49. Officially...

189 11 0
                                    

Canggung. Sore ini terasa sangat canggung di apartemen Kin. Allcia berani bersumpah kalau kecanggungan ini adalah yang paling parah selama hidupnya.

Bahkan, saking canggungnya, Allcia hanya duduk dengan formal di sofa ruang tv, sementara Kin duduk jauh di kursi makan yang ada di ujung. Tidak ada yang bersuara ataupun saling tatap.

Allcia menghela napasnya kecil sambil menggigit bibir dalamnya dan memejamkan kedua matanya. Sampai kapan kami akan canggung seperti ini? Tanyanya dalam hati.

Namun, diam-diam Allcia teringat kembali dengan apa yang tadi Kin ucapkan. Ternyata surat yang tadi Kin baca adalah isi perasaan Kin untuk Allcia.

Mengingatnya lagi membuat Allcia senyum-senyum sendiri. Ia masih tak percaya, tapi juga senang karena ternyata Kin memiliki perasaan yang sama padanya.

Apa karena saking malunya, sampai-sampai ia duduk jauh dariku? Allcia bertanya-tanya dalam hati dan senyum-senyum sendiri membayangkan betapa lucunya Kin tadi.

Biasanya Allcia melihat sosok Kin yang dingin, misterius, dan mengesalkan. Tapi, walaupun tadi ia hanya bisa mendengar dan melihat dari celah yang sempit, ia bisa membayangkan sosok Kin yang lainnya. Lucu, menggemaskan, dan mudah gelisah.

"Seharusnya aku tadi mengabadikan momennya," gumam Allcia tanpa sadar masih senyum-senyum sendiri.

"Apa yang akan kau abadikan?" Hampir saja Allcia terlonjak kaget saat mendengar suara bariton Kin barusan.

"Hish, tidak bisakah kau tidak mengejutkanku?! Bagaimana kalau aku pingsan dan mati karena terkena serangan jantung?!" seru Allcia kesal sambil cemberut.

"Tidak akan ada yang mati atau pingsan," sahut Kin dengan santai sambil duduk di samping Allcia.

"Lagipula, suaraku sangat pelan, bagaimana bisa kau terkejut seperti itu? Menggelikan." Kin meledek, sementara Allcia hanya mencibir kesal.

Tanpa Allcia sadari, kini Kin menjadi lebih gugup daripada sebelumnya. Sial, aku mempersiapkan semuanya untuk nanti malam, tapi sepertinya aku harus melakukannya sekarang, batinnya dalam hati.

"Ehem." Kin berdeham kecil. "Allcia," panggilnya dengan suara yang sangat lembut.

Mendengar namanya dipanggil dengan sangat lembut selembut bulu kucing peliharaan Reed yang halusnya tak ada tandingannya, tiba-tiba saja Allcia merasa bulu kuduknya berdiri. Detak jantungnya tiba-tiba saja meningkat dari tingkat normal.

"Y-ya?" sahut Allcia sedikit gagap.

"Kau..." Kin menggantung perkataannya sejenak. "Tadi, kau sudah dengar hampir semuanya, bukan?" ucapnya lagi sambil menatap Allcia dalam-dalam.

Allcia menoleh menatap Kin tak tahu harus meresponnya bagaimana. "I-Itu... A-Aku... M-Mendengar apa? Aku... tidak mendengar apapun," ujarnya gagap pada akhirnya berbohong karena tidak tahu harus merespon.

Kin tersenyum simpul. "Kau tidak pandai berbohong."

Setelah mendengarnya, Allcia hanya diam karena merasa tertangkap basah. Aku harus mencari alasan untuk keluar, batinnya dalam hati.

Lalu, tiba-tiba saja otak Allcia memunculkan ide supaya ia bisa keluar. Ia pun melihat jam tangannya sekilas dan kemudian menoleh pada Kin sambil tersenyum lebar.

"M-maaf, Kin. Tapi, sepertinya aku harus kembali sekarang. Besok lagi kita bicaranya, ya!" seru Allcia sambil berdiri dan berseru, "Aku pergi dulu!"

Namun, baru satu langkah Allcia maju, tiba-tiba saja Kin sudah menarik lengan kanan Allcia ke belakang sampai Allcia jatuh di pangkuan Kin. Tak sampai disitu, Kin langsung memeluk Allcia erat-erat supaya Allcia tak melepaskan diri.

The Woman Next Door - HBS #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang