Sebelum lanjut, aku mau ngucapin terimakasih banyakkk banyakk untuk kamu (readers) yang udah baca sampai sekarang, sampai di bab ini. Gak kerasa, dulu padahal pernah buat janji untuk nyelesain MPA ini dalam satu bulan, eh! Tapi, rencana gak ada yang tau... Sampai berganti tahun pun belum selesai juga.. huh! Padahal, cerita-cerita lain udah ngantri.
Buat kamu (readers) baru, MPA ini sempat di unpublish karena ini cerita pertama ku yang berhasil tembus sampai lebih dari 10 bab. Astaga! Seneng banget waktu itu.
Jadi bicara panjang, tapi serius! Thanks buat kalian yang bertahan atau sekadar mampir. Terimakasih🥰
Hayulah! Next-
🐮
Tidak ada yang bisa mencegah sesuatu untuk hadir. Bagaimana cara menanggapi, itulah yang penting.
•••
Jika Anka galau, beda lagi dengan Rere yang tidak tenang semenjak bertemu dengan laki-laki itu lagi. Laki-laki yang sempat mengusik keluarganya, termasuk ibunya yang mungkin memang biang kerok dari kesalahpahaman yang muncul. Tapi, rere tidak bisa mengelak kalau sebenarnya, ibunya juga salah. Kesalahan itu dilakukan jauh sebelum sang ibu berubah menjadi sosok yang alim.
Rere juga heran, kenapa baru sekarang? Baru sekarang laki-laki itu datang dan mempermasalahkan segalanya yang sudah terjadi bertahun-tahun lamanya saat mereka masih di usia kanak-kanak.
Gila kali tuh orang!
Bruk!
"Aws-duh! Kalo jalan pake mata dong!" Rere berjongkok untuk mengambil buku-bukunya yang berserakan. Kertas untuk makalah yang sudah ia susun ikut tercecer dimana-mana. "Ini semua gara-gara lo-kenan?"
Yang disebut namanya ikut berjongkok untuk menyamai tinggi Rere, laki-laki itu tersenyum sinis. "Meet again, babe?"
Dengan tergesa-gesa Rere mengumpulkan kertasnya tanpa peduli kertas itu akan lecek. "Eits- mau kemana?"
"Minggir!"
Kenan berdiri dihadapannya menghalangi jalan Rere, koridor di kampus sangat sepi karena ini berada di belakang gedung. Rere kuliah jurusan manajemen, biasanya ramai, tapi entah kesialan apa yang menimpa Rere sampai harus terjebak dengan manusia jahanam dihadapannya.
"Gak mau ngobrol dulu babe?" Tanya Kenan dengan suara lirihnya.
Anjir!
"Bab beb bab beb! Muka Lo kayak babi!" Bukannya marah, Kenan justru tertawa terbahak-bahak mendengar sumpah serapah dari Rere.
Kenan memajukan tubuhnya mendekat ke arah Rere yang malah menempel pada dinding, ia merutuki dirinya sendiri karena tidak langsung lari.
"G-gue teriak kalo Lo macem-macem!"
"Ancaman Lo gak berarti buat gue," ujar Kenan dengan mata sayu yang sialnya membuat Rere meremang!
Rere bodoh! Lari anjir! Lari!
Bugh bugh
Kenan mencekal tangan Rere yang memukuli dadanya, tidak terasa sakit sedikitpun! Bahkan, pukulannya tidak membuat Kenan mundur, justru semakin memepetkan tubuhnya hingga menghimpit rere. Kedua tangannya ia gunakan untuk mengurung tubuh mungil Rere.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merah Putih, Alora (END)
Teen FictionMerah Putih (Alora) -Boleh aku berharap sedikit meskipun tau itu tidak mungkin?- Mungkin, aku adalah salah satu ceritanya. Tapi aku, bukanlah akhir untuk ceritanya. ••• Happy Read! Maafkan,masih banyak Typo direvisi kalau sudah end Bahasa Non baku. ...