Sinar matahari yang sangat terang menembus masuk kamar melewati jendela tanpa tirai membuat kedua kelopak mata Allcia bergerak tak nyaman. Kedua matanya terbuka perlahan dan rasa pusing langsung menyerang kepalanya. Walaupun begitu, ia tetap bangun dan duduk di tepi ranjang, berusaha menyatukan nyawanya.
Allcia mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar sampai ke dirinya sendiri. Ia masih memakai pakaiannya yang kemarin, namun tanpa sepatu dan perhiasan lainnya. Saat ia melihat ke cermin kecil berbentuk bundar di nakasnya, riasan wajahnya juga sudah hilang. Dahinya berkerut merasa aneh dan parahnya ia juga tidak ingat apapun tentang semalam.
"Sial."
Allcia mengumpat tanpa alasan yang jelas sambil beranjak dari kasur menuju dapurnya dengan langkah kaki yang diseret dan rambut yang acak-acakan.
Allcia hendak membuka kulkasnya. Tapi, perhatiannya teralihkan ke teko di samping kompor yang asapnya masih terlihat mengepul di udara membuat Allcia bertanya-tanya, ada orang lain selain dirinya di sini? Dengan rasa penasaran yang tinggi, ia pun menghampirinya dan ternyata ada sepucuk surat di samping teko itu.
Teh pepermin bagus untuk detoksifikasi. Dapat meredakan rasa mual dan menenangkan perut yang mual juga. Minumlah saat panas.
Kin
Kedua mata Allcia langsung terbelalak saat melihat nama Kin. Seketika, ia jadi terperanjat kaget saat ia melihat jam dinding dan ternyata ini sudah hampir pukul delapan.
"Astaga, bisa-bisanya aku mabuk parah dan lupa dengan kerja!" Allcia menepuk jidatnya sendiri.
Tapi, seketika Allcia langsung melihat surat itu lagi sebelum berjalan menuju kamarnya untuk mengambil ponselnya. Langsung saja ia menghubungi kontak Kin.
"Halo," sapa Kin dari seberang.
Allcia menatap surat yang ada di tangannya dan berkata, "Rasanya sangat aneh melihat ada namamu di surat yang ada di sini tiba-tiba. Apa ini benar kau?"
"Kurasa tehnya sudah dingin, mengingat aku yang membuatnya tadi pagi jam enam dan sekarang sudah hampir jam delapan. Panaskan dulu sebelum kau meminumnya," ujar Kin dengan santai.
Allcia mengedipkan kedua matanya sejenak. "Eh? Kau benar-benar yang membuatnya?"
Terdengar Kin yang menghela napas di seberang. "Kenapa? Kau tidak menyangkanya?" tanyanya dan Allcia hanya terdiam di tempat. "Kau tahu? Kau seharusnya bersyukur aku masih perhatian padamu setelah apa yang kau lakukan padaku semalam."
"Semalam?" Dahi Allcia berkerut tak mengerti.
"Ah, sudahlah tidak perlu dibahas lagi," sahut Kin yang justru membuat Allcia semakin penasaran. "Hari ini kau tidak perlu bekerja. Siap-siap saja untuk nanti malam."
"Eh? Tentu saja tidak bisa! Aku harus─"
"Jangan keras kepala dan turuti saja apa kataku!" sela Kin dengan cepat. "Aku tutup dulu, aku sibuk." Setelah sama-sama berpamitan, sambungan telepon pun berakhir.
Allcia diam di kursinya sambil menatap surat dari Kin dan teringat kata-kata Kin tadi. "Memangnya apa yang kulakukan semalam?"
***
Tepat pukul 12 siang, Allcia keluar dari mall. Ia baru saja mempercantik dirinya dan membeli gaun baru untuknya nanti malam. Kata Kin tadi dia disuruh siap-siap, jadi Allcia mengartikannya mungkin ia harus terlihat cantik dan elegan di depan keluarga besar Xalfador.
Alih-alih langsung naik taksi dari mall, Allcia justru memilih untuk jalan kaki di trotoar. Sudah lama rasanya ia tidak berjalan santai di hari-hari kerja. Jadi, ia memanfaatkan hari ini sebaik mungkin. Ia berpikir, tidak buruk juga Kin menyuruhnya untuk libur hari ini.
Sambil berjalan membawa barang belanjaannya, Allcia sempat melihat dua anak kecil laki-laki dan perempuan yang tiba-tiba saja si perempuan menjambak rambut si anak laki-laki. Sontak, Allcia yang melihatnya langsung mendekatinya dan melerainya.
"Anak kecil, sebagai anak perempuan yang manis, kau tidak boleh menarik rambutnya," ujar Allcia dengan nada manis pada anak perempuan itu.
Namun, tiba-tiba saja sebersit bayangan muncul di kepala Allcia membuatnya terdiam membeku. Ia mengernyit saat ia seperti melihat dirinya yang menjambak rambut Kin dengan ganas. Sontak, dengan tatapan kosong dan bayangan semalam yang masih ia pikirkan, ia langsung berdiri berjalan menjauhi anak-anak tadi.
"Tidak mungkin," gumam Allcia lirih masih berjalan dengan tatapan kosong.
Detik berikutnya, tatapannya terfokus pada pasangan kekasih yang terlihat sedang bertengkar dan si perempuan tiba-tiba menampar si laki-laki dengan keras. Allcia yang melihatnya entah kenapa jadi ikut meringis kesakitan. Tapi, lagi-lagi muncul bayangan dimana ia melihat dirinya menampar Kin dengan sangat keras.
Langkah Allcia langsung terhenti. Seketika, ia mengingat semua kejadian saat ia mabuk semalam. Mulai dari membuat ulah di klub, di antar pulang oleh Cisca sambil mengutuk Kin tanpa ampun, Kin yang ternyata menggendongnya, hingga dirinya sendiri yang tiba-tiba menjambak rambut dan menampar Kin.
Allcia langsung menutup mulutnya dengan satu tangannya dan matanya melebar tak percaya. "Astaga, aku melakukannya??" tanyanya pada dirinya sendiri dengan ngeri.
"Mengerikan." Allcia langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan memejamkan kedua matanya rapat-rapat.
Tiba-tiba saja seseorang berjalan menyenggol bahu Allcia dengan keras, membuat Allcia langsung membuka kedua matanya dan menatap laki-laki itu dengan tajam dan kesal. Baru saja ia akan mengumpat.
Tapi, tiba-tiba saja seseorang berseru, "Pencuri! Tangkap laki-laki itu! Dia pencuri!"
Allcia menoleh ke sumber suara dimana seorang perempuan paruh baya dengan pakaian modisnya berteriak kencang sambil menunjuk ke arah laki-laki yang tadi menyenggol bahunya. Setelah mengerti maksudnya, kedua kaki Allcia langsung mengejar laki-laki itu yang juga berlari dengan kencang.
Allcia tersenyum dengan sinis. "Dia tidak tahu saja kalau dulu aku atlet lari di SMA," gumamnya dengan senyum iblis dan semakin mempercepat larinya.
Tidak kehabisan akal, Allcia yang melihat sepeda di sampingnya langsung mengendarainya dengan cepat untuk mengejar laki-laki itu. Setelah itu, ia turun dari sepedanya dan langsung mendorong sepeda itu dengan kencang sampai mengenai laki-laki itu. Saat melihat laki-laki itu jatuh kesakitan, Allcia langsung berlari untuk mengambil tas dari laki-laki itu.
Tak lama kemudian, segerombolan orang bersama perempuan paruh baya yang tadi datang. Allcia langsung menyerahkan tas milik perempuan itu dengan senang hati.
"Terima kasih banyak. Terima kasih," ujar perempuan itu dengan tulus.
"Tidak masalah. Senang bisa membantu," sahut Allcia masih dengan napas yang tersenggal-senggal.
"Aku benar-benar tidak tahu bagaimana membalas kebaikanmu."
"Ah, itu tidak perlu," sahut Allcia menggelengkan kepalanya.
"Bagaimana kalau makan siang bersama? Aku yang traktir?" tawar perempuan itu.
Sekilas, Allcia melihat jam tangannya. Kemudian, ia menatap perempuan itu dengan sedih sambil berkata, "Maaf, aku tidak bisa. Aku ada urusan lain hari ini dan benar-benar harus pergi sekarang."
"Tolong katakan apa yang bisa kulakukan untuk membalasmu," ujar perempuan itu masih bersikeras.
Tapi, Allcia masih menolaknya dengan halus. Hingga akhirnya perempuan itu hanya memberikan kartu namanya pada Allcia sebelum Allcia pergi.
——————————————————————————
Tbc.
Monday, 2 May 2022Minal aidzin wal faidzin semuanyaa~ Selamat lebaran~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Woman Next Door - HBS #1
Romance(COMPLETED) 🔞 First series of Handsome Brotherhood Setelah cukup lama tinggal di Australia bersama ayahnya, Kin Aleic Xalfador memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya, Madrid. Pertemuan pertamanya dengan tetangga satu lantai apartemennya, Al...