dirinya? Hanya tangan kosong.

Tuk

Berhasil! Lora menatap sekitarnya, takut-takut mereka mendengar bunyi tali yang terputus. Tangannya terasa perih, dan tidak henti-hentinya mengeluarkan darah akibat goresan kaca yang membuat telapak tangannya luka.

Merah Putih, Alora (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang