79. For Us

97 6 0
                                    

Allcia tengah berada di taksi dalam perjalanan menuju apartemen Cisca di perkotaan pada siang hari. Ia masih terngiang-ngiang bagaimana tadi Cisca meneleponnya dengan nada sedikit ketakutan kalau ada beberapa orang berjas hitam yang gagah tengah mencari Allcia.

Tentu saja Allcia terkejut karena ada orang asing yang mengenalnya. Maka dari itu, ia harus mengecek apartemen Cisca sekarang. Ia tidak mengajak Kin, karena ia yakin Kin tengah menghabiskan waktu bersama ayahnya. Jadi, dia tidak ingin mengganggu.

KRIING. KRIING. KRIING.

Ponsel Allcia berdering keras memecah kecemasan Allcia. Dahinya berkerut dalam saat melihat nomor ponsel yang unik, tapi tidak ia ketahui. Walaupun begitu, ia tetap mengangkatnya.

"Halo," sapa Allcia dengan sopan.

"Nona Muda Allcia Valentina Abraham," ujar seorang laki-laki bersuara dalam dengan datar, membuat Allcia diam bingung kenapa orang itu menyebut nama lengkapnya. Terlebih, dengan ucapan Nona Muda? Itu sedikit berlebihan.

"Ya? Ini siapa? Darimana kau bisa tahu aku?" tanya Allcia was-was.

"Kami mengharapkan kedatanganmu di Sobrino de Botín sekarang juga," ujar laki-laki itu dengan aksen yang tak asing bagi Allcia. Belum Allcia berkomentar apapun, sambungan telepon sudah diputus secara sepihak.

Dahi Allcia berkerut dalam Ketika melihat nomor panggilan yang barusan meneleponnya. Ia sangat was-was pada orang asing ini. Tapi, orang ini tahu siapa Allcia. Dan jika Allcia ingin tahu kenapa orang itu tahu dirinya, maka dia tidak ada pilihan lain selain datang ke tempat yang sudah disebutkan.

***

Sobrino de Botín

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sobrino de Botín. Siapa yang tidak tahu? Semua orang Spanyol mengenal restoran ini sebagai restoran yang paling tua di Madrid, bahkan sedunia. Letaknya ada di dekat Plaza Mayor dan lingkungan La Latina di Calle Cuchilleros. Sebuah restoran yang masih menggunakan cara lama dalam memasak makanannya, yaitu menggunakan oven berbahan kayu.

Restoran yang terkenal di Madrid ini selalu ramai pengunjung, baik di hari libur ataupun tidak. Tapi, yang membuat Allcia aneh sekarang adalah ketika ia memasuki restoran ini, tidak ada siapapun di dalamnya. Kecuali empat laki-laki berbedan kekar dengan jas hitam lengkap dengan kacamata hitam dan satu laki-laki paruh baya menggunakan mantel hitam dan topi Panama berwarna hitam juga.

"Nona Muda Abraham." Allcia hampir terlonjak kaget saat tiba-tiba saja seorang perempuan menghampirinya dari arah belakang.

"Mari ikut saya," ujar perempuan itu dengan ramah, tapi terkesan misterius dan tegas. Allcia pun mengikutinya hingga ia berada di meja yang sama dengan laki-laki paruh baya dengan mantel hitam dan topi Panama hitamnya.

Awalnya, Allcia pikir laki-laki itu adalah orang asing. Tapi, betapa terkejutnya ia saat mendapati kalau laki-laki itu adalah Abercio Icaruss Pelagios, Tetua Bangsawan Pelagios, sekaligus kakek dari Kin.

"Silakan."

Perempuan tadi yang mengajak Allcia kini mempersilakan Allcia untuk duduk di kursi yang berhadapan dengan Abercio. Allcia pun duduk dengan was-was.

"Ingin pesan sesuatu?" Abercio bersuara sambil melihat-lihat buku pesan di kedua tangannya.

"Tidak perlu. Saya harus cepat-cepat pergi ke temanku. Kin juga pasti menunggu Saya di rumah," jawab Allcia dengan sopan.

Abercio tersenyum miring dan menutup buku pesan itu. Salah satu laki-laki berjas hitam dengan badan kekar di sampingnya mengambil buku pesanan tersebut.

"Temanmu itu... Francisca, bukan?" ujar Abercio dengan nada yang tenang, tapi tak membuat Allcia santai. Bahkan, ia langsung terkejut saat nama Cisca disebut. Dan seketika, otaknya bekerja cepat memahami yang terjadi barusan.

"Jadi... apa Anda yang ingin bertemu dengan Saya?" tanya Allcia penuh hormat.

"Kau benar sekali," ujar Abercio sambil menjentikkan jari-jari tangannya. "Kukira kau akan datang kesini bersama Kin. Tapi, sepertinya Kin masih menghabiskan waktunya bersama ayahnya itu, ya."

Mendengar kalimat terakhir Abercio, Allcia langsung terkejut bagaimana bisa ia tahu kalau Kin sedang bersama Achraf. Tapi, sebelum ia bisa menanyakannya, Abercio sudah lebih dulu menunjukkan sebuah ponsel dimana di layar itu terdapat tampilan video call.

Terlihat dengan jelas kalau di dalam video call itu adalah Kin dan Achraf yang tengah membersihkan pekarangan rumah bersama. Tak hanya itu, di dalam video itu juga terlihat seorang laki-laki berbaju hitam dari atas sampai bawah yang tengah menodongkan senapan ke arah Kin dan Achraf. Ini bukan hanya tipuan, melainkan video call waktu sekarang juga!

"Bagaimana bisa kalian—" Allcia tercekat dengan kedua mata yang melebar dan tak bisa berkata-kata lagi.

"Aku akan sampaikan intinya saja," ujar Abercio mengambil kembali ponsel itu. "Aku ingin kau meninggalkan Keluarga Xalfador maupun keluargaku. Jauhi Allysya. Tinggalkan Kin. Mudah, kan?"

Bibir Allcia bergetar setelah mendengarnya. "Ini..." Perkataan Allcia tergantung sejenak dan menatap Abercio dengan kedua mata yang sudah berair. "Apakah ini ancaman?" tanyanya masih dengan suara yang bergetar.

Abercio tersenyum kecil. "Terserah kau menganggapnya bagaimana, Nona Muda," ujarnya sambil beranjak dari kursinya. "Aku hanya menunjukkan apa yang bisa dilakukan senapan itu kalau aku mendengar penolakan darimu. Kalau besok kau membohongiku pun aku bisa tahu dan senapan lainnya bisa datang kapan saja."

"Kau tentu tahu kemampuan keluargaku di beberapa tempat, bukan? Dan kau pasti tidak ingin Kin atau Allysya mengalami sesuatu yang buruk karenamu. Jadi, lakukanlah apa yang kuminta tadi. Setelah itu, semuanya akan berjalan dengan baik."

Setelah itu, Abercio benar-benar pergi dari restoran bersama dengan orang-orang tadi. Sementara Allcia masih duduk termenung di kursinya. Hingga tak sadar, air matanya jatuh membasahi kedua pipinya.

***

Baru pertama kali ini Allcia berada di situasi dilema yang menyusahkan. Yang ia lakukan sekarang hanyalah duduk termenung di apartemen Kin setelah tadi ia berbincang dengan Abercio yang membuatnya menguras air matanya.

Memikirkan kalimat Abercio tadi benar-benar membuat Allcia pusing. Apabila ia disuruh untuk memilih melihat Allysya, Kin, dan Achraf menderita atau melihat mereka bahagia kembali, tentu saja Allcia tak akan ragu memilih opsi kedua. Tapi, itu berarti dia harus meninggalkan Kin, satu hal yang ia sudah berjanji pada dirinya kalau ia tidak akan melakukannya.

"Hiks."

Memikirkan bagaimana ia dan Kin harus berpisah dengan cara seperti ini membuat Allcia merasa bersalah sekaligus tersakiti. Air matanya tak bisa berhenti sejak tadi dan turun semakin deras.

Satu tangan Allcia yang bergetar bergerak menuju kantong jaketnya. Ia mengambil dua amplop surat berwarna putih. Satu bertuliskan 'Surat Pengunduran Diri' dan satu lagi bertuliskan 'Untuk Kin'.

Masih dengan berlinang air mata, Allcia meletakkan surat-surat itu di atas meja kaca. Sejenak, Allcia menatap ke seluruh ruangan di apartemen Kin, tempat tinggal yang sempat ia dan Kin tinggali bersama. Tapi, sekarang Allcia harus memilih untuk pergi.

"Tolong maafkan aku, Kin. Aku lakukan ini untuk kita."
——————————————————————————
Tbc.
Thursday, 24 November 2022

The Woman Next Door - HBS #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang